Badrodin Haiti Klaim 11 Korban Penembakan adalah Pelaku Kericuhan
pada tanggal
Monday, 20 July 2015
SENTANI (JAYAPURA) - Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengklaim sebanyak 11 orang yang terkena tembakan saat kericuhan di Karubaga, Kabupaten Tolikara adalah warga yang melakukan pelemparan kepada umat muslim yang sedang melakukan salat Idul Firi di Lapangan Koramil.
Ini dikatakan Kapolri usai melihat langsung kondisi di Karubaga, dengan menegaskannya, polisi akan memeriksa ke-11 orang ini satu per satu dan jika dalam pemeriksaan memang cukup bukti maka akan diproses secara hukum.
“Identifikasi akan kami lakukan satu per satu dan apa peran 11 orang ini. Bila diantara mereka ada yang teridentifikasi, maka akan diproses,” kata kapolri pada Minggu (20/7) sore di Bandara Udara Sentani, Kabupaten Jayapura.
Dia mengatakan, sampai saat ini polisi belum menetapkan satu orang tersangka pun dalam insiden Tolikara. Menurut Kapolri, polisi tetap mencari aktor intelektual dalam kasus Tolikara.
"Polisi juga akan memproses pelaku pelemparan dan pembakaran. Dan kami minta semua pihak, baik masyarakat, tokoh gereja, aparat pemerintah daerah, tokoh adat bisa membantu penyelesaian kasus ini,” ujarnya.
Situasi cukup kondusif, kata Kapolri, hanya saja saat ini perlu diselesaikan adalah masalah pengungsi yang masih bertahan di belakang halaman Koramil di Karubaga.
“Proses rehabilitasi juga kami bicarakan dengan muspida Tolikara tadi dan ke depan akan dibangun kios permanen, supaya lebih nyaman untuk warga yang kios dan rumahnya dibakar massa. Dan dalam pertemuan tadi juga dibicarakan kedua belah pihak sepakat untuk tetap menjaga kedamaian di Tolikara,” ujarnya.
Seperti diketahui bersama kericuhan di Karubaga sendiri terjadi akibat kesalahpahaman antara umat muslim yang akan melaksanakan Salat Idul Fitri 1436 dilapangan Makoramil Karubaga dengan pemuda Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang sedang mengadakan seminar dan KKR selama seminggu.
Para pemuda menuntut agar kebijakan bersama umat beragama ditempat itu untuk tidak beribadah dengan menggunakan toa dapat dilaksanakan. Namun, penolakan untuk menaati kesepakatan oleh pihak muslim itu berujung pada hadangan aparat keamanan sehingga 9 orang pemuda GIDI tertembak. 1 diantaranya meninggal dunia.
Kecewa dengan sikap aparat yang represif, warga kemudian membakar puluhan kios dan perumahan milik warga pendatang baik Islam maupun Kristen di wilayah pasar Karubaga, api yang tidak dipadamkan oleh aparat itu meluber hingga ke mushola tak berijin yang dibangun para pedagang. [SuaraPembaruan]
Ini dikatakan Kapolri usai melihat langsung kondisi di Karubaga, dengan menegaskannya, polisi akan memeriksa ke-11 orang ini satu per satu dan jika dalam pemeriksaan memang cukup bukti maka akan diproses secara hukum.
“Identifikasi akan kami lakukan satu per satu dan apa peran 11 orang ini. Bila diantara mereka ada yang teridentifikasi, maka akan diproses,” kata kapolri pada Minggu (20/7) sore di Bandara Udara Sentani, Kabupaten Jayapura.
Dia mengatakan, sampai saat ini polisi belum menetapkan satu orang tersangka pun dalam insiden Tolikara. Menurut Kapolri, polisi tetap mencari aktor intelektual dalam kasus Tolikara.
"Polisi juga akan memproses pelaku pelemparan dan pembakaran. Dan kami minta semua pihak, baik masyarakat, tokoh gereja, aparat pemerintah daerah, tokoh adat bisa membantu penyelesaian kasus ini,” ujarnya.
Situasi cukup kondusif, kata Kapolri, hanya saja saat ini perlu diselesaikan adalah masalah pengungsi yang masih bertahan di belakang halaman Koramil di Karubaga.
“Proses rehabilitasi juga kami bicarakan dengan muspida Tolikara tadi dan ke depan akan dibangun kios permanen, supaya lebih nyaman untuk warga yang kios dan rumahnya dibakar massa. Dan dalam pertemuan tadi juga dibicarakan kedua belah pihak sepakat untuk tetap menjaga kedamaian di Tolikara,” ujarnya.
Seperti diketahui bersama kericuhan di Karubaga sendiri terjadi akibat kesalahpahaman antara umat muslim yang akan melaksanakan Salat Idul Fitri 1436 dilapangan Makoramil Karubaga dengan pemuda Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang sedang mengadakan seminar dan KKR selama seminggu.
Para pemuda menuntut agar kebijakan bersama umat beragama ditempat itu untuk tidak beribadah dengan menggunakan toa dapat dilaksanakan. Namun, penolakan untuk menaati kesepakatan oleh pihak muslim itu berujung pada hadangan aparat keamanan sehingga 9 orang pemuda GIDI tertembak. 1 diantaranya meninggal dunia.
Kecewa dengan sikap aparat yang represif, warga kemudian membakar puluhan kios dan perumahan milik warga pendatang baik Islam maupun Kristen di wilayah pasar Karubaga, api yang tidak dipadamkan oleh aparat itu meluber hingga ke mushola tak berijin yang dibangun para pedagang. [SuaraPembaruan]