Kredit Macet Bank Papua Kurang dari Rp 2 Triliun
pada tanggal
Thursday, 9 July 2015
KOTA JAYAPURA – Direktur Umum dan Operasional Bank Papua, Sharly Andreas Parrangan mengakui ada kredit macet yang membelit Bank Daerah milik orang Papua dengan saham terbesar ada pada Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat serta 40 puluhan Kabupaten/Kota.
“Iya, kredit macet memang ada tapi tidak senilai 2 triliun rupiah dan kita akan selesaikan sampai akhir tahun 2015 nanti. Kalau kita bisa tagih lagi dari orangnya maka otomatis Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPM) sehingga rugi laba bisa diatasi,” kata Sharly Parrangan selaku Pjs Dirut Bank Papua yang didampingi Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan Bank Papua La Jimu saat konferensi pers di lantai 4 kantor cabang utama Bank Papua, Kota Jayapura, Rabu (8/7).
Dikatakan Parrangan, kredit macet atau penurunan kualitas kredit bisnis jasa perbankan karena pembayaran angsuran kurang lancar dan yang paling parah lagi kalau kredit itu macet dengan konsekuensinya harus diselesaikan oleh Bank Papua.
“Ada beberapa dari jumlah kredit yang sangat besar pengaruhnya akan kita dahulukan. Ini akan kita lakukan secara bertahap. Kalau tidak bisa mengangsur maka bangunannya yang akan kita jual,” tegas Parrangan.
Selain itu, lanjut Sharly, Bank Papua juga akan dilakukan monitoring harian pergerakan NPL (Non Performing Loan atau Kredit berkualitas rendah) dan pemetaan NPL seluruh kantor cabang.
“Kami akan fokus pada target penyelesaian action plan setiap bulan sampai dengan November 2015 dan juga evaluasi kerja tim dan disampaikan dalam bentuk laporan ke Otoritas Jasa Keuangan dan tembusan ke Direksi dan Komisaris,” ujarnya.
Namun, diakui Parrangan, dari 20 Bank yang ada di Papua hampir 40 persen kreditur di kuasai oleh Bank Papua, dalam artian bank daerah ini sudah banyak mendominasi share dibandingkan bank yang lain.
Terkait kredit macet pembangunan ruas jalan tol di Surabaya yang dikatakan terjerat kredit macet dari Bank Papua sebesar 2 triliun rupiah, Sharly Parangan berdalih bahwa sebenarnya tidak ada masalah dalam pembangunannya karena ada beberapa skin atau sektor yang difasilitasi seperti kontraktor, jalan tol, investasi dan juga tenaga kerja.
“Berbicara mengenai pembangunan jalan tol ini, Bank Papua tidaklah sendiri akan tetapi juga menggandeng Bank yang lain di luar Bank Papua,” ungkapnya.
Pejabat sementara Dirut Bank Papua ini membantah ada dugaan kredit macet senilai 2 triliun rupiah di Bank Daerah yang rencana menuju Bank devisa. “Iya, memang total kreditnya 2 triliun rupiah tetapi belum tentu semuanya macet dan besarannya tidak sampai segitu,” terangnya.
Bagaimana hubungan harmonis antara Bank Papua antara Pemerintah Papua dan Papua, Sharly menjelaskan, keadaan Bank Papua sampai saat ini masih berjalan normal dan beroperasi sebagaimana mestinya.
“Dalam dunia bisnis perbankan kualitas kredit yang menurun itu hal yang wajar,” bebernya. [WiyaiNews]
“Iya, kredit macet memang ada tapi tidak senilai 2 triliun rupiah dan kita akan selesaikan sampai akhir tahun 2015 nanti. Kalau kita bisa tagih lagi dari orangnya maka otomatis Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPM) sehingga rugi laba bisa diatasi,” kata Sharly Parrangan selaku Pjs Dirut Bank Papua yang didampingi Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan Bank Papua La Jimu saat konferensi pers di lantai 4 kantor cabang utama Bank Papua, Kota Jayapura, Rabu (8/7).
Dikatakan Parrangan, kredit macet atau penurunan kualitas kredit bisnis jasa perbankan karena pembayaran angsuran kurang lancar dan yang paling parah lagi kalau kredit itu macet dengan konsekuensinya harus diselesaikan oleh Bank Papua.
“Ada beberapa dari jumlah kredit yang sangat besar pengaruhnya akan kita dahulukan. Ini akan kita lakukan secara bertahap. Kalau tidak bisa mengangsur maka bangunannya yang akan kita jual,” tegas Parrangan.
Selain itu, lanjut Sharly, Bank Papua juga akan dilakukan monitoring harian pergerakan NPL (Non Performing Loan atau Kredit berkualitas rendah) dan pemetaan NPL seluruh kantor cabang.
“Kami akan fokus pada target penyelesaian action plan setiap bulan sampai dengan November 2015 dan juga evaluasi kerja tim dan disampaikan dalam bentuk laporan ke Otoritas Jasa Keuangan dan tembusan ke Direksi dan Komisaris,” ujarnya.
Namun, diakui Parrangan, dari 20 Bank yang ada di Papua hampir 40 persen kreditur di kuasai oleh Bank Papua, dalam artian bank daerah ini sudah banyak mendominasi share dibandingkan bank yang lain.
Terkait kredit macet pembangunan ruas jalan tol di Surabaya yang dikatakan terjerat kredit macet dari Bank Papua sebesar 2 triliun rupiah, Sharly Parangan berdalih bahwa sebenarnya tidak ada masalah dalam pembangunannya karena ada beberapa skin atau sektor yang difasilitasi seperti kontraktor, jalan tol, investasi dan juga tenaga kerja.
“Berbicara mengenai pembangunan jalan tol ini, Bank Papua tidaklah sendiri akan tetapi juga menggandeng Bank yang lain di luar Bank Papua,” ungkapnya.
Pejabat sementara Dirut Bank Papua ini membantah ada dugaan kredit macet senilai 2 triliun rupiah di Bank Daerah yang rencana menuju Bank devisa. “Iya, memang total kreditnya 2 triliun rupiah tetapi belum tentu semuanya macet dan besarannya tidak sampai segitu,” terangnya.
Bagaimana hubungan harmonis antara Bank Papua antara Pemerintah Papua dan Papua, Sharly menjelaskan, keadaan Bank Papua sampai saat ini masih berjalan normal dan beroperasi sebagaimana mestinya.
“Dalam dunia bisnis perbankan kualitas kredit yang menurun itu hal yang wajar,” bebernya. [WiyaiNews]