Eltinus Omaleng Dinilai Tidak Berhak Kelola Dana 1 Persen dari Freeport Indonesia
pada tanggal
Sunday, 12 July 2015
TIMIKA (MIMIKA) - Tokoh masyarakat Suku Amungme Andreas Anggaibak menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Mimika yang dipimpin Eltinus Omaleng tidak berhak mengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia dalam pemberdayaan masyarakat asli Amungme dan Kamoro.
"Pak Bupati Mimika membicarakan bahwa Pemda mau ambil alih pengelolaan dana satu persen. Saya tegaskan, tidak mungkin dana itu diambil alih oleh pihak lain, termasuk Pemda Mimika," kata Anggaibak di Timika, Sabtu (10/7).
Mantan Ketua DPRD Mimika periode 2000-2004 itu mengatakan dana kemitraan dari PT Freeport yang dulu disebut sebagai dana satu persen merupakan hak masyarakat. Dana itu, katanya, sepenuhnya harus dikelola oleh masyarakat sendiri, bukan oleh pemerintah.
"Sebab dana itu hasil perjuangan masyarakat sejak 14 tahun lalu. Saya tegaskan dana satu persen itu siapapun tidak punya hak untuk mengambil alih," kata Anggaibak.
Ia malah mempertanyakan motivasi apa dibalik sikap ngotot Pemkab Mimika untuk mengambil alih pengelolaan dana kemitraan dari PT Freeport yang selama ini dikelola oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK).
Menurut Anggaibak, Pemkab Mimika sudah memiliki alokasi anggaran yang sangat besar dengan APBD mencapai Rp2,2 triliun pada tahun anggaran 2015.
Dengan alokasi anggaran yang sangat besar itu, katanya, seharusnya Pemkab Mimika bisa mendorong gerak laju pembangunan masyarakat hingga ke kampung-kampung pedalaman.
"Jika saja dana (APBD) yang sangat besar itu (Rp2,2 triliun) dikelola dengan baik, sudah tentu akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Mimika," kata Anggaibak.
Ironisnya, kendati Kabupaten Mimika memiliki alokasi anggaran terbesar se Papua, namun hingga kini rakyatnya belum sepenuhnya sejahtera.
Dalam kenyataan di lapangan, masyarakat yang bermukim di kampung-kampung pedalaman justru lebih merasakan sentuhan pembangunan melalui keterlibatan LPMAK dalam berbagai program di bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
"Faktanya seperti itu, masyarakat bisa merasakan pembangunan karena ada dukungan program dari LPMAK yang selama ini mengelola dana kemitraan dari PT Freeport," jelasnya.
Di kalangan masyarakat, terutama Suku Amungme, juga terbelah menjadi dua kelompok saat pembicaraan soal dana tersebut.
Ada satu kelompok yang menghendaki menerima dana sebesar 10 persen dari pendapatan kotor PT Freeport. Sedangkan kelompok yang dipimpin oleh Andreas Anggaibak sendiri melalui Yayasan Amungkal setuju menerima alokasi satu persen dari pendapatan kotor PT Freeport.
"Saya menjabat direktur pertama Yayasan Amungkal memenangkan sengketa dana satu persen melalui pengadilan di Amerika Serikat. Karena sudah melalui putusan pengadilan, saya tegaskan bahwa dana satu persen tidak bisa dipindah-tangankan. Saya tidak mau hanya karena gara-gara dana satu persen lalu orang Amungme dipisah-pisah," ujarnya.
Sejak 1996, lembaga yang mengelola dana satu persen dari PT Freeport beberapa kali direposisi dan direstrukturisasi. [Antara]
"Pak Bupati Mimika membicarakan bahwa Pemda mau ambil alih pengelolaan dana satu persen. Saya tegaskan, tidak mungkin dana itu diambil alih oleh pihak lain, termasuk Pemda Mimika," kata Anggaibak di Timika, Sabtu (10/7).
Mantan Ketua DPRD Mimika periode 2000-2004 itu mengatakan dana kemitraan dari PT Freeport yang dulu disebut sebagai dana satu persen merupakan hak masyarakat. Dana itu, katanya, sepenuhnya harus dikelola oleh masyarakat sendiri, bukan oleh pemerintah.
"Sebab dana itu hasil perjuangan masyarakat sejak 14 tahun lalu. Saya tegaskan dana satu persen itu siapapun tidak punya hak untuk mengambil alih," kata Anggaibak.
Ia malah mempertanyakan motivasi apa dibalik sikap ngotot Pemkab Mimika untuk mengambil alih pengelolaan dana kemitraan dari PT Freeport yang selama ini dikelola oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK).
Menurut Anggaibak, Pemkab Mimika sudah memiliki alokasi anggaran yang sangat besar dengan APBD mencapai Rp2,2 triliun pada tahun anggaran 2015.
Dengan alokasi anggaran yang sangat besar itu, katanya, seharusnya Pemkab Mimika bisa mendorong gerak laju pembangunan masyarakat hingga ke kampung-kampung pedalaman.
"Jika saja dana (APBD) yang sangat besar itu (Rp2,2 triliun) dikelola dengan baik, sudah tentu akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Mimika," kata Anggaibak.
Ironisnya, kendati Kabupaten Mimika memiliki alokasi anggaran terbesar se Papua, namun hingga kini rakyatnya belum sepenuhnya sejahtera.
Dalam kenyataan di lapangan, masyarakat yang bermukim di kampung-kampung pedalaman justru lebih merasakan sentuhan pembangunan melalui keterlibatan LPMAK dalam berbagai program di bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
"Faktanya seperti itu, masyarakat bisa merasakan pembangunan karena ada dukungan program dari LPMAK yang selama ini mengelola dana kemitraan dari PT Freeport," jelasnya.
Di kalangan masyarakat, terutama Suku Amungme, juga terbelah menjadi dua kelompok saat pembicaraan soal dana tersebut.
Ada satu kelompok yang menghendaki menerima dana sebesar 10 persen dari pendapatan kotor PT Freeport. Sedangkan kelompok yang dipimpin oleh Andreas Anggaibak sendiri melalui Yayasan Amungkal setuju menerima alokasi satu persen dari pendapatan kotor PT Freeport.
"Saya menjabat direktur pertama Yayasan Amungkal memenangkan sengketa dana satu persen melalui pengadilan di Amerika Serikat. Karena sudah melalui putusan pengadilan, saya tegaskan bahwa dana satu persen tidak bisa dipindah-tangankan. Saya tidak mau hanya karena gara-gara dana satu persen lalu orang Amungme dipisah-pisah," ujarnya.
Sejak 1996, lembaga yang mengelola dana satu persen dari PT Freeport beberapa kali direposisi dan direstrukturisasi. [Antara]