Gereja Injili di Indonesia (GIdI) Minta Maaf
pada tanggal
Tuesday, 21 July 2015
KARUBAGA (TOLIKARA) - Presiden Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIdI), Pendeta Dorman Wandikmbo meminta maaf kepada umat muslim atas insiden penyerangan di Karubaga, Tolikara saat digelarnya Salat Id.
"Saya atas nama GIDI meminta maaf kepada umat muslim yang ada di Tolikara," kata Dorman kepada wartawan di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Sabtu (18/7).
Menurut dia, selama ini umat Islam dan Kristen di Tolikara hidup rukun dan tak pernah sekalipun terjadi perselisihan. Dorman juga meluruskan terkait adanya surat edaran GIDI yang disebut melarang digelarnya Salat Id di Tolikara.
Dia mengakui bahwa surat itu memang ada dan dikeluarkan oleh Ketua Klasis dan Ketua Wilayah GIDI Tolikara. Isi surat tersebut adalah melarang dilakukannya salat Id di lapangan terbuka.
Alasannya karena bersamaan waktunya dengan digelarnya ibadah dan seminar internasional GIDI di Kabupaten Tolikara. Peserta seminar tak hanya dari wilayah Papua, melainkan dari seluruh Indonesia.
Setelah surat tersebut keluar Kapolres Tolikara AKBP Soeroso kemudian berkoordinasi dengan Presiden GIDI Dorman Wandikmbo dan Bupati Tolikara Usman Wanimbo. Mereka kemudian menyarankan agar Salat Id dilakukan di dalam musala saja.
"Memang kami menyadari selaku umat beragama kita tidak bisa melarang orang beribadah, untuk itu kami sarankan agar Salat Id tidak dilaksanakan di lapangan terbuka," kata Pdt. Dorman Wandikbo, Sabtu (18/7) di Tolikara.
Saat ini kepolisian tengah menelusuri keterkaitan antara surat edaran GIDI tersebut dengan insiden penyerangan di Tolikara.
Semua pihak menyesalkan terjadinya aksi penyerangan sekelompok orang terhadap warga yang akan menggelar Salat Idul Fitri 1436 H di Karubaga, Tolikara, Papua Jumat (17/7) lalu.
Apalagi selama ini toleransi antar umat beraga di kota yang genap berusia 13 tahun pada 30 Juni 2015 itu cukup baik.
Hal itu dikatakan oleh seorang tokoh muslim di Tolikara Haji Ali Muhtar. Selama 9 tahun menjadi minoritas di Tolikara, umat muslim merasa aman.
Umat muslim di Tolikara bisa dengan leluasa beribadah, termasuk saat menggelar Salat Idul Fitri maupun Idul Adha.
"Kami selama sembilan tahun di sini (merasa) aman," kata Haji Ali kepada wartawan di Karubaga, Sabtu (18/7).
Haji Ali mengaku baru kali ini saja terjadi penyerangan saat umat muslim menggelar Salat Id. Itu pun terjadi karena adanya kesalahpahaman. [Detik]
"Saya atas nama GIDI meminta maaf kepada umat muslim yang ada di Tolikara," kata Dorman kepada wartawan di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Sabtu (18/7).
Menurut dia, selama ini umat Islam dan Kristen di Tolikara hidup rukun dan tak pernah sekalipun terjadi perselisihan. Dorman juga meluruskan terkait adanya surat edaran GIDI yang disebut melarang digelarnya Salat Id di Tolikara.
Dia mengakui bahwa surat itu memang ada dan dikeluarkan oleh Ketua Klasis dan Ketua Wilayah GIDI Tolikara. Isi surat tersebut adalah melarang dilakukannya salat Id di lapangan terbuka.
Alasannya karena bersamaan waktunya dengan digelarnya ibadah dan seminar internasional GIDI di Kabupaten Tolikara. Peserta seminar tak hanya dari wilayah Papua, melainkan dari seluruh Indonesia.
Setelah surat tersebut keluar Kapolres Tolikara AKBP Soeroso kemudian berkoordinasi dengan Presiden GIDI Dorman Wandikmbo dan Bupati Tolikara Usman Wanimbo. Mereka kemudian menyarankan agar Salat Id dilakukan di dalam musala saja.
"Memang kami menyadari selaku umat beragama kita tidak bisa melarang orang beribadah, untuk itu kami sarankan agar Salat Id tidak dilaksanakan di lapangan terbuka," kata Pdt. Dorman Wandikbo, Sabtu (18/7) di Tolikara.
Saat ini kepolisian tengah menelusuri keterkaitan antara surat edaran GIDI tersebut dengan insiden penyerangan di Tolikara.
Semua pihak menyesalkan terjadinya aksi penyerangan sekelompok orang terhadap warga yang akan menggelar Salat Idul Fitri 1436 H di Karubaga, Tolikara, Papua Jumat (17/7) lalu.
Apalagi selama ini toleransi antar umat beraga di kota yang genap berusia 13 tahun pada 30 Juni 2015 itu cukup baik.
Hal itu dikatakan oleh seorang tokoh muslim di Tolikara Haji Ali Muhtar. Selama 9 tahun menjadi minoritas di Tolikara, umat muslim merasa aman.
Umat muslim di Tolikara bisa dengan leluasa beribadah, termasuk saat menggelar Salat Idul Fitri maupun Idul Adha.
"Kami selama sembilan tahun di sini (merasa) aman," kata Haji Ali kepada wartawan di Karubaga, Sabtu (18/7).
Haji Ali mengaku baru kali ini saja terjadi penyerangan saat umat muslim menggelar Salat Id. Itu pun terjadi karena adanya kesalahpahaman. [Detik]