Satgas Papua Bangkit Prestasi KONI Papua Bahas Persiapan Menjelang PON XVI Jawa Barat
pada tanggal
Saturday, 4 July 2015
KOTA JAYAPURA - Keikutsertaan Kontingen Papua pada Pra PON menyisahkan waktu tiga bulan, sedangkan PON XVI Jawa Barat lima belas bulan lagi. Sungguh-sungguh berpacu bersama waktu.
Hal itu terungkap dalam Coffee Morning Satgas Papua Bangkit Prestasi KONI Papua Bersama Pemerhati Olahraga dan Insan Pers di Kantor Sekretariat KONI Papua, Jayapura, Sabtu (30/5).
Acara ini berlangsung hangat dengan dihadiri oleh Sekretaris Umum KONI Papua Yusuf Y Yabdi, Ketua Satgas PON Papua John Banua Rouw,Kepala Humas KONI Papua Drs. FX Mote, MSi, Wakil Ketua Satgas Kenius Kogoya, Ketua PWI Papua Abdul Munif, Pemimpin Redaksi Cendrawasih Pos Jonathan, Pemimpin Redaksi Bintang Papua Daud Sony, Pemimpin Redaksi Pasifik Pos Angel Sinaga, Pengurus KONI Papua Carol Renwarin, Beny Maniai dan Stien Mebri, tiga orang pemerhati olahraga, Sipora Modouw, Suchoyo dan Usman Fakaubun.
“Memang kita harus akui waktu kita sangat terbatas. Bahkan tak bisa berjalan normal seperti kontingen dari Provinsi lain,” ujar Banua Rouw.
Karenanya, tutur Banua Rouw, pihaknya harus punya ide-ide gila, agar mengejar bahkan melampaui persiapan kontingen Provinsi lain.
“Kami setuju Pra PON cuma pintu masuk untuk lolos ke PON XVI Jawa Barat. Jadi bukan upaya untuk mendapat medali,” tandasnya.
Menurut Banua Rouw, ide gila yang dimaksud. Pertama, walaupun Pra PON nanti telah usai, tapi Training Center (TC) terus dilanjutkan berlanjut hingga PON XVII dan PON XX Tahun 2020 di Papua.
Langkah ini tentu berbeda, lanjut Banua Rouw, berbeda dengan Kontingen dari Provinsi lain setelah Pra PON mereka dirumahkan, sembari menunggu pencairan anggaran berikutnya. Kemudian kembali lagi ikut TC berjalan tahun berikutnya. Namun demikian, dikatakan Banua Rouw, ide gila itu juga membuat pihaknya mesti mengencangkan ikat pinggang sekaligus dibarengi penghematan atau efisiensi biaya.
“Biaya –biaya lain yang tak perlu kita tinggalkan. Kita setting untuk membiayai para atlit yang menghuni TC,” kata anggota DPRP ini.
Kedua, pihaknya mengambil langkah lai yakni datangkan pelatih atau atau konsultan –konsultan olahraga untuk membantu Papua. Pasalnya,untuk meraih prestasi signifikan ketika berkompetisi baik di Pra PON maupun PON XVI seyogyanyakah didukung hal-hal lain seperti teknologi keolahragaan, sains sport, gizi, kebugaran dan lain-lain.
“Kita sedang berupaya mendatangkan pelatih dan konsultan olahraga yang ahli di bidangnya,” lanjutnya.
Ketiga, pihaknya menggunakan sistim peluang untuk membina atlit bukan prioritas. Jika prioritas yang menentukan adalah pengurus Cabang Olahraga (Cabor), sedangkan peluang adalah melihat pemetaaan secara nasional atau kekuatan Provinsi lain.
Terkait hal-hal yang menyangkut non teknis menuju Pra PON XVII September mendatang yang bukan tidak mungkin menjadi hambatan, terang Banua Rouw, pihaknya mengakui faktor non teknis tak bisa dilepaskan dari olahraga. Tapi pihaknya berupaya mengatasinya.
Upaya yang paling sederhana, tambah Banua Rouw, adalah pihaknya terus-menerus menjalin hubungan bersama semua Pengurus Besar (PB) Cabor di Jakarta dan Kontingen Provinsi lain.
Pihaknya selalu datang dari satu cabang olahraga ke satu cabang olahraga. Bahkan bisa bertemu tiga hingga empat PB Cabor.
“Saya hanya minta tolong bantu kita memberikan penilaian, karena kami sudah melakukan pembinaan yang baik. Konsep kita seperti ini ada yang kurang silakan berikan masukan,” cetusnya.
Sementara itu, Yusuf Yambeyabdi menuturkan, pihaknya kini masih melakukan rekonsolidasi, inventarisasi dan menyusun Renstrayakni program-program di PON XVI tahun 2016, pembiayaan untuk TC berjenjang dalam konteks persiapan Pra PON dan PON.
“Tujuan kita adalah prestasi, sehingga alokasi biaya mesti maksimal. Jangan belanja KONI lebih besar dari Satgas, karena yang sedang bekerja untuk prestasi adalah Satgas,” katanya.
Karenanya, terang Kepala Dinas Perhubungan Papua ini, walaupun pada pertemuan pertama ini Satgas baru menyampaikan data makro. Tapi data-data yang disampaikan nantinya menjadi bagian dari KONI untuk melakukan penyusunan anggaran.
Satgas Belum Efektif
Sedangkan pemerhati Tinju, Benny Maniani mengatakan, Tim Satgas Papua Bangkit yang berjumlah 17 orang itu sudah sesuai SK Ketua Umum KONI Papua. Tapi efektifitasnya tak nampak atau tak ada kepastian yang jelas. Juga tidak ada pembagian tugas yang jelas antara semua anggota Satgas.
“Padahal seharusnya dibagi dengan tugas yang merata sehingga kami juga merasa bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikannya, baik ketika berada di Papua maupun di luar Papua. Saya ingin seluruh anggota Satgas harus berperan efektif membantu tugas yang didelegasikan Ketua KONI Papua, untuk mendukung persiapan Cabor,” ujar mantan petinju Irian Jaya di arena sejumlah PON .
Menurut wartawan Senior, Usman Fakaubun, pihaknya menilai peran Satgas sangat strategis, untuk membantu memperbaiki peringkat nasional. Namun ia juga mengharapkan agar Satgas mampu memberikan kebebasan kepada Cabor untuk berekpresi dan berupaya merebut medali sebanyak-banyaknya.
“KONI hanya menyediakan dana dan peralatan langsung diserahkan kepada Cabor. Hanya saja, atlit dituntut bertanggungjawab dan tekun berlatih,” tuturnya, seraya mengenang kembali ucapan mantan Wagub Irian Jaya ketika memimpin Kontingen PON Irian Jaya kala itu bahwa akhir dari persiapan dan latihan para atlit adalah mampukah mereka menyumbang medali untuk negerinya.
Terkait skala prioritas, Usman menjelaskan, KONI sebaiknya fokus pada Cabor yang menyediakan banyak medali seperti dayung dan nomor perorangan untuk perbaikan peringkat nasional.
Ketua Komisi Teknik Pengprov Pertina Papua Carol Renwarin mengatakan, Satgas telah memiliki data base atlit. Tapi ironisnya Satgas tak punya data base pelatih. Satgas mengontrak pelatih maupun konsultan olahraga dari luar Papua dengan nilai kontrak mahal, padahal pelatih maupun konsultan olahraga lokal di Papua memiliki kwalitas yang tak jauh beda.
“Mengapa Satgas tak ingin melibatkan kami terkait kontrak pelatih maupun konsultas olahraga,” kata Carol Renwarin.
Menurut Sipora Madouw, sepanjang sejarah keikutsertaan atlit Papua di PON dirasakan kurang optimal. Hal ini dikarenakan antara lain, para pengurus acapkali mengabaikan tingkat kesejahteraan atlit, seperti asupan gizi. Bila perlu atlit dianjurkan mengkonsumsi Herbal Life, sebagaimana dimakan Lionel Messi dan Christian Ronaldo.
“Kita tak bisa memaksa atlit meraih prestasi maksimal, bila tingkat kesejahteraannya tak memadai. Sebaliknya kita mengharapkan mereka berprestasi bila kesejahteraannya sungguh-sungguh dijamin,” kata Sipora.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Pasific Pos Angel Sinaga mengutarakan, pihaknya menyoroti apakah TC diluar Papua memang jauh lebih baik ini juga terkait dengan beberapa atlit kita masih merupakan pelajar atau mahasiswa.
“Saya rasa kalau TC di Papua jauh lebih baik, karena atlit bisa belajar dan berlatih,” katanya.
Kemudian peralatan olahraga disewa apakah ini karena memang belum ada dana atau belum ada tender.
“Kalau belum ada dana koq bisa sewa koq bisa TC di luar berarti ada dana dong. Kenapa tak dipercepat tendernya sehingga tak ada alasan keterbatasan dana,” tandasnya. [BintangPapua]
Hal itu terungkap dalam Coffee Morning Satgas Papua Bangkit Prestasi KONI Papua Bersama Pemerhati Olahraga dan Insan Pers di Kantor Sekretariat KONI Papua, Jayapura, Sabtu (30/5).
Acara ini berlangsung hangat dengan dihadiri oleh Sekretaris Umum KONI Papua Yusuf Y Yabdi, Ketua Satgas PON Papua John Banua Rouw,Kepala Humas KONI Papua Drs. FX Mote, MSi, Wakil Ketua Satgas Kenius Kogoya, Ketua PWI Papua Abdul Munif, Pemimpin Redaksi Cendrawasih Pos Jonathan, Pemimpin Redaksi Bintang Papua Daud Sony, Pemimpin Redaksi Pasifik Pos Angel Sinaga, Pengurus KONI Papua Carol Renwarin, Beny Maniai dan Stien Mebri, tiga orang pemerhati olahraga, Sipora Modouw, Suchoyo dan Usman Fakaubun.
“Memang kita harus akui waktu kita sangat terbatas. Bahkan tak bisa berjalan normal seperti kontingen dari Provinsi lain,” ujar Banua Rouw.
Karenanya, tutur Banua Rouw, pihaknya harus punya ide-ide gila, agar mengejar bahkan melampaui persiapan kontingen Provinsi lain.
“Kami setuju Pra PON cuma pintu masuk untuk lolos ke PON XVI Jawa Barat. Jadi bukan upaya untuk mendapat medali,” tandasnya.
Menurut Banua Rouw, ide gila yang dimaksud. Pertama, walaupun Pra PON nanti telah usai, tapi Training Center (TC) terus dilanjutkan berlanjut hingga PON XVII dan PON XX Tahun 2020 di Papua.
Langkah ini tentu berbeda, lanjut Banua Rouw, berbeda dengan Kontingen dari Provinsi lain setelah Pra PON mereka dirumahkan, sembari menunggu pencairan anggaran berikutnya. Kemudian kembali lagi ikut TC berjalan tahun berikutnya. Namun demikian, dikatakan Banua Rouw, ide gila itu juga membuat pihaknya mesti mengencangkan ikat pinggang sekaligus dibarengi penghematan atau efisiensi biaya.
“Biaya –biaya lain yang tak perlu kita tinggalkan. Kita setting untuk membiayai para atlit yang menghuni TC,” kata anggota DPRP ini.
Kedua, pihaknya mengambil langkah lai yakni datangkan pelatih atau atau konsultan –konsultan olahraga untuk membantu Papua. Pasalnya,untuk meraih prestasi signifikan ketika berkompetisi baik di Pra PON maupun PON XVI seyogyanyakah didukung hal-hal lain seperti teknologi keolahragaan, sains sport, gizi, kebugaran dan lain-lain.
“Kita sedang berupaya mendatangkan pelatih dan konsultan olahraga yang ahli di bidangnya,” lanjutnya.
Ketiga, pihaknya menggunakan sistim peluang untuk membina atlit bukan prioritas. Jika prioritas yang menentukan adalah pengurus Cabang Olahraga (Cabor), sedangkan peluang adalah melihat pemetaaan secara nasional atau kekuatan Provinsi lain.
Terkait hal-hal yang menyangkut non teknis menuju Pra PON XVII September mendatang yang bukan tidak mungkin menjadi hambatan, terang Banua Rouw, pihaknya mengakui faktor non teknis tak bisa dilepaskan dari olahraga. Tapi pihaknya berupaya mengatasinya.
Upaya yang paling sederhana, tambah Banua Rouw, adalah pihaknya terus-menerus menjalin hubungan bersama semua Pengurus Besar (PB) Cabor di Jakarta dan Kontingen Provinsi lain.
Pihaknya selalu datang dari satu cabang olahraga ke satu cabang olahraga. Bahkan bisa bertemu tiga hingga empat PB Cabor.
“Saya hanya minta tolong bantu kita memberikan penilaian, karena kami sudah melakukan pembinaan yang baik. Konsep kita seperti ini ada yang kurang silakan berikan masukan,” cetusnya.
Sementara itu, Yusuf Yambeyabdi menuturkan, pihaknya kini masih melakukan rekonsolidasi, inventarisasi dan menyusun Renstrayakni program-program di PON XVI tahun 2016, pembiayaan untuk TC berjenjang dalam konteks persiapan Pra PON dan PON.
“Tujuan kita adalah prestasi, sehingga alokasi biaya mesti maksimal. Jangan belanja KONI lebih besar dari Satgas, karena yang sedang bekerja untuk prestasi adalah Satgas,” katanya.
Karenanya, terang Kepala Dinas Perhubungan Papua ini, walaupun pada pertemuan pertama ini Satgas baru menyampaikan data makro. Tapi data-data yang disampaikan nantinya menjadi bagian dari KONI untuk melakukan penyusunan anggaran.
Satgas Belum Efektif
Sedangkan pemerhati Tinju, Benny Maniani mengatakan, Tim Satgas Papua Bangkit yang berjumlah 17 orang itu sudah sesuai SK Ketua Umum KONI Papua. Tapi efektifitasnya tak nampak atau tak ada kepastian yang jelas. Juga tidak ada pembagian tugas yang jelas antara semua anggota Satgas.
“Padahal seharusnya dibagi dengan tugas yang merata sehingga kami juga merasa bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikannya, baik ketika berada di Papua maupun di luar Papua. Saya ingin seluruh anggota Satgas harus berperan efektif membantu tugas yang didelegasikan Ketua KONI Papua, untuk mendukung persiapan Cabor,” ujar mantan petinju Irian Jaya di arena sejumlah PON .
Menurut wartawan Senior, Usman Fakaubun, pihaknya menilai peran Satgas sangat strategis, untuk membantu memperbaiki peringkat nasional. Namun ia juga mengharapkan agar Satgas mampu memberikan kebebasan kepada Cabor untuk berekpresi dan berupaya merebut medali sebanyak-banyaknya.
“KONI hanya menyediakan dana dan peralatan langsung diserahkan kepada Cabor. Hanya saja, atlit dituntut bertanggungjawab dan tekun berlatih,” tuturnya, seraya mengenang kembali ucapan mantan Wagub Irian Jaya ketika memimpin Kontingen PON Irian Jaya kala itu bahwa akhir dari persiapan dan latihan para atlit adalah mampukah mereka menyumbang medali untuk negerinya.
Terkait skala prioritas, Usman menjelaskan, KONI sebaiknya fokus pada Cabor yang menyediakan banyak medali seperti dayung dan nomor perorangan untuk perbaikan peringkat nasional.
Ketua Komisi Teknik Pengprov Pertina Papua Carol Renwarin mengatakan, Satgas telah memiliki data base atlit. Tapi ironisnya Satgas tak punya data base pelatih. Satgas mengontrak pelatih maupun konsultan olahraga dari luar Papua dengan nilai kontrak mahal, padahal pelatih maupun konsultan olahraga lokal di Papua memiliki kwalitas yang tak jauh beda.
“Mengapa Satgas tak ingin melibatkan kami terkait kontrak pelatih maupun konsultas olahraga,” kata Carol Renwarin.
Menurut Sipora Madouw, sepanjang sejarah keikutsertaan atlit Papua di PON dirasakan kurang optimal. Hal ini dikarenakan antara lain, para pengurus acapkali mengabaikan tingkat kesejahteraan atlit, seperti asupan gizi. Bila perlu atlit dianjurkan mengkonsumsi Herbal Life, sebagaimana dimakan Lionel Messi dan Christian Ronaldo.
“Kita tak bisa memaksa atlit meraih prestasi maksimal, bila tingkat kesejahteraannya tak memadai. Sebaliknya kita mengharapkan mereka berprestasi bila kesejahteraannya sungguh-sungguh dijamin,” kata Sipora.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Pasific Pos Angel Sinaga mengutarakan, pihaknya menyoroti apakah TC diluar Papua memang jauh lebih baik ini juga terkait dengan beberapa atlit kita masih merupakan pelajar atau mahasiswa.
“Saya rasa kalau TC di Papua jauh lebih baik, karena atlit bisa belajar dan berlatih,” katanya.
Kemudian peralatan olahraga disewa apakah ini karena memang belum ada dana atau belum ada tender.
“Kalau belum ada dana koq bisa sewa koq bisa TC di luar berarti ada dana dong. Kenapa tak dipercepat tendernya sehingga tak ada alasan keterbatasan dana,” tandasnya. [BintangPapua]