Mahasiswa Pegunungan Tengah Klaim Pemilik Nemangkawi Kecewa dengan Sikap Presiden Jokowi
pada tanggal
Sunday, 5 July 2015
KOTA JAYAPURA - Ketua Asosiasi Mahasiswa dan Pemuda Asal Pegunungan Tengah Indonesia (AMPTPI) wilayah Provinsi Papua, Andy Gobay, S.Sos., M.A., mengatakan, pemilik hak ulayat Nemangkawi, yang saat ini merupakan areal pertambangan PT. Freeport Indonesia sangat kecewa, dengan sikap Presiden Jokowi.
Pasalnya, pertemuan antara PT. Freeport Indonesia dengan Presiden, Jokowi per tanggal 2 Juli 2015 lalu, tidak menyinggung sama sekali soal pembangunan Smelter di Papua.
Pihaknya meminta kepada Presiden Jokowi untuk segera menjadwalkan ulang kembali pertemuan dengan manajemen PT. Freeport Indonesia untuk membahas secara khusus mengenai pembangunan Smelter dimaksud, sebab rakyat Papua menginginkan harus ada Smelter untuk pemurnian tembaga, emas dan perak di Papua.
“Kami rakyat Papua sangat kecewa dengan tidak adanya pembahasan Smelter antara Presiden Jokowi dengan Manajamen PT. Freeport Indonesia,” ungkapnya di Kantor Walikota Jayapura, Jumat, (3/7).
Disamping itu, pihaknya mendesak kepada Presiden Jokowi untuk turut mendesak pembahasan kontrak karya PTFI yang melibatkan Gubernur Papua, DPRP, MRP dan masyarakat pemilik hak ulayat.
Sebab menurutnya, akibat kontrak karya yang tidak jelas menyebabkan hak-hak masyarakat hilang dan keberdayaan masyarakat dalam memanfaatkan hasil sumber daya alamnya membuat masyarakat tetap hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Bukan itu saja, dengan tidak dibangunnya Smelter di Papua selain menyebabkan tidak ada lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat asli Papua dan hanya berharap pada PNS, tetapi juga ribuan triliun rupiah hilang dari Papua.
Karena sebagaimana diketahui, bahan baku dari hasil pertambangan yang diambil PT. Freeport diatas kekayaan Tanah Papua itu sekitar 85 persen diolah di PT. Smelting Gresik, Surabaya, sedangkan sisanya 15 persen dari daerah lainnya.
“Kami berharap Presiden Jokowi segera merespon untuk membahas pembangunan Smelter di Papua dan masalah kontrak karya,” tandasnya. [BintangPapua]
Pasalnya, pertemuan antara PT. Freeport Indonesia dengan Presiden, Jokowi per tanggal 2 Juli 2015 lalu, tidak menyinggung sama sekali soal pembangunan Smelter di Papua.
Pihaknya meminta kepada Presiden Jokowi untuk segera menjadwalkan ulang kembali pertemuan dengan manajemen PT. Freeport Indonesia untuk membahas secara khusus mengenai pembangunan Smelter dimaksud, sebab rakyat Papua menginginkan harus ada Smelter untuk pemurnian tembaga, emas dan perak di Papua.
“Kami rakyat Papua sangat kecewa dengan tidak adanya pembahasan Smelter antara Presiden Jokowi dengan Manajamen PT. Freeport Indonesia,” ungkapnya di Kantor Walikota Jayapura, Jumat, (3/7).
Disamping itu, pihaknya mendesak kepada Presiden Jokowi untuk turut mendesak pembahasan kontrak karya PTFI yang melibatkan Gubernur Papua, DPRP, MRP dan masyarakat pemilik hak ulayat.
Sebab menurutnya, akibat kontrak karya yang tidak jelas menyebabkan hak-hak masyarakat hilang dan keberdayaan masyarakat dalam memanfaatkan hasil sumber daya alamnya membuat masyarakat tetap hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Bukan itu saja, dengan tidak dibangunnya Smelter di Papua selain menyebabkan tidak ada lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat asli Papua dan hanya berharap pada PNS, tetapi juga ribuan triliun rupiah hilang dari Papua.
Karena sebagaimana diketahui, bahan baku dari hasil pertambangan yang diambil PT. Freeport diatas kekayaan Tanah Papua itu sekitar 85 persen diolah di PT. Smelting Gresik, Surabaya, sedangkan sisanya 15 persen dari daerah lainnya.
“Kami berharap Presiden Jokowi segera merespon untuk membahas pembangunan Smelter di Papua dan masalah kontrak karya,” tandasnya. [BintangPapua]