Presiden Jokowi Diminta Bentuk Tim Investigasi Independen Kericuhan di Karubaga
pada tanggal
Sunday, 19 July 2015
JAKARTA - Rohaniwan Benny Susetyo (Romo Benny) mengimbau Presiden Joko Widodo segera membentuk tim investigasi independen mengungkap penyebab kericuhan di Karubaga, Kabupaten Tolikara, saat shalat Idul Fitri 1 Syawal 1436 Hijriah, Jumat pagi (17/7).
"Presiden harus membuat tim indepen untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sebenarnya, apa yang menjadi pemicunya sehingga kita tidak bisa meraba-raba seperti ini," kata Romo Benny, pada Sabtu (18/7).
Tim investigasi, lanjut Romo Benny, diisi pihak-pihak netral, di antaranya ilmuwan, tokoh agama, tokoh adat yang bisa memberikan informasi yang tidak sempit. Pendekatannya juga multi disiplin komprehensif.
"Sehingga jangan sampai terjebak pada sentimen agama," tegas Romo Benny.
Sampai saat ini belum ada pernyataan apapun dari aparatur intelijen setempat pun dari Badan Intelijen Negara, yang saat ini dipimpin Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Sutiyoso.
Menurut Romo Benny, peristiwa pengrusakan rumah ibadah tersebut merupakan kejadian pertama di Papua.
Dalam adat Papua, terdapat larangan untuk menganggu apalagi merusak tempat sakral termasuk rumah ibadah.
"Kejadian itu sangat disesalkan karena pembakaran mushala dalam tradisi Papua tidak bisa dibenarkan. Ini dalam sejarah papua tidak pernah terjadi. Di sana antar agama begitu harmonis dan menghargai perbedaan," jelas Romo Benny.
Selama ini, lanjut Romo Benny, tenggang rasa antar umat beragama di Papua terjaga dengan sangat baik.
Ia pun merasa janggal dengan beredarnya surat dari Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIdI) yang tersebar sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Isi "surat edaran" itu berupa pembatasan ibadah Idul Fitri di Tolikara. Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII), Ronny Mandang, sudah mengkonfirmasi "surat edaran" itu tidak mewakili suara PGLII dan umat Kristen Indonesia.
"Karena tradisi orang Papua ini sulit diterima, kok tiba-tiba seperti itu muncul. Dalam tradisi masyarakat Papua, tenggang rasa, menghargai, dan menghormati agama sudah terjalin lama. Mereka menjaga dengan adat sendiri. Maka ada faktor x yang harus diungkapkan dari tim independen," tutur Romo Benny.
Ia juga meminta pelaku ditindak tegas dan diberi sanksi tegas karena peristiwa tersebut merupakan persoalan hukum.
"Selain itu, pemberitaan media juga agar tidak mengarah ke sentimen keagamaan," ujar Romo Benny.
Ia menambahkan agar masyarakat tidak mudah terpancing.
"Persatuan dan kesatuan harus dijaga. Masyarakat jangan mudah terpancing rumor, isu, bahwa ini seolah-olah ada sentimen agama," katanya. [Antara]
"Presiden harus membuat tim indepen untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sebenarnya, apa yang menjadi pemicunya sehingga kita tidak bisa meraba-raba seperti ini," kata Romo Benny, pada Sabtu (18/7).
Tim investigasi, lanjut Romo Benny, diisi pihak-pihak netral, di antaranya ilmuwan, tokoh agama, tokoh adat yang bisa memberikan informasi yang tidak sempit. Pendekatannya juga multi disiplin komprehensif.
"Sehingga jangan sampai terjebak pada sentimen agama," tegas Romo Benny.
Sampai saat ini belum ada pernyataan apapun dari aparatur intelijen setempat pun dari Badan Intelijen Negara, yang saat ini dipimpin Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Sutiyoso.
Menurut Romo Benny, peristiwa pengrusakan rumah ibadah tersebut merupakan kejadian pertama di Papua.
Dalam adat Papua, terdapat larangan untuk menganggu apalagi merusak tempat sakral termasuk rumah ibadah.
"Kejadian itu sangat disesalkan karena pembakaran mushala dalam tradisi Papua tidak bisa dibenarkan. Ini dalam sejarah papua tidak pernah terjadi. Di sana antar agama begitu harmonis dan menghargai perbedaan," jelas Romo Benny.
Selama ini, lanjut Romo Benny, tenggang rasa antar umat beragama di Papua terjaga dengan sangat baik.
Ia pun merasa janggal dengan beredarnya surat dari Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIdI) yang tersebar sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Isi "surat edaran" itu berupa pembatasan ibadah Idul Fitri di Tolikara. Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII), Ronny Mandang, sudah mengkonfirmasi "surat edaran" itu tidak mewakili suara PGLII dan umat Kristen Indonesia.
"Karena tradisi orang Papua ini sulit diterima, kok tiba-tiba seperti itu muncul. Dalam tradisi masyarakat Papua, tenggang rasa, menghargai, dan menghormati agama sudah terjalin lama. Mereka menjaga dengan adat sendiri. Maka ada faktor x yang harus diungkapkan dari tim independen," tutur Romo Benny.
Ia juga meminta pelaku ditindak tegas dan diberi sanksi tegas karena peristiwa tersebut merupakan persoalan hukum.
"Selain itu, pemberitaan media juga agar tidak mengarah ke sentimen keagamaan," ujar Romo Benny.
Ia menambahkan agar masyarakat tidak mudah terpancing.
"Persatuan dan kesatuan harus dijaga. Masyarakat jangan mudah terpancing rumor, isu, bahwa ini seolah-olah ada sentimen agama," katanya. [Antara]