DPRD Dogiyai TUding BPKP dan BPK Tidak Bekerja Maksimal
pada tanggal
Thursday, 16 July 2015
KOTA JAYAPURA - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Dogiyai menuding Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Papua tak bekerja maksimal dengan banyaknya kasus korupsi di Papua.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Dogiyai, Markus Waine menuturkan selama ini kinerja BPKP dan BPK hanya melakukan pelaporan diatas kertas, tanpa turun langsung ke lapangan. Apalagi saat melakukan auditor, BPKP dan BPK tak pernah melakukan koordinasi dengan DPRD setempat.
“Auditor BPKP dan BPK menjadikan Papua menjadi lahan bisnis. Terbukti selama ini, pembangunan daerah di Papua terhambat dan tertinggal jauh di bandingkan daerah lain. Misalnya saja di Kabupaten Dogiyai, banyak tindakan bupati yang tidak sesuai dengan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu,” katanya, Senin (13/7) di Jayapura.
Salah satu lemahnya auditor BPKP dan BPK, terungkap pada kasus dana Bansos Kabupaten Dogiyai yang dikorupsi oleh Bupati Dogiyai, Thomas Tigi sebanyak Rp 32 miliar, namun hasil audit BPKP dan BPK hanya menyebutkan Rp 3,7 miliyar.
Lanjut Markus, dana bansos Kabupaten Dogiyai 2012/2013 masuk ke kas daerah Dogiyai, tanpa pengetahuan oleh Lembaga DPRD Dogiy, lalu dari kas daerah pindah ke rekening bendahara rutin bupati (nondik).
Padahal dalam aturannya, tidak boleh ada anggaran lebih dari Rp 15 miliar di rekening tersebut. “Dalam rekening Koran tercatat sejumlah dana yang dicairkan untuk berobat bupati. Padahal di DPA Bupati, DPRD sudah tetapkan dana chek up bupati setiap tahunnya. Termasuk muncul dana penunjang tugas bupati. Sampai saat ini pun bupati belum ditahan tanpa ada alasan jelas,” jelasnya.
DPRD setempat mengancam akan melaporkan semua tindakan BPKP dan BPK, setelah proses peradilan kasus dana bansos Dogiyai jika tak sesuai dengan hukumannya. “Jika pengadilan sampai memvonis bebas atau dibawah 2 tahun, maka kami akan melanjutkan kasusnya ke KPK dan melaporkannya ke Presiden Jokowi,” pungkasnya. [Gatra]
Wakil Ketua Komisi A DPRD Dogiyai, Markus Waine menuturkan selama ini kinerja BPKP dan BPK hanya melakukan pelaporan diatas kertas, tanpa turun langsung ke lapangan. Apalagi saat melakukan auditor, BPKP dan BPK tak pernah melakukan koordinasi dengan DPRD setempat.
“Auditor BPKP dan BPK menjadikan Papua menjadi lahan bisnis. Terbukti selama ini, pembangunan daerah di Papua terhambat dan tertinggal jauh di bandingkan daerah lain. Misalnya saja di Kabupaten Dogiyai, banyak tindakan bupati yang tidak sesuai dengan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu,” katanya, Senin (13/7) di Jayapura.
Salah satu lemahnya auditor BPKP dan BPK, terungkap pada kasus dana Bansos Kabupaten Dogiyai yang dikorupsi oleh Bupati Dogiyai, Thomas Tigi sebanyak Rp 32 miliar, namun hasil audit BPKP dan BPK hanya menyebutkan Rp 3,7 miliyar.
Lanjut Markus, dana bansos Kabupaten Dogiyai 2012/2013 masuk ke kas daerah Dogiyai, tanpa pengetahuan oleh Lembaga DPRD Dogiy, lalu dari kas daerah pindah ke rekening bendahara rutin bupati (nondik).
Padahal dalam aturannya, tidak boleh ada anggaran lebih dari Rp 15 miliar di rekening tersebut. “Dalam rekening Koran tercatat sejumlah dana yang dicairkan untuk berobat bupati. Padahal di DPA Bupati, DPRD sudah tetapkan dana chek up bupati setiap tahunnya. Termasuk muncul dana penunjang tugas bupati. Sampai saat ini pun bupati belum ditahan tanpa ada alasan jelas,” jelasnya.
DPRD setempat mengancam akan melaporkan semua tindakan BPKP dan BPK, setelah proses peradilan kasus dana bansos Dogiyai jika tak sesuai dengan hukumannya. “Jika pengadilan sampai memvonis bebas atau dibawah 2 tahun, maka kami akan melanjutkan kasusnya ke KPK dan melaporkannya ke Presiden Jokowi,” pungkasnya. [Gatra]