Michael Manufandu Meminta Tjahjo Kumolo Tegur Pejabat Daerah yang Sering Keluar Daerah
pada tanggal
Thursday, 23 July 2015
KOTA JAYAPURA - Tokoh senior Pemerintahan Papua, Michael Manufandu meminta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo agar memberikan teguran keras dan sanksi tegas kepada sejumlah bupati dan pejabat pemerintahan di Provinsi Papua yang selalu berangkat ke luar daerah dan meninggalkan rakyatnya selama berbulan-bulan.
Manufandu mengaku sangat prihatin dengan perilaku banyak pejabat pemerintahan di Papua masa kini yang tidak betah tinggal di daerahnya dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar daerah seperti di Jakarta.
"Saya benar-benar merasa prihatin. Ini masalah pemerintahan yang sangat serius di Papua. Menjadi soal sekarang ini banyak pejabat pemerintahan Papua yang tidak betah di tempat. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di Jakarta dan tempat-tempat lain. Mereka lupa bahwa mereka dipilih rakyat untuk mengurus rakyatnya," ujar Manufandu di Timika, Rabu (22/7).
Mantan Wali Kota Jayapura yang pernah dipercayakan menjadi Dubes RI untuk Negara Kolombia itu berharap Kemendagri lebih tegas menindak para kepala daerah dan pejabat daerah yang dinilai bandel tersebut.
"Kita ini hidup di negara kesatuan, bukan negara federal. Otonomi itu diberikan seluas-luasnya kepada daerah untuk mengurus rakyat. Uang sudah digelontorkan dari pusat. Tugas provinsi, kabupaten/kota hingga distrik dan kampung untuk menjaga wibawa negara. Mereka perpanjangan tangan Pemerintah Pusat yang ada di daerah," ujarnya.
Manufandu merasa miris saat mengetahui ada sejumlah bupati dan pejabat daerah di Papua tengah berada di Jakarta sementara pada saat yang bersamaan sedang terjadi bencana alam maupun masalah sosial yang menimpa rakyatnya di Papua.
Ia berharap Kemendagri mencari metode baru dalam melakukan pembinaan aparatur di daerah, terutama para pejabat yang bandel.
"Pejabat-pejabat daerah yang kelakuannya seperti itu harus selalu diingatkan, ditegur, bila perlu diberikan sanksi tegas. Mereka harus selalu dibina dan diajarkan untuk memahami apa yang penting mereka lakukan untuk rakyat. Pembinaan aparatur tidak boleh lepas dari tangan Pemerintah Pusat. Jangan karena uang sudah digelontorkan ke daerah, lalu urusan selesai," ujarnya.
Harapan serupa disampaikan Manufandu kepada Pemprov Papua untuk rutin melakukan pembinaan aparatur tingkat kabupaten/kota melalui rapat kerja dan rapat koordinasi dengan para bupati dan wali kota.
Manufandu melihat kelemahan utama hampir semua pejabat Pemda di Papua yaitu tidak memahami secara baik dan benar apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Akibatnya, semua persoalan yang terjadi di masyarakat diserahkan kepada aparat keamanan, seolah-olah aparat TNI dan Polri sebagai pemadam kebakaran.
"Para pejabat daerah tidak betah di tempat tugas bisa karena perencanaan pembinaan masyarakat kurang terencana secara baik atau juga karena pembangunan infrastruktur tidak menjangkau daerah-daerah terpencil. Celakanya lagi, pemda juga tidak mampu membangun semangat masyarakat untuk bisa berkembang secara mandiri," tuturnya.
Selain itu, katanya, hampir seluruh Pemda di Papua selalu menjadikan isolasi secara geografis dan keterbatasan moda transportasi sebagai alasan utama untuk tidak terjun langsung mengurus rakyat yang bermukim di kampung-kampung pedalaman, di lereng-lereng gunung, lembah-lembah, dan pesisir pantai.
"Pejabat pemerintah harus punya hati nurani untuk melihat rakyat Papua. Gubernur dan DPRP maupun Bupati/ Wali Kota dan DPRD harus bisa merencanakan pembangunan dengan melihat prioritas apa yang dibutuhkan oleh rakyat sehingga dana yang sangat besar digelontorkan dari pusat itu bisa dirasakan manfaatnya sampai ke tangan rakyat Papua," ujar Manufandu memberi saran.
Ia berharap agar para pejabat pemerintahan di Papua, terutama Gubernur dan para Bupati dan Wali Kota agar betah mengurus rakyatnya. Pasalnya, mereka merupakan pemimpin pemerintahan sekaligus sebagai pemimpin rakyat dan pemimpin daerah.
"Dalam diri mereka melekat ketiga tanggung jawab itu. Makanya mereka harus betah di tempat, bebas menerima rakyat, mengenal tokoh-tokoh di wilayahnya, memahami secara baik persoalan yang dihadapi rakyat dan mampu mencari solusi terhadap semua permasalahan yang terjadi di daerahnya. Itu baru namanya pemimpin. Pemimpin bukan dipilih hanya untuk jalan-jalan ke luar daerah untuk menghabiskan anggaran," ujar Manufandu. [Antara]
Manufandu mengaku sangat prihatin dengan perilaku banyak pejabat pemerintahan di Papua masa kini yang tidak betah tinggal di daerahnya dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar daerah seperti di Jakarta.
"Saya benar-benar merasa prihatin. Ini masalah pemerintahan yang sangat serius di Papua. Menjadi soal sekarang ini banyak pejabat pemerintahan Papua yang tidak betah di tempat. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di Jakarta dan tempat-tempat lain. Mereka lupa bahwa mereka dipilih rakyat untuk mengurus rakyatnya," ujar Manufandu di Timika, Rabu (22/7).
Mantan Wali Kota Jayapura yang pernah dipercayakan menjadi Dubes RI untuk Negara Kolombia itu berharap Kemendagri lebih tegas menindak para kepala daerah dan pejabat daerah yang dinilai bandel tersebut.
"Kita ini hidup di negara kesatuan, bukan negara federal. Otonomi itu diberikan seluas-luasnya kepada daerah untuk mengurus rakyat. Uang sudah digelontorkan dari pusat. Tugas provinsi, kabupaten/kota hingga distrik dan kampung untuk menjaga wibawa negara. Mereka perpanjangan tangan Pemerintah Pusat yang ada di daerah," ujarnya.
Manufandu merasa miris saat mengetahui ada sejumlah bupati dan pejabat daerah di Papua tengah berada di Jakarta sementara pada saat yang bersamaan sedang terjadi bencana alam maupun masalah sosial yang menimpa rakyatnya di Papua.
Ia berharap Kemendagri mencari metode baru dalam melakukan pembinaan aparatur di daerah, terutama para pejabat yang bandel.
"Pejabat-pejabat daerah yang kelakuannya seperti itu harus selalu diingatkan, ditegur, bila perlu diberikan sanksi tegas. Mereka harus selalu dibina dan diajarkan untuk memahami apa yang penting mereka lakukan untuk rakyat. Pembinaan aparatur tidak boleh lepas dari tangan Pemerintah Pusat. Jangan karena uang sudah digelontorkan ke daerah, lalu urusan selesai," ujarnya.
Harapan serupa disampaikan Manufandu kepada Pemprov Papua untuk rutin melakukan pembinaan aparatur tingkat kabupaten/kota melalui rapat kerja dan rapat koordinasi dengan para bupati dan wali kota.
Manufandu melihat kelemahan utama hampir semua pejabat Pemda di Papua yaitu tidak memahami secara baik dan benar apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Akibatnya, semua persoalan yang terjadi di masyarakat diserahkan kepada aparat keamanan, seolah-olah aparat TNI dan Polri sebagai pemadam kebakaran.
"Para pejabat daerah tidak betah di tempat tugas bisa karena perencanaan pembinaan masyarakat kurang terencana secara baik atau juga karena pembangunan infrastruktur tidak menjangkau daerah-daerah terpencil. Celakanya lagi, pemda juga tidak mampu membangun semangat masyarakat untuk bisa berkembang secara mandiri," tuturnya.
Selain itu, katanya, hampir seluruh Pemda di Papua selalu menjadikan isolasi secara geografis dan keterbatasan moda transportasi sebagai alasan utama untuk tidak terjun langsung mengurus rakyat yang bermukim di kampung-kampung pedalaman, di lereng-lereng gunung, lembah-lembah, dan pesisir pantai.
"Pejabat pemerintah harus punya hati nurani untuk melihat rakyat Papua. Gubernur dan DPRP maupun Bupati/ Wali Kota dan DPRD harus bisa merencanakan pembangunan dengan melihat prioritas apa yang dibutuhkan oleh rakyat sehingga dana yang sangat besar digelontorkan dari pusat itu bisa dirasakan manfaatnya sampai ke tangan rakyat Papua," ujar Manufandu memberi saran.
Ia berharap agar para pejabat pemerintahan di Papua, terutama Gubernur dan para Bupati dan Wali Kota agar betah mengurus rakyatnya. Pasalnya, mereka merupakan pemimpin pemerintahan sekaligus sebagai pemimpin rakyat dan pemimpin daerah.
"Dalam diri mereka melekat ketiga tanggung jawab itu. Makanya mereka harus betah di tempat, bebas menerima rakyat, mengenal tokoh-tokoh di wilayahnya, memahami secara baik persoalan yang dihadapi rakyat dan mampu mencari solusi terhadap semua permasalahan yang terjadi di daerahnya. Itu baru namanya pemimpin. Pemimpin bukan dipilih hanya untuk jalan-jalan ke luar daerah untuk menghabiskan anggaran," ujar Manufandu. [Antara]