Polresta Sorong Dinilai tidak Transparan Ungkap Penyebab Kebakaran Kantor Walikota pada 28 Maret 2012
pada tanggal
Monday, 27 July 2015
KOTA SORONG – Kasus terbakarnya Kantor Walikota Sorong pada 28 Maret 2012 silam hingga kini belum terungkap, hingga seakan kasus ini hilang secara misterius, tak berbekas sama sekali.
Kriminolog Efendy Husaini yang ditemui Jubi disela-sela kesibukanya, Minggu (26/7) mengatakan seharusnya jika kasus tersebut ada indikasi kesengajaan atau pun tidak, Polisi harus membuka ke ruang publik supaya jelas.
“Padahal wilayah hukum Polres Sorong Kota telah berganti pemimpin sebanyak empat kali, mulai dari insiden 28 Maret 2012 silam. sejak Kapolres AKBP Triatmojo hingga Kapolres AKBP Karimudin Ritongan, namun belum ada yang dapat memberikan gambaran perkembangan penyelidikan ini,” katanya.
Dirinya menilai ada pembiaraan pengungkapan kasus terbakarnya Kantor Walikota Sorong yang pada saat itu, terjadi akibat gejolak Pilkada Wali Kota Sorong 2012.
“Pengungkapan ini harus transparan, jangan ditutupi kalau ada kriminal ya diusut, jika murni kecelakaan harus transparan diumumkan untuk penutupan kasus ini,” katanya.
Efendy juga mengatakan. salah satu media di Sorong pernah memuat pernyataan Kapolres Sorong Kota saat itu, yang menjelaskan hasil Labfor Makasar diduga terdapat bekas minyak tanah di salah satu ruangan hingga kobaran api mampu melebar, selain membakar kantor wali kota.
Kebakaran juga turut menghanguskan kantor wakil wali kota, ruang asisten, bendahara umum, kepegawaian dan lain sebagainya. Yang memilukan dari kejadian ini adalah tidak ada mobil pemadam kebakaran yang menjinakan kobaran api.
Direktur Lembaga Penelitian Pengkajai Bantuan Hukum (LP3BH), Yan Christian Warinussy yang dimintai tanggapannya mengatakan seharusnya proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat kepolisian dilakukan transparan melalui proses gelar perkara dengan menghadirkan pihak-pihak yang berkepentingan baik Kepolisian, dan pihak yang dirugikan yakni Pemerintah Kota. Kemudian pihak yang terkait dengan proses hukum yakni Kejaksaan dan Pengadilan.
“Kasus inikan belum ada pelaku sehingga gelar perkara itu perlu dilakukan aparat Kepolisian, dengan menghadirkan komponen-komponen penting sehingga dapat ditunjukan sejauh mana proses penyelidikannya,” kata Warinussy.
Lanjut Warinusi, dengan proses transparansi seperti ini, indikasi kuat penyebab ini dapat terungkap dan menjadi jelas, sehingga jika kasus ini disengaja, akan terungkap dalam penyilidikan. Namun jika ini murni kebakaran bukan pembakaran, otomatis Polisi harus menutup kasus itu.
“Ini supaya jelas kasus ini murni pembakaran dan kebakaran. Siapa pelakunya itu yang perlu didahulukan,” pungkasnya. [Jubi]
Kriminolog Efendy Husaini yang ditemui Jubi disela-sela kesibukanya, Minggu (26/7) mengatakan seharusnya jika kasus tersebut ada indikasi kesengajaan atau pun tidak, Polisi harus membuka ke ruang publik supaya jelas.
“Padahal wilayah hukum Polres Sorong Kota telah berganti pemimpin sebanyak empat kali, mulai dari insiden 28 Maret 2012 silam. sejak Kapolres AKBP Triatmojo hingga Kapolres AKBP Karimudin Ritongan, namun belum ada yang dapat memberikan gambaran perkembangan penyelidikan ini,” katanya.
Dirinya menilai ada pembiaraan pengungkapan kasus terbakarnya Kantor Walikota Sorong yang pada saat itu, terjadi akibat gejolak Pilkada Wali Kota Sorong 2012.
“Pengungkapan ini harus transparan, jangan ditutupi kalau ada kriminal ya diusut, jika murni kecelakaan harus transparan diumumkan untuk penutupan kasus ini,” katanya.
Efendy juga mengatakan. salah satu media di Sorong pernah memuat pernyataan Kapolres Sorong Kota saat itu, yang menjelaskan hasil Labfor Makasar diduga terdapat bekas minyak tanah di salah satu ruangan hingga kobaran api mampu melebar, selain membakar kantor wali kota.
Kebakaran juga turut menghanguskan kantor wakil wali kota, ruang asisten, bendahara umum, kepegawaian dan lain sebagainya. Yang memilukan dari kejadian ini adalah tidak ada mobil pemadam kebakaran yang menjinakan kobaran api.
Direktur Lembaga Penelitian Pengkajai Bantuan Hukum (LP3BH), Yan Christian Warinussy yang dimintai tanggapannya mengatakan seharusnya proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat kepolisian dilakukan transparan melalui proses gelar perkara dengan menghadirkan pihak-pihak yang berkepentingan baik Kepolisian, dan pihak yang dirugikan yakni Pemerintah Kota. Kemudian pihak yang terkait dengan proses hukum yakni Kejaksaan dan Pengadilan.
“Kasus inikan belum ada pelaku sehingga gelar perkara itu perlu dilakukan aparat Kepolisian, dengan menghadirkan komponen-komponen penting sehingga dapat ditunjukan sejauh mana proses penyelidikannya,” kata Warinussy.
Lanjut Warinusi, dengan proses transparansi seperti ini, indikasi kuat penyebab ini dapat terungkap dan menjadi jelas, sehingga jika kasus ini disengaja, akan terungkap dalam penyilidikan. Namun jika ini murni kebakaran bukan pembakaran, otomatis Polisi harus menutup kasus itu.
“Ini supaya jelas kasus ini murni pembakaran dan kebakaran. Siapa pelakunya itu yang perlu didahulukan,” pungkasnya. [Jubi]