Mirza Aditsyawara Nilai Ekonomi Papua alami Perbaikan pada Kuartal I 2015
pada tanggal
Monday, 13 July 2015
KOTA JAYAPURA - Ekonomi Papua mengalami perbaikan pada kuartal I 2015 ditopang kenaikan konsumsi pemerintah yang mencapai 11,9 persen Year on Year (YoY). Hal itu didukung alokasi belanja modal pemerintah daerah di Papua semakin besar.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Aditsyawara menyampaikan hal tersebut saat berada di Jayapura, seperti diberitakan Liputan6 pada Minggu (12/7).
Ekonomi Papua pun kembali positif pada kuartal I 2015 sebesar 5,8 persen YoY. Angka pertumbuhan ekonomi ini jauh lebih baik dibandingkan angka ekonomi nasional sebesar 4,7 persen YoY. Padahal ekonomi Papua sempat alami kontraksi sebesar -7,9 persen pada kuartal IV 2014. Selain itu, komponen belanja non modal relatif menurun pada kuartal I 2014. Artinya terdapat base effect dari periode 2014.
Sementara itu, konsumsi swasta juga cenderung melambat. Hal itu didorong tiga faktor antara lain tingkat keyakinan konsumen relatif melemah, tingkat penghasilan turun, dan akumulasi dampak inflasi.
"Secara sektoral, pertumbuhan positif perekonomian Papua relatif sejalan dengan kinerja pertambangan. Sektor pertambangan mampu tumbuh 2 persen YoY, setelah kontraksi cukup tinggi pada kuartal lalu, mencapai 23,5 persen YoY," kata Mirza.
Namun, ketergantungan ekonomi daerah yang tinggi terhadap sektor pertambangan perlu menjadi perhatian. Sejalan dengan harga komoditas menurun, laju pertumbuhan investasi yang didominasi sektor pertambangan menunjukkan perlambatan di Papua.
Sementara itu, Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua, Eko Waluyo Purwoko menuturkan tekanan inflasi Papua pada Juni 2015 masih berada di level yang terkendali meski mengalami kenaikan. Laju inflasi bulanan Papua mencapai 0,44 persen Month to Month (MtM). relatif lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 0,54 persen (MtM).
"Meski sejumlah rempah-rempahan dan bumbu dapur mengalami penurunan, seperti bawang merah, cabai dan bumbu dapur lainnya, nanum tariff angkutan udara meningkat tajam. Berbagai upaya stabilisasi harga dilakukan pemerintah daerah bersama dengan kami melalui tim pengendali inflasi daerah (TPID)," jelas Eko. [Liputan6]
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Aditsyawara menyampaikan hal tersebut saat berada di Jayapura, seperti diberitakan Liputan6 pada Minggu (12/7).
Ekonomi Papua pun kembali positif pada kuartal I 2015 sebesar 5,8 persen YoY. Angka pertumbuhan ekonomi ini jauh lebih baik dibandingkan angka ekonomi nasional sebesar 4,7 persen YoY. Padahal ekonomi Papua sempat alami kontraksi sebesar -7,9 persen pada kuartal IV 2014. Selain itu, komponen belanja non modal relatif menurun pada kuartal I 2014. Artinya terdapat base effect dari periode 2014.
Sementara itu, konsumsi swasta juga cenderung melambat. Hal itu didorong tiga faktor antara lain tingkat keyakinan konsumen relatif melemah, tingkat penghasilan turun, dan akumulasi dampak inflasi.
"Secara sektoral, pertumbuhan positif perekonomian Papua relatif sejalan dengan kinerja pertambangan. Sektor pertambangan mampu tumbuh 2 persen YoY, setelah kontraksi cukup tinggi pada kuartal lalu, mencapai 23,5 persen YoY," kata Mirza.
Namun, ketergantungan ekonomi daerah yang tinggi terhadap sektor pertambangan perlu menjadi perhatian. Sejalan dengan harga komoditas menurun, laju pertumbuhan investasi yang didominasi sektor pertambangan menunjukkan perlambatan di Papua.
Sementara itu, Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua, Eko Waluyo Purwoko menuturkan tekanan inflasi Papua pada Juni 2015 masih berada di level yang terkendali meski mengalami kenaikan. Laju inflasi bulanan Papua mencapai 0,44 persen Month to Month (MtM). relatif lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 0,54 persen (MtM).
"Meski sejumlah rempah-rempahan dan bumbu dapur mengalami penurunan, seperti bawang merah, cabai dan bumbu dapur lainnya, nanum tariff angkutan udara meningkat tajam. Berbagai upaya stabilisasi harga dilakukan pemerintah daerah bersama dengan kami melalui tim pengendali inflasi daerah (TPID)," jelas Eko. [Liputan6]