Pengurus GIDI Toli dan Musala Baitul Mutaqin Berdamai dengan Salam Kaonak
pada tanggal
Thursday, 23 July 2015
KARUBAGA (TOLIKARA) - Pengurus Badan Pekerja Gereja Injili di Indonesia GIDI wilayah Toli telah bertemu dengan pengurus musala Baitul Mutaqin yang ikut terbakar dalam kerusuhan kemarin Pendeta Nayus Wenda dan Ustad Ali Mukta berdamai dengan melakukan "kaonak" serta berpelukan di lapangan Markas Komando Rayon Militer - Karubaga, Kabupaten Tolikara pada Rabu, (22/7).
Ketua GIDI Wilayah Toli, Pendeta Yunus Wenda, secara langsung menyampaikan permohonan maafnya kepada umat muslim di daerah tersebut atas insiden yang terjadi. Pertemuan antara kedua pihak disaksikan secara langsung oleh Bupati Tolikara, Usman G Walimbo, dan Kodim setempat.
"Kami sebagai pimpinan gereja, yang mengeluarkan surat, kami mohon maaf sebesar-besarnya," ujar dia diwakili sekretaris GIDI wilayah Toli, Marthen Jingga.
Salah satu poin yang disepakati yaitu, umat muslim di daerah tersebut dipastikan dapat beribadah dengan tenang dan aman di masa depan. Kerukunan beragama juga disepakati akan dijaga dengan baik oleh semua pihak.
Umat muslim pun diizinkan kembali membangun musala yang terbakar akibat kebakaran kios yang terjadi dalam kerusuhan tersebut.
Perwakilan umat muslim di Tolikara, Ustad Ali Muktar, menyambut baik perjanjian damai tersebut. Dia juga menyampaikan permintaan maaf kepada tokoh agama dan pemerintahan setempat, apabila ada tindakan umat muslim yang tidak berkenan.
"Saya mewakili tokoh umat muslim, barangkali kami selama di Tolikara ada kata-kata atau tindakan yang menyakiti, saya sampaikan kepada tokoh gereja, kepala daerah dan tokoh pemuda, saya sampaikan mohon maaf sebesar-besarnya," ungkapnya.
Tokoh muslim di wilayah Pegunungan Tengah itu juga meminta agar umat muslim lainnya di daerah Papua atau daerah Indonesia manapun jangan membuat statmen yang meresahkan warga lainnya.
Perdamaian ini ditandai dengan "kaonak" atau salam tangan khas masyarakat di wilayah pegunungan tengah Papua.
Gerak salam ini dilakukan dengan cara jari tengah dari salah satu orang dikepit jari tengah dan jari telunjuk teman yang menyalaminya. Lalu, keduanya saling tarik, sehingga mengeluarkan bunyi 'klik'. Setelah bersalaman seperti itu, dilanjutkan dengan saling berpelukan. Ini merupakan simbol ikatan masyarakat Pegunungan Tengah yang berjanji tidak akan bertikai dikemudian hari.
Menurut Bupati Tolikara, Usman G. Wanimbo, kondisi Karubaga sudah kembali normal, sehingga dikatakan tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.
"Saat ini situasi sudah kondusif dan aktivitas perekonomian sudah berjalan. Peristiwa itu hanya terjadi dua jam, setelah itu selesai tidak ada kelanjutan," kata Bupati Tolikara, Usman G. Wanimbo, kepada wartawan saat ditemui dalam kunjungannya ke RSUD Dok 2, menengok para korban yang tertembak kerusuhan di Tolikara, Rabu malam, (22/7).
Menurut Usman, pihaknya telah melakukan rekonsiliasi dan pemulihan sekitar pukul 12.00 WIT hari itu juga.
"Dari upacara perdamaian tadi itu, kedua belah pihak sepakat secara bersama-sama untuk saling meminta maaf dan sepakat dalam kebersamaan untuk melakukan proses pembangunan di wilayah itu dan mengamankan Tolikara secara bersama-sama," katanya.
Usman menambahkan, saat ini para pengungsi mendiami bekas kantor bupati yang akan didirikan rumah dan kios di lokasi itu.
Sebelum upacara perdamaian, diawali dengan kerja bakti bersama membersihkan puing-puing sisa kebakaran. [Viva/Tempo/Papuanesia]
Ketua GIDI Wilayah Toli, Pendeta Yunus Wenda, secara langsung menyampaikan permohonan maafnya kepada umat muslim di daerah tersebut atas insiden yang terjadi. Pertemuan antara kedua pihak disaksikan secara langsung oleh Bupati Tolikara, Usman G Walimbo, dan Kodim setempat.
"Kami sebagai pimpinan gereja, yang mengeluarkan surat, kami mohon maaf sebesar-besarnya," ujar dia diwakili sekretaris GIDI wilayah Toli, Marthen Jingga.
Salah satu poin yang disepakati yaitu, umat muslim di daerah tersebut dipastikan dapat beribadah dengan tenang dan aman di masa depan. Kerukunan beragama juga disepakati akan dijaga dengan baik oleh semua pihak.
Umat muslim pun diizinkan kembali membangun musala yang terbakar akibat kebakaran kios yang terjadi dalam kerusuhan tersebut.
Perwakilan umat muslim di Tolikara, Ustad Ali Muktar, menyambut baik perjanjian damai tersebut. Dia juga menyampaikan permintaan maaf kepada tokoh agama dan pemerintahan setempat, apabila ada tindakan umat muslim yang tidak berkenan.
"Saya mewakili tokoh umat muslim, barangkali kami selama di Tolikara ada kata-kata atau tindakan yang menyakiti, saya sampaikan kepada tokoh gereja, kepala daerah dan tokoh pemuda, saya sampaikan mohon maaf sebesar-besarnya," ungkapnya.
Tokoh muslim di wilayah Pegunungan Tengah itu juga meminta agar umat muslim lainnya di daerah Papua atau daerah Indonesia manapun jangan membuat statmen yang meresahkan warga lainnya.
Perdamaian ini ditandai dengan "kaonak" atau salam tangan khas masyarakat di wilayah pegunungan tengah Papua.
Gerak salam ini dilakukan dengan cara jari tengah dari salah satu orang dikepit jari tengah dan jari telunjuk teman yang menyalaminya. Lalu, keduanya saling tarik, sehingga mengeluarkan bunyi 'klik'. Setelah bersalaman seperti itu, dilanjutkan dengan saling berpelukan. Ini merupakan simbol ikatan masyarakat Pegunungan Tengah yang berjanji tidak akan bertikai dikemudian hari.
Menurut Bupati Tolikara, Usman G. Wanimbo, kondisi Karubaga sudah kembali normal, sehingga dikatakan tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.
"Saat ini situasi sudah kondusif dan aktivitas perekonomian sudah berjalan. Peristiwa itu hanya terjadi dua jam, setelah itu selesai tidak ada kelanjutan," kata Bupati Tolikara, Usman G. Wanimbo, kepada wartawan saat ditemui dalam kunjungannya ke RSUD Dok 2, menengok para korban yang tertembak kerusuhan di Tolikara, Rabu malam, (22/7).
Menurut Usman, pihaknya telah melakukan rekonsiliasi dan pemulihan sekitar pukul 12.00 WIT hari itu juga.
"Dari upacara perdamaian tadi itu, kedua belah pihak sepakat secara bersama-sama untuk saling meminta maaf dan sepakat dalam kebersamaan untuk melakukan proses pembangunan di wilayah itu dan mengamankan Tolikara secara bersama-sama," katanya.
Usman menambahkan, saat ini para pengungsi mendiami bekas kantor bupati yang akan didirikan rumah dan kios di lokasi itu.
Sebelum upacara perdamaian, diawali dengan kerja bakti bersama membersihkan puing-puing sisa kebakaran. [Viva/Tempo/Papuanesia]