Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sesalkan Pembakaran Mushola di Karubaga
pada tanggal
Saturday, 18 July 2015
JAKARTA - Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) menyesalkan terjadinya pembakaran Mushola Baitul Muttaqin di Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara, saat umat Islam setempat tengah menjalankan shalat Id, Jumat pagi (17/7).
"Kami menyesalkan kejadian tersebut. Pembakaran masjid itu tak akan terjadi jika segenap pihak menahan diri dan tidak ada yang melakukan provokasi," ujar juru bicara dan Sekretaris Kominfo, Kerjasama Antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri PP DMI Hery Sucipto, dalam rilis tertulisnya, Jumat (17/7).
Atas kejadian tersebut, pihaknya menuntut aparat keamanan mengusut dan menindak tegas pelaku pembakaran. Menurutnya, pembakaran masjid tergolong penganiayaan dan penistaan terhadap agama.
"Agama manapun tidak membenarkan pembakaran rumah ibadah. Konstitusi kita menjamin kebebasan beribadah. Oleh karena itu, aparat harus tegas," papar Hery.
DMI mengimbau umat Islam dan masyarakat umum untuk tidak terpancing ulah oknum tak bertanggungjawab. Sebab, lanjut dia, bisa saja provokasi lanjutan akan terjadi, mengingat sentimen suku, agama, ras, antargolongan (SARA) cukup efektif memunculkan konflik.
Pihaknya berharap sikap toleransi dan komunikasi yang baik terus ditumbuhkan untuk meminimalisasi salah paham dan provokasi. [Republika]
Hal senada diungkapkan jurubicara Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Benny Susetyo, ia meminta agar masyarakat tidak terpengaruh pada isu SARA atas kericuhan tersebut.
Ia berharap pemerintah segera bertindak cepat dengan membentuk tim investigasi untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Untuk seluruh umat beragama, jangan mudah terjebak pada isu agama. Ini masalah kekerasan, persoalan hukum, sehingga harus diselesaikan secara adil," ujar Benny saat dihubungi, Jumat sore.
Benny menilai ada kejanggalan dalam insiden pembakaran tempat ibadah yang baru pertama kali terjadi di wilayah tersebut. Untuk itu, ia meminta pemerintah dan polisi membentuk tim investigasi sehingga masyarakat tidak terjebak pada pendapat yang bersifat provokatif.
"Jangan sampai masalah ini menjadi keruh dengan pendapat yang provokatif. Aneh kalau peristiwa ini terjadi di Papua," kata Benny. [Republika/Kompas]
"Kami menyesalkan kejadian tersebut. Pembakaran masjid itu tak akan terjadi jika segenap pihak menahan diri dan tidak ada yang melakukan provokasi," ujar juru bicara dan Sekretaris Kominfo, Kerjasama Antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri PP DMI Hery Sucipto, dalam rilis tertulisnya, Jumat (17/7).
Atas kejadian tersebut, pihaknya menuntut aparat keamanan mengusut dan menindak tegas pelaku pembakaran. Menurutnya, pembakaran masjid tergolong penganiayaan dan penistaan terhadap agama.
"Agama manapun tidak membenarkan pembakaran rumah ibadah. Konstitusi kita menjamin kebebasan beribadah. Oleh karena itu, aparat harus tegas," papar Hery.
DMI mengimbau umat Islam dan masyarakat umum untuk tidak terpancing ulah oknum tak bertanggungjawab. Sebab, lanjut dia, bisa saja provokasi lanjutan akan terjadi, mengingat sentimen suku, agama, ras, antargolongan (SARA) cukup efektif memunculkan konflik.
Pihaknya berharap sikap toleransi dan komunikasi yang baik terus ditumbuhkan untuk meminimalisasi salah paham dan provokasi. [Republika]
Hal senada diungkapkan jurubicara Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Benny Susetyo, ia meminta agar masyarakat tidak terpengaruh pada isu SARA atas kericuhan tersebut.
Ia berharap pemerintah segera bertindak cepat dengan membentuk tim investigasi untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Untuk seluruh umat beragama, jangan mudah terjebak pada isu agama. Ini masalah kekerasan, persoalan hukum, sehingga harus diselesaikan secara adil," ujar Benny saat dihubungi, Jumat sore.
Benny menilai ada kejanggalan dalam insiden pembakaran tempat ibadah yang baru pertama kali terjadi di wilayah tersebut. Untuk itu, ia meminta pemerintah dan polisi membentuk tim investigasi sehingga masyarakat tidak terjebak pada pendapat yang bersifat provokatif.
"Jangan sampai masalah ini menjadi keruh dengan pendapat yang provokatif. Aneh kalau peristiwa ini terjadi di Papua," kata Benny. [Republika/Kompas]