Pembebasan Tapol dan Napol Papua tak Selesaikan Masalah
pada tanggal
Sunday, 26 July 2015
KOTA JAYAPURA - Ketua DPR Papua Yunus Wonda,SH,MH menilai bahwa langkah yang diambil oleh Presiden RI untuk memberikan kebebasan kepada tahanan politik (tapol) maupun narapidana politik (napol) di Papua merupakan suatu langkah baik untuk mereka yang masih berseberangan agar bisa kembali membangun Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Meski begitu, pihaknya memberikan suatu catatan bahwa dengan membebaskan tapol/napol itu tidak menyelesaikan permasalahan di Papua, karena persoalan Papua ini semua orang telah mengetahui bahwa persoalan Papua lebih ke persoalan politik yang harus diselesaikan.
“Untuk menyelesaikan permasalahan di Papua maka caranya hanya satu yaitu pemerintah pusat harus membuka diri untuk memulai duduk bersama dan berbicara dialog, tetapi kalau itu tidak dilaksanakan, saya pernah katakan siapapun presidennya tidak akan menyelesaikan persoalan Papua kalau tidak melihat dari akar permasalahnnya,” ungkapnya kepada wartawan, Selasa (14/7).
Yunus menegaskan, untuk menyelesaikan masalah Papua harus memulai dari akar permasalahannya agar permasalahan bisa selesai. Mengapa Aceh bisa melakukan dialog di Helsinki, mengapa Papua tidak bisa diselesaikan seperti itu?
“Menyelesaikan persoalah di Papua harus menyeluruh dan apabila menyelesaikan masalah Papua setengah–setengah maka akan seperti ini terus, dan terkesan tidak ada sesuatu yang luar biasa bisa dilaksanakan. Jadi presiden sudah memulai itu, maka janjinya untuk melakukan dialog harus ditepati karena dialog ini sangat sulit dilaksanakan oleh presiden–presiden sebelumnya, dan format dialog itu sudah ada di Jaringan Damai Papua dan dalam dialog itu tidak melibatkan pejabat di daerah tetapi melibatkan mereka yang bersebrangan,” katanya.
Pihaknya menyatakan, pemerintah juga jangan terlalu menyepelekan masalah konferensi MSG di Salomon. Itu adalah harga tawar dengan pemerintah pusat sehingga jangan menganggap permasalahan itu masalah yang gampang.
“Ini saatnya untuk membuka diri berkumpul bersama dengan orang Papua untuk duduk berbicara dan bukan kepada pejabat, tetapi pada mereka yang berseberangan dengan negara ini. Itu yang harus dilibatkan,” ucap Yunus.
Mengenai argumen pemerintah pusat hingga belum melaksanakan dialog sampai saat ini, pihaknya belum mengetahui hambatannya dimana, namun yang ditakutkan adalah presiden mendengarkan dari kiri kanannya yang tidak mengerti masalah Papua.
“Jadi jangan sampai orang Papua yang mengerti juga tetapi lebih mengedepankan kehidupannya dan tidak mengungkap persoalan Papua itu seperti apa? Itu yang berbahaya. Sekali lagi konferensi MSG di Salomon jangan dipandang remeh,”tegasnya.
Selain itu, pihaknya menilai persoalan Papua ini harus benar–benar diselesaikan, di mana dengan membebaskan sebanyak apapun tapol/napol di Papua tidak akan menyelesaikan masalah di Papua, dan dengan membebaskan tapol/napol itu memberikan bukti kepada internasional bahwa di Indonesia khususnya di Papua masih ada tahanan politik yang selama ini diklaim oleh pemerintah tidak ada tahan politik sehingga realitanya benar ada tahan politik.
“Ini yang perlu dijaga. Kita sepakat untuk membangun Papua dengan semua yang apa yang dimiliki, tetapi persoalan ini harus diselesaikan agar orang bisa membangun di atas tanah ini. Contoh komunikasi saat pemerintah daerah mengajukan otsus plus ditolak dan lebih memilih dialog, sehingga kita tunggu dialog ini,” tuturnya. [CenderawasihPos]
Meski begitu, pihaknya memberikan suatu catatan bahwa dengan membebaskan tapol/napol itu tidak menyelesaikan permasalahan di Papua, karena persoalan Papua ini semua orang telah mengetahui bahwa persoalan Papua lebih ke persoalan politik yang harus diselesaikan.
“Untuk menyelesaikan permasalahan di Papua maka caranya hanya satu yaitu pemerintah pusat harus membuka diri untuk memulai duduk bersama dan berbicara dialog, tetapi kalau itu tidak dilaksanakan, saya pernah katakan siapapun presidennya tidak akan menyelesaikan persoalan Papua kalau tidak melihat dari akar permasalahnnya,” ungkapnya kepada wartawan, Selasa (14/7).
Yunus menegaskan, untuk menyelesaikan masalah Papua harus memulai dari akar permasalahannya agar permasalahan bisa selesai. Mengapa Aceh bisa melakukan dialog di Helsinki, mengapa Papua tidak bisa diselesaikan seperti itu?
“Menyelesaikan persoalah di Papua harus menyeluruh dan apabila menyelesaikan masalah Papua setengah–setengah maka akan seperti ini terus, dan terkesan tidak ada sesuatu yang luar biasa bisa dilaksanakan. Jadi presiden sudah memulai itu, maka janjinya untuk melakukan dialog harus ditepati karena dialog ini sangat sulit dilaksanakan oleh presiden–presiden sebelumnya, dan format dialog itu sudah ada di Jaringan Damai Papua dan dalam dialog itu tidak melibatkan pejabat di daerah tetapi melibatkan mereka yang bersebrangan,” katanya.
Pihaknya menyatakan, pemerintah juga jangan terlalu menyepelekan masalah konferensi MSG di Salomon. Itu adalah harga tawar dengan pemerintah pusat sehingga jangan menganggap permasalahan itu masalah yang gampang.
“Ini saatnya untuk membuka diri berkumpul bersama dengan orang Papua untuk duduk berbicara dan bukan kepada pejabat, tetapi pada mereka yang berseberangan dengan negara ini. Itu yang harus dilibatkan,” ucap Yunus.
Mengenai argumen pemerintah pusat hingga belum melaksanakan dialog sampai saat ini, pihaknya belum mengetahui hambatannya dimana, namun yang ditakutkan adalah presiden mendengarkan dari kiri kanannya yang tidak mengerti masalah Papua.
“Jadi jangan sampai orang Papua yang mengerti juga tetapi lebih mengedepankan kehidupannya dan tidak mengungkap persoalan Papua itu seperti apa? Itu yang berbahaya. Sekali lagi konferensi MSG di Salomon jangan dipandang remeh,”tegasnya.
Selain itu, pihaknya menilai persoalan Papua ini harus benar–benar diselesaikan, di mana dengan membebaskan sebanyak apapun tapol/napol di Papua tidak akan menyelesaikan masalah di Papua, dan dengan membebaskan tapol/napol itu memberikan bukti kepada internasional bahwa di Indonesia khususnya di Papua masih ada tahanan politik yang selama ini diklaim oleh pemerintah tidak ada tahan politik sehingga realitanya benar ada tahan politik.
“Ini yang perlu dijaga. Kita sepakat untuk membangun Papua dengan semua yang apa yang dimiliki, tetapi persoalan ini harus diselesaikan agar orang bisa membangun di atas tanah ini. Contoh komunikasi saat pemerintah daerah mengajukan otsus plus ditolak dan lebih memilih dialog, sehingga kita tunggu dialog ini,” tuturnya. [CenderawasihPos]