Warga Jepang Penasaran dengan Noken
pada tanggal
Saturday, 13 June 2015
TOKYO (JAPAN) - Ruangan pameran Papua Week 2015 dipenuhi para pengunjung. Umumnya mereka pertama kali melihat secara langsung tas tradisional Papua, Noken, dan juga baru tahu kalau Noken tercatat sebagai Warisan Budaya Dunia di UNESCO.
"Apa sih penggunaan tas tersebut? Kok seperti itu ya bentuknya? Bahannya dari apa ya?" tanya Rumiko Koga, seorang pengunjung Papua Week 2015 di ASEAN-Japan Center di Tokyo, Sabtu (13/6).
Banyak warga Jepang yang tidak mengetahui bahwa tas tradisional masyarakat Papua yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu. Menurut Anak Kepala Suku Dani, Didimus Mabel yang ikut dalam kegiatan itu menunjukkan kerajinan itu sama dengan tas pada umumnya tas ini digunakan untuk membawa barang-barang kebutuhan sehari-hari. Tetapi ada yang besar, sehingga terkadang dipakai untuk membawa bayinya dengan menggunakan tas ini.
Sembari dijelaskan, masyarakat Papua biasanya menggunakannya untuk membawa hasil-hasil pertanian seperti sayuran, umbi-umbian dan juga untuk membawa barang-barang dagangan ke pasar. Karena keunikannya yang dibawa dengan kepala.
"Noken ini didaftarkan ke UNESCO sebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia dan pada tanggal 4 Desember 2012. Noken khas masyarakat Papua ditetapkan sebagai warisan kebudayaan tak benda UNESCO di Prancis oleh Arley Gill sebagai Ketua Komite, yang bertujuan untuk melindungi dan menggali kebudayaan tersebut," ujarnya.
Pengakuan UNESCO ini akan mendorong upaya melindungi dan mengembangkan warisan budaya Noken, yang dimiliki oleh lebih dari 250 suku bangsa di Provinsi Papua dan Papua Barat.
"Noken terbuat dari bahan baku kayu pohon Manduam, pohon Nawa atau Anggrek hutan. Masyarakat Papua biasanya menggunakan Noken untuk bermacam kegiatan. Noken yang berukuran besar dipakai untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen, barang-barang belanjaan, atau bahkan digunakan untuk menggendong anak. Sedangkan yang berukuran kecil digunakan untuk membawa barang-barang pribadi. Keunikan Noken juga difungsikan sebagai hadiah kenang-kenangan untuk tamu dan dipakai dalam upacara," jelas Didimus.
Membuat Noken cukup rumit karena tidak menggunakan mesin. Kayu tersebut diolah, dikeringkan dan kemudian dipintal menjadi benang. Variasi warna pada Noken dibuat dari pewarna alami. Proses pembuatannya bisa mencapai 1 hingga 2 minggu, untuk Noken dengan ukuran besar, bisa mencapai 3 minggu.
"Noken dibuat oleh orang perempuan Papua asli dan hanya mereka lah yang berhak membuatnya, perempuan yang menguasai pembuatan Noken menunjukkan bahwa ia telah dewasa. Jika sudah dianggap dewasa, maka perempuan Papua barulah boleh menikah," jelasnya.
Tas Noken ini asli buatan mama-mama di Papua, tas tradisional Noken ini memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan bagi masyarakat di tanah Papua terutama kebanyakan di daerah Pegunungan Tengah Papua seperti suku Mee/Ekari, Damal, Suku Yali, Dani, Suku Lani dan Bauzi.
Noken hanya dapat dibuat oleh orang Papua saja. Membuat Noken dahulu bisa melambangkan kedewasaan si perempuan itu. Karena jika perempuan papua belum bisa membuat Noken dia tidak bisa dianggap dewasa dan itu merupakan syarat untuk menikah.
"Dahulu Noken dibuat karena suku Papua membutuhkan sesuatu yang dapat memindahkan barang ke tempat yang lain. Tapi sekarang para wanita di Papua sudah jarang yang bisa membuat Noken, padahal itu adalah warisan budaya yang menarik," tukas Didimus.
Pameran Papua Week bisa melihat Noken langsung di ASEAN-Japan Center di Tokyo sampai dengan 14 Juni 2015 dari jam 10 pagi hingga jam 5 sore. Pintu ke luar A4 stasiun kereta api Onarimon Tokyo, lurus saja 1 menit sudah terlihat papan nama ASEAN-Japan Center tersebut di sebelah kanan. [Tribun]
"Apa sih penggunaan tas tersebut? Kok seperti itu ya bentuknya? Bahannya dari apa ya?" tanya Rumiko Koga, seorang pengunjung Papua Week 2015 di ASEAN-Japan Center di Tokyo, Sabtu (13/6).
Banyak warga Jepang yang tidak mengetahui bahwa tas tradisional masyarakat Papua yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu. Menurut Anak Kepala Suku Dani, Didimus Mabel yang ikut dalam kegiatan itu menunjukkan kerajinan itu sama dengan tas pada umumnya tas ini digunakan untuk membawa barang-barang kebutuhan sehari-hari. Tetapi ada yang besar, sehingga terkadang dipakai untuk membawa bayinya dengan menggunakan tas ini.
Sembari dijelaskan, masyarakat Papua biasanya menggunakannya untuk membawa hasil-hasil pertanian seperti sayuran, umbi-umbian dan juga untuk membawa barang-barang dagangan ke pasar. Karena keunikannya yang dibawa dengan kepala.
"Noken ini didaftarkan ke UNESCO sebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia dan pada tanggal 4 Desember 2012. Noken khas masyarakat Papua ditetapkan sebagai warisan kebudayaan tak benda UNESCO di Prancis oleh Arley Gill sebagai Ketua Komite, yang bertujuan untuk melindungi dan menggali kebudayaan tersebut," ujarnya.
Pengakuan UNESCO ini akan mendorong upaya melindungi dan mengembangkan warisan budaya Noken, yang dimiliki oleh lebih dari 250 suku bangsa di Provinsi Papua dan Papua Barat.
"Noken terbuat dari bahan baku kayu pohon Manduam, pohon Nawa atau Anggrek hutan. Masyarakat Papua biasanya menggunakan Noken untuk bermacam kegiatan. Noken yang berukuran besar dipakai untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen, barang-barang belanjaan, atau bahkan digunakan untuk menggendong anak. Sedangkan yang berukuran kecil digunakan untuk membawa barang-barang pribadi. Keunikan Noken juga difungsikan sebagai hadiah kenang-kenangan untuk tamu dan dipakai dalam upacara," jelas Didimus.
Membuat Noken cukup rumit karena tidak menggunakan mesin. Kayu tersebut diolah, dikeringkan dan kemudian dipintal menjadi benang. Variasi warna pada Noken dibuat dari pewarna alami. Proses pembuatannya bisa mencapai 1 hingga 2 minggu, untuk Noken dengan ukuran besar, bisa mencapai 3 minggu.
"Noken dibuat oleh orang perempuan Papua asli dan hanya mereka lah yang berhak membuatnya, perempuan yang menguasai pembuatan Noken menunjukkan bahwa ia telah dewasa. Jika sudah dianggap dewasa, maka perempuan Papua barulah boleh menikah," jelasnya.
Tas Noken ini asli buatan mama-mama di Papua, tas tradisional Noken ini memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan bagi masyarakat di tanah Papua terutama kebanyakan di daerah Pegunungan Tengah Papua seperti suku Mee/Ekari, Damal, Suku Yali, Dani, Suku Lani dan Bauzi.
Noken hanya dapat dibuat oleh orang Papua saja. Membuat Noken dahulu bisa melambangkan kedewasaan si perempuan itu. Karena jika perempuan papua belum bisa membuat Noken dia tidak bisa dianggap dewasa dan itu merupakan syarat untuk menikah.
"Dahulu Noken dibuat karena suku Papua membutuhkan sesuatu yang dapat memindahkan barang ke tempat yang lain. Tapi sekarang para wanita di Papua sudah jarang yang bisa membuat Noken, padahal itu adalah warisan budaya yang menarik," tukas Didimus.
Pameran Papua Week bisa melihat Noken langsung di ASEAN-Japan Center di Tokyo sampai dengan 14 Juni 2015 dari jam 10 pagi hingga jam 5 sore. Pintu ke luar A4 stasiun kereta api Onarimon Tokyo, lurus saja 1 menit sudah terlihat papan nama ASEAN-Japan Center tersebut di sebelah kanan. [Tribun]