Lukas Enembe Minta Media Nasional dan Jejaring Sosial Stop Perlebar Isu Kericuhan di Karubaga
pada tanggal
Tuesday, 21 July 2015
KOTA JAYAPURA - Gubernur Papua, Lukas Enembe meminta media massa, khususnya media nasional serta media sosial (facebook, twitter dll) untuk berhenti memperlebar isu-isu yang tidak berkaitan dengan kericuhan di Karubaga, Kabupaten Tolikara.
“Kasus Tolikara ini kan bersifat insidental, muncul karena kesalahpahaman baik antara umat beragama maupun masyarakat dengan pihak keamanan. Tidak perlu dibesar-besarkan lagi seakan-akan kita di Papua ini tidak junjung toleransi," kata Lukas Enembe pada tabloidjubi.com, Senin (20/7/2015).
Dikatakan, selama ini Papua dibangun dengan semangat toleransi dan kerukunan umat beragama di bawah semboyan ‘Kasih Menembus Perbedaan’.
Gubernur juga meminta umat Kristiani dan Muslim di Kabupaten Tolikara dan di seluruh Papua dan Indonesia untuk menjaga perdamaian serta tidak terprovokasi oleh isu atau berita-berita yang provokatif dan tidak berimbang.
"Saya tegaskan, dari dulu, Papua ini sangat menjaga toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Mari kita terus membangun Papua ini dalam keberagaman dan Kasih Menembus Perbedaan. Jadikan kasus ini sebagai pelajaran,” ujarnya.
Menurut ia, dirinya sendiri memang diundang panitia Seminar dan KKR Pemuda Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Internasional untuk tampil membawakan materi tentang peran pemerintah Provinsi Papua dalam membangun Gereja pada 15 Juli 2015 di Karubaga.
Sehari kemudian, gubernur dan keluarganya terbang dari Karubaga menuju kampung halamannya di Mamit, Distrik Kembu, Kabupaten Tolikara untuk berlibur.
“Dalam seminar itu, saya juga meminta para Pemuda GIDI se-Papua dan se-Indonesia, pentingnya membangun sikap toleransi, perdamaian dan keamanan demi mendukung pembangunan. Insiden ini benar-benar di luar bayangan kami. Saya melihat itu hanya kesalapahaman kecil dan emosi sesaat kedua belah pihak,” tegas Lukas.
Gubernur juga meminta kepada Pemerintah Kabupaten Tolikara, pihak keamanan (TNI/Polri) dan para pemimpin/tokoh agama untuk terus membangun komunikasi penuh kasih dan pendekatan persuasif agar kondisi Tolikara yang kini kondusif terus dipelihara dan ditingkatkan.
Sementara itu, Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Papua, Doren Wakerkwa mengatakan, Pemerintah Provinsi Papua menyayangkan terjadinya insiden Tolikara. Namun ia juga menyayangkan pemberitaan yang provokatif oleh media massa nasional dan media sosial seperti facebook dan twiter yang bersifat provokatif dan memperluas isu SARA dalam kasus ini.
“Saya sudah dapat informasi, yang terbakar itu bukan masjid, tapi mushola. Dan itu pun bukan dibakar, melainkan terbakar karena letaknya diapit oleh kios-kios yang dibakar massa. Jadi tak ada niat mushola itu dibakar. Catat itu. Saya minta dengan tegas, kejadian ini juga jadi pelajaran bagi aparat keamanan untuk bisa menahan diri dan melakukan pendekatan persuasif,” kata Doren di Ruang VIP Bandara Sentani.
Menurut Doren, yang ikut mendampingi Gubernur Lukas dalam kegiatan Seminar dan KKR Pemuda GIDI di Karubaga dan berlibur ke Mamit menegaskan, belajar dari insiden Tolikara, semua pihak di Tanah Papua hendaknya menjaga kerukunan antarumat beragama dan perdamaian sebagai pilar pembangunan. Sebab sejak dulu Papua sangat terbuka bagi masuknya orang-orang dari berbagai agama, suku dan budaya untuk membangun Papua.
Asisten I Setda Kabupaten Tolikara, Emi Enembe ketika bertemu masyarakat Kampung Mamit, Distrik Kembu, Tolikara, Minggu (19/7) mengatakan, kondisi Karubaga-Tolikara kini sudah terkendali. Oleh karena itu, ia meminta kepada semua pihak, terutama para pemuda di Distrik Kembu agar tidak ikut terprovokasi dan terus menjaga keamanan.
“Jangan bikin lagi gerakan tambahan. Kalau kita mau maju dalam pembangunan, maka paling pertama adalah keamanan harus terjaga,” kata Emi Enembe.
Di hadapan masyarakat Kampung Mamit, Emi juga berterima kasih kepada pihak RSUD Dok II Jayapura melalui Wakil Direktur Bidang Pelayanan, dr. Anton Motte yang ikut hadir saat acara bakar batu di Mamit.
“Kami akan terus kontrol dan semoga anak-anak kita yang jadi korban yang sedang dirawat di RSUD Dok II dapat pelayanan yang baik agar segera sembuh. Yang sudah meninggal, kita ucapkan turut berduka cita,” kata Emi.
Seperti diketahui bersama kericuhan di Karubaga sendiri terjadi akibat kesalahpahaman antara umat muslim yang akan melaksanakan Salat Idul Fitri 1436 dilapangan Makoramil Karubaga dengan pemuda GIDI yang sedang mengadakan seminar dan KKR selama seminggu.
Para pemuda menuntut agar kebijakan bersama umat beragama ditempat itu untuk tidak beribadah dengan menggunakan toa dapat dilaksanakan. Namun, penolakan untuk menaati kesepakatan oleh pihak muslim itu berujung pada hadangan aparat keamanan sehingga 9 orang pemuda GIDI tertembak. 1 diantaranya meninggal dunia.
Kecewa dengan sikap aparat yang represif, warga kemudian membakar puluhan kios dan perumahan milik warga pendatang baik Islam maupun Kristen di wilayah pasar Karubaga, api yang tidak dipadamkan oleh aparat itu meluber hingga ke mushola tak berijin yang dibangun para pedagang
[Jubi/Papuanesia]
“Kasus Tolikara ini kan bersifat insidental, muncul karena kesalahpahaman baik antara umat beragama maupun masyarakat dengan pihak keamanan. Tidak perlu dibesar-besarkan lagi seakan-akan kita di Papua ini tidak junjung toleransi," kata Lukas Enembe pada tabloidjubi.com, Senin (20/7/2015).
Dikatakan, selama ini Papua dibangun dengan semangat toleransi dan kerukunan umat beragama di bawah semboyan ‘Kasih Menembus Perbedaan’.
Gubernur juga meminta umat Kristiani dan Muslim di Kabupaten Tolikara dan di seluruh Papua dan Indonesia untuk menjaga perdamaian serta tidak terprovokasi oleh isu atau berita-berita yang provokatif dan tidak berimbang.
"Saya tegaskan, dari dulu, Papua ini sangat menjaga toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Mari kita terus membangun Papua ini dalam keberagaman dan Kasih Menembus Perbedaan. Jadikan kasus ini sebagai pelajaran,” ujarnya.
Menurut ia, dirinya sendiri memang diundang panitia Seminar dan KKR Pemuda Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Internasional untuk tampil membawakan materi tentang peran pemerintah Provinsi Papua dalam membangun Gereja pada 15 Juli 2015 di Karubaga.
Sehari kemudian, gubernur dan keluarganya terbang dari Karubaga menuju kampung halamannya di Mamit, Distrik Kembu, Kabupaten Tolikara untuk berlibur.
“Dalam seminar itu, saya juga meminta para Pemuda GIDI se-Papua dan se-Indonesia, pentingnya membangun sikap toleransi, perdamaian dan keamanan demi mendukung pembangunan. Insiden ini benar-benar di luar bayangan kami. Saya melihat itu hanya kesalapahaman kecil dan emosi sesaat kedua belah pihak,” tegas Lukas.
Gubernur juga meminta kepada Pemerintah Kabupaten Tolikara, pihak keamanan (TNI/Polri) dan para pemimpin/tokoh agama untuk terus membangun komunikasi penuh kasih dan pendekatan persuasif agar kondisi Tolikara yang kini kondusif terus dipelihara dan ditingkatkan.
Sementara itu, Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Papua, Doren Wakerkwa mengatakan, Pemerintah Provinsi Papua menyayangkan terjadinya insiden Tolikara. Namun ia juga menyayangkan pemberitaan yang provokatif oleh media massa nasional dan media sosial seperti facebook dan twiter yang bersifat provokatif dan memperluas isu SARA dalam kasus ini.
“Saya sudah dapat informasi, yang terbakar itu bukan masjid, tapi mushola. Dan itu pun bukan dibakar, melainkan terbakar karena letaknya diapit oleh kios-kios yang dibakar massa. Jadi tak ada niat mushola itu dibakar. Catat itu. Saya minta dengan tegas, kejadian ini juga jadi pelajaran bagi aparat keamanan untuk bisa menahan diri dan melakukan pendekatan persuasif,” kata Doren di Ruang VIP Bandara Sentani.
Menurut Doren, yang ikut mendampingi Gubernur Lukas dalam kegiatan Seminar dan KKR Pemuda GIDI di Karubaga dan berlibur ke Mamit menegaskan, belajar dari insiden Tolikara, semua pihak di Tanah Papua hendaknya menjaga kerukunan antarumat beragama dan perdamaian sebagai pilar pembangunan. Sebab sejak dulu Papua sangat terbuka bagi masuknya orang-orang dari berbagai agama, suku dan budaya untuk membangun Papua.
Asisten I Setda Kabupaten Tolikara, Emi Enembe ketika bertemu masyarakat Kampung Mamit, Distrik Kembu, Tolikara, Minggu (19/7) mengatakan, kondisi Karubaga-Tolikara kini sudah terkendali. Oleh karena itu, ia meminta kepada semua pihak, terutama para pemuda di Distrik Kembu agar tidak ikut terprovokasi dan terus menjaga keamanan.
“Jangan bikin lagi gerakan tambahan. Kalau kita mau maju dalam pembangunan, maka paling pertama adalah keamanan harus terjaga,” kata Emi Enembe.
Di hadapan masyarakat Kampung Mamit, Emi juga berterima kasih kepada pihak RSUD Dok II Jayapura melalui Wakil Direktur Bidang Pelayanan, dr. Anton Motte yang ikut hadir saat acara bakar batu di Mamit.
“Kami akan terus kontrol dan semoga anak-anak kita yang jadi korban yang sedang dirawat di RSUD Dok II dapat pelayanan yang baik agar segera sembuh. Yang sudah meninggal, kita ucapkan turut berduka cita,” kata Emi.
Seperti diketahui bersama kericuhan di Karubaga sendiri terjadi akibat kesalahpahaman antara umat muslim yang akan melaksanakan Salat Idul Fitri 1436 dilapangan Makoramil Karubaga dengan pemuda GIDI yang sedang mengadakan seminar dan KKR selama seminggu.
Para pemuda menuntut agar kebijakan bersama umat beragama ditempat itu untuk tidak beribadah dengan menggunakan toa dapat dilaksanakan. Namun, penolakan untuk menaati kesepakatan oleh pihak muslim itu berujung pada hadangan aparat keamanan sehingga 9 orang pemuda GIDI tertembak. 1 diantaranya meninggal dunia.
Kecewa dengan sikap aparat yang represif, warga kemudian membakar puluhan kios dan perumahan milik warga pendatang baik Islam maupun Kristen di wilayah pasar Karubaga, api yang tidak dipadamkan oleh aparat itu meluber hingga ke mushola tak berijin yang dibangun para pedagang
[Jubi/Papuanesia]