Masyarakat Adoki Laksanakan Tradisi Apen Bayeren
pada tanggal
Saturday, 4 July 2015
ADOKI (BIAK NUMFOR) - Masyarakat di Pulau Biak memiliki tradisi ekstrem yang dilakukan disaat acara adat berlangsung.
Sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang atau tamu yang dihormati. para warga akan melakukan tradisi 'Apen Bayeren' yaitu tradisi berjalan dan menari diatas bara dan batu berapi, tanpa alas kaki.
Tradisi ini juga dilakukan sebagai salah satu agenda Festival Biak Munara Wampasi (BMW) yang digelar pada 1-4 Juli 2015.
Upacara tersebut digelar di Kampung Adoki, Distrik Oridek, Kabupaten Biak Numfor. Kampung ini terletak sekitar 20 menit perjalanan dari pusat Kota Biak.
Kali ini, upacara ditujukan kepada Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Esthy Reko Astuti beserta rombongan Kementerian Pariwisata.
"Upacara ini khusus digelar untuk menghormati kedatangan tamu, berupa penghormatan yang sakral," tutur Mika Ronsumbre, tetua adat yang memimpin upacara Apen Bayeren pada, Rabu (1/7).
Sekitar 12 orang, terdiri dari laki-laki dan perempuan, bersiap diri dan mengenakan pakaian adat. Tetua adat kemudian memimpin doa. Di tengah lapangan, tersebar batu panas yang di bawahnya terdapat bara api.
Batu-batu itu disebar berbentuk lingkaran. Tak lama kemudian, salah seorang lelaki mulai berjalan di atas bara api.
"Tidak sembarang orang bisa melakukan ini. Intinya hati dia harus bersih, pikiran juga. Kalau perempuan tak boleh sedang hamil atau haid, pikirannya juga harus bersih," jelas Mika.
Tak lama kemudian, seorang wanita yang berpakaian adat bersiap untuk jalan di atas bara api. Betapa kaget warga dan wisatawan, dia tidak sekadar berjalan tapi juga menari! Suara Tifa mengiringi tariannya di atas bara api.
Upacara adat itu berlangsung tak sampai 10 menit, namun cukup membuat pengunjung terpana. Mika Ronsumbre menjelaskan, orang Biak dalam istilah adat memang berarti 'anak-anak api'. [Detik]
Sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang atau tamu yang dihormati. para warga akan melakukan tradisi 'Apen Bayeren' yaitu tradisi berjalan dan menari diatas bara dan batu berapi, tanpa alas kaki.
Tradisi ini juga dilakukan sebagai salah satu agenda Festival Biak Munara Wampasi (BMW) yang digelar pada 1-4 Juli 2015.
Upacara tersebut digelar di Kampung Adoki, Distrik Oridek, Kabupaten Biak Numfor. Kampung ini terletak sekitar 20 menit perjalanan dari pusat Kota Biak.
Kali ini, upacara ditujukan kepada Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Esthy Reko Astuti beserta rombongan Kementerian Pariwisata.
"Upacara ini khusus digelar untuk menghormati kedatangan tamu, berupa penghormatan yang sakral," tutur Mika Ronsumbre, tetua adat yang memimpin upacara Apen Bayeren pada, Rabu (1/7).
Sekitar 12 orang, terdiri dari laki-laki dan perempuan, bersiap diri dan mengenakan pakaian adat. Tetua adat kemudian memimpin doa. Di tengah lapangan, tersebar batu panas yang di bawahnya terdapat bara api.
Batu-batu itu disebar berbentuk lingkaran. Tak lama kemudian, salah seorang lelaki mulai berjalan di atas bara api.
"Tidak sembarang orang bisa melakukan ini. Intinya hati dia harus bersih, pikiran juga. Kalau perempuan tak boleh sedang hamil atau haid, pikirannya juga harus bersih," jelas Mika.
Tak lama kemudian, seorang wanita yang berpakaian adat bersiap untuk jalan di atas bara api. Betapa kaget warga dan wisatawan, dia tidak sekadar berjalan tapi juga menari! Suara Tifa mengiringi tariannya di atas bara api.
Upacara adat itu berlangsung tak sampai 10 menit, namun cukup membuat pengunjung terpana. Mika Ronsumbre menjelaskan, orang Biak dalam istilah adat memang berarti 'anak-anak api'. [Detik]