Populasi Orang Asli Papua Semakin Menyusut
pada tanggal
Thursday, 30 July 2015
KOTA JAYAPURA - Aktivis Hak Asasi Manusia Markus Haluk mengatakan ancaman habisnya orang asli Papua mulai nyata. Jumlah penduduk orang asli Papua semakin berkurang dan non – Papua mulai beranjak naik drastis. Diprediksi, orang Papua tinggal 15 persen pada 2030 dengan total orang asli Papua, 2.371.800 dan non Papua 13.228.800.
Menurut Haluk, perubahan itu sangat terlihat dalam riset perubahan demografis West Papua yang dilakukan Dr Jim Elmslies. Riset itu menunjukan jumlah penduduk Papua pada 1971 sebesar 923.00 dengan rincian orang asli Papua 887.000 dan non Papua 36 ribu jiwa. Jumlah itu berubah drastis pada 1990. Orang asli Papua 1.215.897 dan non Papua 414.210 dari jumlah total penduduk Papua 1.630.107.
Lima Belas tahun kemudian, kata Haluk, pada 2005, jumlah orang Papua dan non Papua menjadi setara. Orang asli Papua berjumlah 1.55.795 dan non Papua 1.087.694 dari total penduduk Papua 2.646.489.
Perubahan lebih mengejutkan pada 2011. Orang Papua sudah menjadi minoritas di negerinya sendiri. Jumlah orang asli Papua menjadi 1.700.000 dan non Papua 1.980.000 dari total penduduk Papua 3.680. 000.
Perubahan itu kemudian diprediksi, jumlah penduduk asli Papua akan menjadi 1.956.400 dan non Papua 4.743.600 pada 2020 dari 6.700.000 total penduduk di Papua.
Perubahan itu akan terus berlangsung pada 2030. Orang Asli Papua menjadi 2.371.200 dan non Papua 13.228.800 dari total penduduk 15.600. 000
“Perubahan penduduk ini terjadi drastis walaupun angka kelahiranya sangat kurang. Perubahan ini terjadi macam tidak ada pemimpin yang memperhatikan,” ungkap Haluk dalam Seminar sehari yang di selenggarakan Departemen Luar Negeri Asosiasi Mahasiswa Pengunungan Tegah Papua se-Indonesia (AMPTPI) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (BEM-USTJ) seperti diberitakan tabloidjubi.com, Rabu (29/7).
Yulianus Mabel yang hadir mengikuti seminar itu mengatakan perubahan itu semakin nyata. Pelayanan kesehatan yang kurang baik terhadap orang asli Papua dan sangat derasnya orang non Papua masuk ke Papua sangat mempengaruhi perubahan itu.
“Kita harap pemerintah memperhatikan perubahan ini namun perubahan dianggap biasa. Pemerintah lebih banyak mengurus diri dan kelompoknya daripada mengurus eksisstensi orang asli Papua yang terancam ini,”tegasnya. [Jubi]
Menurut Haluk, perubahan itu sangat terlihat dalam riset perubahan demografis West Papua yang dilakukan Dr Jim Elmslies. Riset itu menunjukan jumlah penduduk Papua pada 1971 sebesar 923.00 dengan rincian orang asli Papua 887.000 dan non Papua 36 ribu jiwa. Jumlah itu berubah drastis pada 1990. Orang asli Papua 1.215.897 dan non Papua 414.210 dari jumlah total penduduk Papua 1.630.107.
Lima Belas tahun kemudian, kata Haluk, pada 2005, jumlah orang Papua dan non Papua menjadi setara. Orang asli Papua berjumlah 1.55.795 dan non Papua 1.087.694 dari total penduduk Papua 2.646.489.
Perubahan lebih mengejutkan pada 2011. Orang Papua sudah menjadi minoritas di negerinya sendiri. Jumlah orang asli Papua menjadi 1.700.000 dan non Papua 1.980.000 dari total penduduk Papua 3.680. 000.
Perubahan itu kemudian diprediksi, jumlah penduduk asli Papua akan menjadi 1.956.400 dan non Papua 4.743.600 pada 2020 dari 6.700.000 total penduduk di Papua.
Perubahan itu akan terus berlangsung pada 2030. Orang Asli Papua menjadi 2.371.200 dan non Papua 13.228.800 dari total penduduk 15.600. 000
“Perubahan penduduk ini terjadi drastis walaupun angka kelahiranya sangat kurang. Perubahan ini terjadi macam tidak ada pemimpin yang memperhatikan,” ungkap Haluk dalam Seminar sehari yang di selenggarakan Departemen Luar Negeri Asosiasi Mahasiswa Pengunungan Tegah Papua se-Indonesia (AMPTPI) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (BEM-USTJ) seperti diberitakan tabloidjubi.com, Rabu (29/7).
Yulianus Mabel yang hadir mengikuti seminar itu mengatakan perubahan itu semakin nyata. Pelayanan kesehatan yang kurang baik terhadap orang asli Papua dan sangat derasnya orang non Papua masuk ke Papua sangat mempengaruhi perubahan itu.
“Kita harap pemerintah memperhatikan perubahan ini namun perubahan dianggap biasa. Pemerintah lebih banyak mengurus diri dan kelompoknya daripada mengurus eksisstensi orang asli Papua yang terancam ini,”tegasnya. [Jubi]