Peter Marani Yakin Anaknya Dibunuh di Pohon Kelapa dekat Vihara Buddha Sorong Boswezen
pada tanggal
Wednesday, 22 July 2015
“Kematian anak saya ini tidak wajar. Kalau dia jatuh dari pohon kelapa yang satunya itu ke pohon kelapa yang tempat korban meninggal ini, pasti ada pelepah pohon yang patah karena ada beban berat. Kalaupun dia memanjat pohon kelapa yang kecil ini pasti dia jatuhnya langsung kebawah dan tidak mungkin sampai meninggal. Maka, saya simpulkan bahwa almarhum dibunuh orang, dan diletakkan di atas pohon,”ujarnya kepada Radar Sorong kemarin.
Diakuinya bahwa almarhum sering mengkonsumsi Miras dalam bekerja, dan menurutnya almarhum pernah menegur beberapa karyawan yang tanpa ijin mengambil ikan di kolam Vihara dan mengambil buah kelapa.
“Dia memang suka minum tapi tidak pernah bikin kerusuhan, pernah juga dia tegur beberapa karyawan mungkin dengan nada yang kasar. Sampai pernah juga tanpa sepengetahuan saya, mereka kasih masuk dia ke Polsek Kampung Baru (Sorong Barat,Red), dengan alasan karena almarhum mabuk dan takut terjadi apa-apa mereka memanggil polisi. Seharusnya sebelum mereka panggil polisi, itu mereka harus lapor ke saya dulu selaku komandan security di sana,”jelasnya.
Menurutnya, walaupun almarhum tinggal didalam Vihara, namun setiap hari almarhum pulang ke rumah untuk makan baik pagi, siang, maupun malam hari, mengingat posisi rumah dengan Vihara hanya berbatasan tembok. Setelah kontrol pagi pada hari Rabu (15/7) sekitar pukul 08.00 WIT lalu, almarhum pulang ke rumah, dan berbincang sebentar dengan ibunya, kemudian almarhun kembali ke Vihara dan setelah itu tidak kembali lagi.
“Saya juga tidak tahu percakapan dia dengan mamanya, saya cuma dengar mamanya bilang, ko pergi sudah ke dalam, cepat balik ya kita belum makan. Nah waktu dia naik tembok itu, saya dengar dia memaki salah satu karyawan yang sedang mengambil buah mangga yang masih muda, dan saya peringatkan dia untuk jangan maki-maki begitu, pergi ke sana baru tegur baik-baik,” kata Peter.
Biasanya Peter mengontrol almarhum bertugas setiap harinya, namun sudah sebulan ini karena sakit infeksi saluran pernafasan dan maag iapun tidak bertugas lagi.
Setelah almarhum kembali kedalam Vihara, ia pun sudah tidak kembali lagi ke rumah. Peter pun merasa gelisah karena sampai malam hari anaknya belum kembali. Keesokan harinya yaitu hari Kamis, setelah ibu almarhum selesai masak sekitar pukul 10.00 WIT, Peter semakin gelisah karena anaknya belum kembali, mengingat biasanya ia tidak pernah melewatkan makan pagi bersama keluarga.
“Setelah makan itu, saya suruh mamanya pergi lihat dia dulu, karena saya sudah gelisah sekali, namun mamanya bilang nanti adik-adiknya yang pergi lihat dia, tapi pesan saya itu mereka tidak laksanakan sampai saya jatuh pingsan dan dilarikan ke RSUD,”imbuhnya. Setelah Peter siuman pukul 17.00 WIT, ia pun masih menyuruh keluarganya untuk mencari almarhum, karena Peter sudah merasa ada sesuatu yang terjadi pada anaknya. Sayang, permintaannya untuk mencari almarhum belum dilaksanakan oleh anak-anaknya yang lain.
“Pas hari Sabtu itu saya lagi duduk, dan saya dapat penglihatan pas angkat kepala lihat diatas plafon, ada sekitar 6 orang dan salah satunya laki-laki pake celana panjang jeans warna biru, dia ada pegang leher almarhum, trus ada orang sampingnya lagi pegang batu. Setelah itu, saya alihkan pandangan saya kebawah, dan pas saya mau lihat ke atas lagi, penglihatan itu sudah hilang. Maka langsung saya simpulkan kalau anak ini sudah celaka,”paparnya.
Menurutnya ketika keluarga sudah mengetahui almarhum telah meninggal, pihak keluarga belum sanggup memberitahukannya kepada Peter, dengan alasan takut jika kondisi kesehatannya akan menurun.
“Semua ini menyangkal saya kalau almarhum ini sudah meninggal, padahal saya sudah tahu kalau mayat yang ada di kamar jenazah itu anak saya. Akhirnya ada salah satu saudara saya yang memberanikan diri untuk kasih tahu saya,” ungkapnya.
Peter mengaku telah menerima kepergian anak pertama dari 9 bersaudara itu, namun ia tetap menginginkan pihak kepolisian mengungkap apa penyebab kematian almarhum. Pada hari Minggu pukul 19.00 WIT, keluarga besar telah melaksanakan ibadah pengucapan syukur, dan tepat pukul 05.00 WIT keesokan harinya, seluruh keluarga menuju pantai untuk membersihkan diri.
“Kami keluarga pergi mandi ke pantai depan untuk menghilangkan keringat duka. Setelah itu pukul 10.00 WIT, keluarga kembali ke Vihara untuk meletakan makanan yang telah disiapkan di tempat kejadian, karena ini sudah menjadi tradisi adat kami,”jelasnya. [RadarSorong]