Monumen Parai jadi Saksi Bisu Perang Dunia II di Pulau Biak
pada tanggal
Saturday, 4 July 2015
BIAK (BIAK NUMFOR) - Pulau Biak pernah jadi tempat kaburnya Jepang dari tentara sekutu pada Perang Dunia II. Kini, berdiri monumen megah dengan ruangan khusus berisi abu dan tulang para tentara Jepang.
Monumen Parai, begitu warga lokal Biak menyebut tempat ini. Monumen ini memang berada di Kampung Anggraidi, yang dulunya bernama Parai. Ini adalah monumen penanda Perang Dunia II yang dibangun pada 1992.
Pada masa PD II, tentara Jepang sempat menjadikan Biak sebagai basecamp untuk menghindar dari tentara sekutu. Rombongan pertama yang datang di Desa Parai berjumlah sekitar 3.000 orang.
"Ada satu ruangan khusus tempat disimpan abu 200 prajurit Jepang," tutur Kostan Koibur, pemandu di Monumen Parai pada, Rabu (1/7/2015).
Ruangan tersebut terletak di sebelah kiri dari arah monumen. Ruangannya terletak di bawah tanah, berbentuk lorong setengah lingkaran. Di dalamnya terdapat kotak-kotak dari seng yang berisi abu dan tulang belulang prajurit Jepang.
Masing-masing kotak berisi abu dan tulang dari 50 prajurit Jepang. Foto-foto mereka terpajang di depannya.
"Tiap tahun turis Jepang datang, minimal 3 kali. Mereka ziarah, sering juga mengambil abunya pulang," tambah Kostan. [Detik]
Monumen Parai, begitu warga lokal Biak menyebut tempat ini. Monumen ini memang berada di Kampung Anggraidi, yang dulunya bernama Parai. Ini adalah monumen penanda Perang Dunia II yang dibangun pada 1992.
Pada masa PD II, tentara Jepang sempat menjadikan Biak sebagai basecamp untuk menghindar dari tentara sekutu. Rombongan pertama yang datang di Desa Parai berjumlah sekitar 3.000 orang.
"Ada satu ruangan khusus tempat disimpan abu 200 prajurit Jepang," tutur Kostan Koibur, pemandu di Monumen Parai pada, Rabu (1/7/2015).
Ruangan tersebut terletak di sebelah kiri dari arah monumen. Ruangannya terletak di bawah tanah, berbentuk lorong setengah lingkaran. Di dalamnya terdapat kotak-kotak dari seng yang berisi abu dan tulang belulang prajurit Jepang.
Masing-masing kotak berisi abu dan tulang dari 50 prajurit Jepang. Foto-foto mereka terpajang di depannya.
"Tiap tahun turis Jepang datang, minimal 3 kali. Mereka ziarah, sering juga mengambil abunya pulang," tambah Kostan. [Detik]