Presiden Joko Widodo Ajak Tokoh Agama Redakan Riak Intoleransi di Indonesia
pada tanggal
Saturday, 25 July 2015
"Peran Bapak dan Ibu sebagai ulama dan tokoh agama sangat menentukan sekali. memberikan nasihat dan wejangan kepada yang di bawah. Agar grass root (masyarakat awam) bisa menjadi dingin dan justru tidak memanaskan suasana," ujar Jokowi dalam pertemuan dengan tokoh lintas agama di Istana Negara, Kamis (23/7).
Selama 70 tahun ini, sebut dia, Indonesia berhasil menyelaraskan kehidupan bersama. Dia pun berharap agar masyarakat bisa tetap bijak menyikapi perbedaan yang ada sehingga tak mudah terprovokasi.
"Saya percaya para tokoh lintas agama sependapat dengan saya bahwa bangsa ini akan berhasil jika melalui sekat-sekat yang ada," ucap dia.
Jokowi menganggap peristiwa yang terjadi di Tolikara tidak akan ada apabila komunikasi dan silaturahim terjalin dengan baik.
"Saya kira tidak ada kata terlambat sehingga tidak ada gesekan kecil lagi," ucap mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Jokowi menegaskan bahwa tidak ada kata terlambat untuk berkomunikasi dan bersilaturahmi. Apalagi, hal itu bertujuan mencegah dan menyelesaikan gesekan dalam kehidupan bermasyarakat yang beragam.
”Saya juga ingin mengingatkan semuanya bahwa apa yang terjadi di Tolikara itu seharusnya memang tidak terjadi kalau komunikasi kita baik. Kalau silaturahmi kita ini baik, semua akan baik,” tegas presiden.
Jokowi menyatakan bahwa gesekan-gesekan sekecil terkait SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) apa pun sebaiknya segera dipadamkan. Tidak boleh menunggu besar terlebih dulu.
”Saya percaya bahwa para tokoh lintas agama sependapat dengan saya. Bahwa bangsa ini akan maju kalau berhasil melam- paui sekat-sekat identitas SARA,” tutur Jokowi.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt Henriette T. Hutabarat Lebang, yang turut dalam pertemuan, juga mengeluarkan permintaan senada. Yakni, para pendeta dan pastor yang memberikan pelayanan ibadat Minggu tidak melempar pesan provokatif.
”Kita semua punya harapan yang sama agar kasus Tolikara tak terulang. Semua pihak perlu memelihara kedamaian dan semangat saling mencintai,” tegas Henriette.
Dia menambahkan, pemerintah dan aparat penegak hukum juga tidak boleh tinggal diam. Mereka, papar dia, harus bisa pula mengungkap secara tuntas penyebab bentrokan di Tolikara. Termasuk, kalau ada, aktor intelektual di balik insiden itu.
”Kami semua (tokoh lintas agama, Red) juga bersepakat soal itu. Intinya, kasus Tolikara ini harus tuntas,” imbuhnya.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) KH Said Aqil Siradj, salah satu pemahaman bersama yang muncul dalam dialog itu adalah perlunya para pemuka agama untuk mengedepankan pesan-pesan sejuk dalam ceramah masing-masing
”Saya juga termasuk yang mengimbau kepada semua khatib salat Jumat, jangan sampai sampaikan khotbah yang memprovokasi,” kata Said usai pertemuan di Istana Negara.
Dia juga meminta ormas-ormas yang berbasis keagamaan di berbagai tingkat intens melakukan dialog agar kerukunan beragama dapat senantiasa terjaga.
”Peristiwa Tolikara ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak. Dan, sudahlah, Tolikara ini tidak perlu dibesarbesarkan lagi. Sebab, di sana sudah selesai, sudah mulai kondusif, dan sudah mulai dingin,” tegasnya.
Selain ketua umum PGI dan PBNU, hadir dalam pertemuan sekitar 1,5 jam itu Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Sang Nyoman Suwisma dan Ketua Umum Walubi Arief Harsono. Tampak pula Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Ws. Uung Sendana, Ketua Umum Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili di Indonesia (PGLII) Rony Mandang, serta Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kerukunan Antarumat Beragama Slamet Effendi Yusuf.
Sementara presiden didampingi oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Panglima Jenderal Gatot Nurmantyo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Di tempat terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menambahkan, pemerintah terus memonitor kondisi keamanan di Tolikara yang kian kondusif. Karena itu, dia meminta semua pihak tidak mudah terpancing provokasi oknum-oknum yang ingin mengail di air keruh. ”Papua sudah aman, damai,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden kemarin.
JK juga mencermati dua insiden pembakaran pintu gereja di Purworejo, Jateng, dan Bantul, Jogjakarta. Menurut dia, aksi kekerasan semacam itu tidak boleh dibiarkan. Sebab, pemerintah sudah berkomitmen mengusut dan menuntaskan insiden Tolikara melalui jalur hukum. ”Jadi, jangan di sini (dibalas) bom, di sini bom,” katanya.
Menurut JK, meski sudah tercapai rekonsiliasi dan perdamaian antara masyarakat Kristen dan muslim di Tolikara, pemerintah tetap berkomitmen mengusut tuntas insiden tersebut agar tidak menjadi preseden buruk bagi daerah lain.
”Kita negara taat hukum. Siapa yang salah harus dihukum,” tegas dia.
Terkait dengan isu bahwa insiden Tolikara ditunggangi aksi pendukung separatisme yang ingin memisahkan diri dari Indonesia, JK menilai hal itu belum bisa dibuktikan. Apalagi, isu separatisme memang selalu diembuskan oleh pihak-pihak tertentu. ”Tapi, (isu) itu tidak memengaruhi rakyat di sana,” tuturnya. [Kompas/PressReader]