Gereja Katolik Prihatin dengan Kodisi Tanah Papua
pada tanggal
Monday, 13 July 2015
KOTA JAYAPURA - Gereja Katolik se tanah Papua menyatakan keprihatinannya terhadap persoalan pendidikan, kesehatan, kejahatan yang selama ini mencuat dan merajalela di seluruh Tanah Papua.
Pernyataan ini disampaikan para imam Gereja Katolik dari Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Asmat, Keuskupan Timika, Keuskupan Manokwari-Sorong dan Keuskupan Jayapura, setelah mengadakan temu Imam Diosesan di Jayapura pada 30 Juni hingga 5 Juli 2015 lalu.
"Pada kesempatan itu, kami mengangkat sejumlah hal yang menjadi keprihatinan dengan harapan akan menjadi perhatian bersama oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat," kata RD Neles Tebay dari Keusukupan Jayapura mewakili puluhan pastor lainnya di Kota Jayapura, Papua, Senin (13/7).
Menurut dia, selama pertemuan itu ke 75 pastor se Tanah Papua ini membuat refleksi pribadi dan saling memperkaya satu sama lain, melalui kehadiran, doa, dan studi bersama.
Kemudian berdasarkan pelayanan umat atau masyarakat yang hidup di pulau-pulau, pesisir pantai, dataran rendah dan lereng-lereng gunung dalam wilayah Papua dan Papua Barat ada sejumlah hal yang mereka temui dan rasakan langsung.
"Melalui ceramah, sharing berdua, diskusi kelompok dan pleno, kami mendalami suka duka umat atau masyarakat di tanah Papua dalam terang kitab suci dan ajaran sosial gereja," katanya.
Neles Tebay menyebutkan pemerintah memang berhasil membangun gedung-gedung sekolah, baik untuk SD hingga SMA dari kota hingga di kampung-kampung terpencil dan terisolir.
Namun, proses belajar mengajar tidak berjalan baik karena tidak ada guru yang mengajar sehingga anak-anak usia sekolah tidak mendapatkan haknya dan terpaksa diluluskan sekalipun tidak tahu membaca dan menulis.
"Kami tidak bisa menerima situasi dan kenyataan ini, karena jelas-jelas merupakan pembiaran, penipuan, pembodohan dan pembunuhan karakter," kata dia. [Antara]
Pernyataan ini disampaikan para imam Gereja Katolik dari Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Asmat, Keuskupan Timika, Keuskupan Manokwari-Sorong dan Keuskupan Jayapura, setelah mengadakan temu Imam Diosesan di Jayapura pada 30 Juni hingga 5 Juli 2015 lalu.
"Pada kesempatan itu, kami mengangkat sejumlah hal yang menjadi keprihatinan dengan harapan akan menjadi perhatian bersama oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat," kata RD Neles Tebay dari Keusukupan Jayapura mewakili puluhan pastor lainnya di Kota Jayapura, Papua, Senin (13/7).
Menurut dia, selama pertemuan itu ke 75 pastor se Tanah Papua ini membuat refleksi pribadi dan saling memperkaya satu sama lain, melalui kehadiran, doa, dan studi bersama.
Kemudian berdasarkan pelayanan umat atau masyarakat yang hidup di pulau-pulau, pesisir pantai, dataran rendah dan lereng-lereng gunung dalam wilayah Papua dan Papua Barat ada sejumlah hal yang mereka temui dan rasakan langsung.
"Melalui ceramah, sharing berdua, diskusi kelompok dan pleno, kami mendalami suka duka umat atau masyarakat di tanah Papua dalam terang kitab suci dan ajaran sosial gereja," katanya.
Neles Tebay menyebutkan pemerintah memang berhasil membangun gedung-gedung sekolah, baik untuk SD hingga SMA dari kota hingga di kampung-kampung terpencil dan terisolir.
Namun, proses belajar mengajar tidak berjalan baik karena tidak ada guru yang mengajar sehingga anak-anak usia sekolah tidak mendapatkan haknya dan terpaksa diluluskan sekalipun tidak tahu membaca dan menulis.
"Kami tidak bisa menerima situasi dan kenyataan ini, karena jelas-jelas merupakan pembiaran, penipuan, pembodohan dan pembunuhan karakter," kata dia. [Antara]