Kementerian PUPR Suntik Rp13,4 Triliun Tekan Kemahalan Harga
pada tanggal
Thursday, 23 July 2015
JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memiliki tiga skenario untuk menekan harga kebutuhan pokok yang mahal di Papua, terutama di wilayah Pegunungan Papua. Mahalnya harga-harga kebutuhan pokok seperti semen yang dibenderol Rp2 juta per sak di kawasan Pegunungan Tengah Papua telah menyebabkan lambatnya pelayanan pembangunan ke masyarakat di pedalaman Papua.
Adapun, tiga skenario tersebut yang pertama, mempercepat ketersediaan infrastruktur dasar wilayah. Kedua, mendekatkan sentra-sentra produksi berpola hilirisasi pertanian, kehutanan dan pertambangan. Dan ketiga, merumuskan regulasi yang bersifat afirmatif dalam pembangunan infrastruktur di Pulau Papua.
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Velix Wanggai mengatakan, guna merealisasikan komitmen itu, dalam Tahun Anggaran (TA) 2015 ini, Kementerian PUPR mengalokasikan dana ke Papua dan Papua Barat sekitar Rp9,5 triliunan dari sektor APBN Pusat dan Dana Alokasi Khusus (DAK Infrastruktur) sebesar Rp3,9 triliunan.
“Alokasi itu untuk jalan dan jembatan, air minum, sanitasi, pengairan, dan infrastruktur permukiman,” papar Velix dilansir dari Setkab, Jakarta, Kamis (23/7).
Velix mengingatkan, dalam lima tahun ke depan, Pemerintah menetapkan 5 Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat di Provinsi Papua. Hal itu mencakup wilayah adat Saereri (wilayah Kepulauan Teluk Cenderawasih), wilayah adat Mamta (Kabupaten Mamberamo hingga Kota Jayapura), wilayah adat Me Pago (di wilayah Pegunungan Tengah sisi barat). Sedangkan, 2 KPE wilayah adat lainnya adalah wilayah La Pago (wilayah Pegunungan Tengah sisi timur) dan wilayah adat Ha’anim (Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digul).
Sejalan dengan pendekatan wilayah adat ini, kata Velix, Menteri PUPR Basuki Hadimuldjono menargetkan dalam 3 (tiga) tahun ke depan Trans Papua dapat menghubungkan 5 wilayah adat.
Velix menunjuk contoh misalnya, di wilayah adat Mamta, dibangun jalan Depapre-Bongkrang, Jayapura-Wamena-Mulia dan jembatan Holtekamp. Adapun di wilayah adat Me Pago dan La Pago dibangun ruas jalan Enarotali-Tiom dan akses jalan ke Pegunungan Tengah ke selatan Papua melalui jalan Wamena-Habema-Kenyam.
Demikian pula, Kementerian PUPR mempercepat reklamasi Rawa Kurik, dan pembangunan embung dan irigasi untuk mendukung Merauke sebagai lumbung pangan nasional di wilayah adat Ha-anim.
Untuk Provinsi Papua Barat, menurut Velix, Kementerian PUPR akan mempercepat akses jalan di Kawasan Industri Teluk Bintuni dan Kawasan Arar Sorong, peningkatan jalan ke kawasan peternakan di Bomberai Fakfak, maupun peningkatan kualitas jalan Manokwari-Bintuni dan kawasan Pegunungan Arfak.
“Dalam menangani jalan di kawasan Pegunungan ini, Menteri Basuki telah mengunjungi akses jalan di Kabupaten Ilaga Papua dan Kabupaten Pegunungan Arfak di Papua Barat beberapa waktu lalu,” tambahnya.
Oleh karena itu, kata Velix, Kementerian PUPR berharap dengan tiga scenario itu akan dapat menurunkan harga dan menggerakan ekonomi regional Papua, sekaligus sebagai simbol hadirnya negara di kawasan-kawasan pinggiran di Tanah Air. [Okezone]
Adapun, tiga skenario tersebut yang pertama, mempercepat ketersediaan infrastruktur dasar wilayah. Kedua, mendekatkan sentra-sentra produksi berpola hilirisasi pertanian, kehutanan dan pertambangan. Dan ketiga, merumuskan regulasi yang bersifat afirmatif dalam pembangunan infrastruktur di Pulau Papua.
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Velix Wanggai mengatakan, guna merealisasikan komitmen itu, dalam Tahun Anggaran (TA) 2015 ini, Kementerian PUPR mengalokasikan dana ke Papua dan Papua Barat sekitar Rp9,5 triliunan dari sektor APBN Pusat dan Dana Alokasi Khusus (DAK Infrastruktur) sebesar Rp3,9 triliunan.
“Alokasi itu untuk jalan dan jembatan, air minum, sanitasi, pengairan, dan infrastruktur permukiman,” papar Velix dilansir dari Setkab, Jakarta, Kamis (23/7).
Velix mengingatkan, dalam lima tahun ke depan, Pemerintah menetapkan 5 Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat di Provinsi Papua. Hal itu mencakup wilayah adat Saereri (wilayah Kepulauan Teluk Cenderawasih), wilayah adat Mamta (Kabupaten Mamberamo hingga Kota Jayapura), wilayah adat Me Pago (di wilayah Pegunungan Tengah sisi barat). Sedangkan, 2 KPE wilayah adat lainnya adalah wilayah La Pago (wilayah Pegunungan Tengah sisi timur) dan wilayah adat Ha’anim (Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digul).
Sejalan dengan pendekatan wilayah adat ini, kata Velix, Menteri PUPR Basuki Hadimuldjono menargetkan dalam 3 (tiga) tahun ke depan Trans Papua dapat menghubungkan 5 wilayah adat.
Velix menunjuk contoh misalnya, di wilayah adat Mamta, dibangun jalan Depapre-Bongkrang, Jayapura-Wamena-Mulia dan jembatan Holtekamp. Adapun di wilayah adat Me Pago dan La Pago dibangun ruas jalan Enarotali-Tiom dan akses jalan ke Pegunungan Tengah ke selatan Papua melalui jalan Wamena-Habema-Kenyam.
Demikian pula, Kementerian PUPR mempercepat reklamasi Rawa Kurik, dan pembangunan embung dan irigasi untuk mendukung Merauke sebagai lumbung pangan nasional di wilayah adat Ha-anim.
Untuk Provinsi Papua Barat, menurut Velix, Kementerian PUPR akan mempercepat akses jalan di Kawasan Industri Teluk Bintuni dan Kawasan Arar Sorong, peningkatan jalan ke kawasan peternakan di Bomberai Fakfak, maupun peningkatan kualitas jalan Manokwari-Bintuni dan kawasan Pegunungan Arfak.
“Dalam menangani jalan di kawasan Pegunungan ini, Menteri Basuki telah mengunjungi akses jalan di Kabupaten Ilaga Papua dan Kabupaten Pegunungan Arfak di Papua Barat beberapa waktu lalu,” tambahnya.
Oleh karena itu, kata Velix, Kementerian PUPR berharap dengan tiga scenario itu akan dapat menurunkan harga dan menggerakan ekonomi regional Papua, sekaligus sebagai simbol hadirnya negara di kawasan-kawasan pinggiran di Tanah Air. [Okezone]