Undang-Undang Otonomi Khusus Tak Mengatur Bupati Dan Wakil Asli Papua
pada tanggal
Tuesday, 30 June 2015
KOYA JAYAPURA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua menyarankan kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) dan pihak lain yang menghendaki adanya Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota harus Orang Asli Papua (OAP) perlu melakukan Judicial Review (ditunjau kembali) tentang UU Otsus Tahun 2001.
Penegasan itu disampaikan Ketua KPU Papua, Adam Arisoy, menanggapi Keputusan MRP Tentang Rekomendasi dan Resolusi Tentang Perlindungan Hak Konstitusional Orang Asli Papua Dalam Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupatiu Dan Wali Kota/Wakil Wali Kota Di Provinsi Papua.
Dijelaskan, UU Otsus tidak mengatur tentang pemilihan kepala daerah bupati dan walikota, Otsus hanya mengatur pemilihan gubernur, itu yang harus dibedakan.
Oleh karena itu, KPU akan bekerja sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
‘’Kita mau baca bolak balik dalam UU Otsus, tidak ada satupun pasal yang mengatur tentang Bupati/ Walikota dan Wakilnya Orang Asli Papua, syarat orang asli Papua dalam Otsus hanya berlaku bagi calon gubernur dan wakil gubernur sebagaimana yang diatur dalam pasal 12 huruf a UU Otsus,” ucapnya.
Kata Arisoy, tidak ada rekomendasi atau SK yang bisa kalahkan undang-undang. Maka, KPU akan bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam Negara Republik Indonesia.
Sementara itu, Anggota KPU Papua, Betty Wanane yang juga mantan anggota KPU Kota Jayapura periode 2009-2013, mengatakan Judicial Review terhadap UU Otsus sudah pernah disampaikan ketika masih menjadi anggota KPU Kota Jayapura. Tetapi sampai saat ini, tak ada satupun pihak yang melakukan Judicial Review.
Betty menjelaskan, waktu masih menjadi anggota KPU Kota, Majelis Rakyat Papua menyerahkan SK Nomor 14 Tahun 2009, kemudian KPU Kota membawa SK tersebut dalam forum KPU tingkat Provinsi dan mendapat dukungan dari beberapa Kabupaten, sehingga SK tersebut direkomendasikan untuk dibawa ke KPU Pusat.
Sehingga waktu itu, kata Betty, KPU Kota menunda tahapan pilkada Walikota Jayapura selama dua bulan.
Lanjutnya, setelah SK tersebut diserahkan, KPU pusat, Menkopolhukum dan beberapa instansi terkait melakukan rapat pleno, dan memutuskan bahwa SK tersebut tidak kuat, dan diminta agar MRP atau pihak lain yang ingin Bupati/Walikota dan Wakilnya orang asli Papua, agar melakukan Judicial Review UU Otsus ke Mahkama Konstitusi (MK).
“Pasal 12 UU Otsus bahwa kepala daerah orang asli Papua juga berlaku di Kabupaten dan Kota se Papua. Namun, sampai saat ini tidak ada yang melakukan Judicial Review, sehingga KPU tetap akan bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku,” tandas dia. [PasifikPos]
Penegasan itu disampaikan Ketua KPU Papua, Adam Arisoy, menanggapi Keputusan MRP Tentang Rekomendasi dan Resolusi Tentang Perlindungan Hak Konstitusional Orang Asli Papua Dalam Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupatiu Dan Wali Kota/Wakil Wali Kota Di Provinsi Papua.
Dijelaskan, UU Otsus tidak mengatur tentang pemilihan kepala daerah bupati dan walikota, Otsus hanya mengatur pemilihan gubernur, itu yang harus dibedakan.
Oleh karena itu, KPU akan bekerja sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
‘’Kita mau baca bolak balik dalam UU Otsus, tidak ada satupun pasal yang mengatur tentang Bupati/ Walikota dan Wakilnya Orang Asli Papua, syarat orang asli Papua dalam Otsus hanya berlaku bagi calon gubernur dan wakil gubernur sebagaimana yang diatur dalam pasal 12 huruf a UU Otsus,” ucapnya.
Kata Arisoy, tidak ada rekomendasi atau SK yang bisa kalahkan undang-undang. Maka, KPU akan bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam Negara Republik Indonesia.
Sementara itu, Anggota KPU Papua, Betty Wanane yang juga mantan anggota KPU Kota Jayapura periode 2009-2013, mengatakan Judicial Review terhadap UU Otsus sudah pernah disampaikan ketika masih menjadi anggota KPU Kota Jayapura. Tetapi sampai saat ini, tak ada satupun pihak yang melakukan Judicial Review.
Betty menjelaskan, waktu masih menjadi anggota KPU Kota, Majelis Rakyat Papua menyerahkan SK Nomor 14 Tahun 2009, kemudian KPU Kota membawa SK tersebut dalam forum KPU tingkat Provinsi dan mendapat dukungan dari beberapa Kabupaten, sehingga SK tersebut direkomendasikan untuk dibawa ke KPU Pusat.
Sehingga waktu itu, kata Betty, KPU Kota menunda tahapan pilkada Walikota Jayapura selama dua bulan.
Lanjutnya, setelah SK tersebut diserahkan, KPU pusat, Menkopolhukum dan beberapa instansi terkait melakukan rapat pleno, dan memutuskan bahwa SK tersebut tidak kuat, dan diminta agar MRP atau pihak lain yang ingin Bupati/Walikota dan Wakilnya orang asli Papua, agar melakukan Judicial Review UU Otsus ke Mahkama Konstitusi (MK).
“Pasal 12 UU Otsus bahwa kepala daerah orang asli Papua juga berlaku di Kabupaten dan Kota se Papua. Namun, sampai saat ini tidak ada yang melakukan Judicial Review, sehingga KPU tetap akan bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku,” tandas dia. [PasifikPos]