Umat di Merauke Diminta Teladani Cara Hidup Sang Budha
pada tanggal
Thursday, 4 June 2015
MERAUKE - Umat Budha yang ada di Merauke diajak untuk meneladani cara hidup Sang Budha. Ajakan ini disampaikan Kepala Kantor Departamen Agama Kabupaten Merauke Gabriel Rettobyaan, S.Ag, pada peringatan Tri Hari Suci Waisak 2559 tahun, berlangsung di Vihara Arya Dharma Jaya Merauke, Selasa (2/6).
Menurut Gabriel, Tri Hari Suci Waisak merupakan peringatan atas tiga peristiwa penting Budha Agung Gautama. Pangeran Sidharta yang mencapai Budha tersebut adalah seorang putra mahkota dan calon Budha yang hidup dalam gemerlapan duniawi. Hidup dalam suasana dunia.
Tapi suatu saat pada perenungan tentang hakekat hidup, dimana Pangeran Sidharta hidup dalam kemegahan, hidup dalam kekuasan dan kekayaan materi ternyata tidak mampu menyentuh kebahagiaan dan kedamaian yang sesungguhnya. Sikapnya tidak mampu menuntun kehidupan materi dan kehidupan duniawi yang dihiasi dengan berbagai macam materi dan tidak menuntun manusia menuju kebahagiaan duniawi dan tidak mendapatkan sebuah ketenangan bathin jika materi fokus dari segala hidup.
Karena belas kasihnya kepada semua umat manusia, kata Gabriel, mendorong Pangeran Sidharta menjadi seorang pertapa untuk mendapatkan sebuah formula yang tepat untuk mencapai kebahagiaan abadi.
‘’Dia merenungkan dan membutuhkan waktu serta mengasingkan diri dari suasana dunia dengan menciptakan suatu keheningan dan pertapaan untuk menemukan inti dirinya yang sesungguhnya sebagai sebuah pemulihan diri dan pemulihan bathin,’’ katanya.
Selama enam tahun, Pageran Sidharta menjadi petapa di tengah rimba belantara Pengunungan Himalaya sehingga di suatu bulan purnama di bulan Waisak, Sidharta Gautama mencapai tujuan dan cita-citanya yakni kesempurnaan menjadi seorang manusia Budha sebagai gelar kesucian bagi manusia yang bathinnya terbebas dari segala kekotoran.
‘’Sang Budha kemudian membeberkan ajarannya yang disebut Dharma agar manusia terbebas dari segala macam bentuk penderitaan dan permasalahan-permasalahan hidupnya,’’ jelasnya.
Menurut Gabriel, Sidharta Gautama yang menjadi Budha tersebut telah menjadi guru Agung bagi manusia dan para dewa sehingga pantas untuk diteladani. ‘’Santg Budha memang sudah lama tidak ada, tapi ajarannya menjadi warisan semesta alam dan warisan semua mahluk dan kita semua adalah bagian dair warisan Sang Budha tanpa mengenal latar belakang suku, agama dan budaya. Cara hidup Sang Budha menjadi teladan bagi kita semua,’’ katanya.
Pada peringatan Hari Tri Suci Waisak tersebut, Umat Budha Merauke tidak hanya melakukan sembahyang di Vihara tersebut tapi juga membagikan paket sembako kepada warga kurang mampu yang ada di sekitar Vihara. Tidak kurang dari 280 paket sembako dibagikan.
Pemandangan lainnya pada peringatan Tri Hari Suci Waisak tersebut adalah untuk pertama kalinya, Umat Budha Merauke mengundang tokoh agama lainnya yang tergabung dalam Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Merauke dan dari pihak Departemen Agama Merauke menggelar ramah tama dan silahturahmi.
‘’Saya merasa bahagia ketika hari ini bisa duduk bersama dengan komunitas Umat Budha. Ini harus menjadi awal yang baik untuk kita memikirkan secara bersama bahwa sudah waktunya kita tidak berjalan sendiri dan merobohkan semua dinding-dinding yang membatasi kita untuk melangkah bergabung dengan komunitas lain. Karena dalam kehidupan Sang Budha sudah sangat jelas mau membuka diri untuk manusia lain dengan meninggalkan ajarannya kepada manusia, meninggalkan keteladanan hidupnya kepada mereka supaya bisa belajar bagaimana menyatu dengan alam dan manusia,’’ kata Gabriel.
Sembahyang Tri Hari Suci Waisak di Vihara tersebut dimulai pukul 08.00 WIT, dilanjutkan dengan rama tamah. [InfoPublik]
Menurut Gabriel, Tri Hari Suci Waisak merupakan peringatan atas tiga peristiwa penting Budha Agung Gautama. Pangeran Sidharta yang mencapai Budha tersebut adalah seorang putra mahkota dan calon Budha yang hidup dalam gemerlapan duniawi. Hidup dalam suasana dunia.
Tapi suatu saat pada perenungan tentang hakekat hidup, dimana Pangeran Sidharta hidup dalam kemegahan, hidup dalam kekuasan dan kekayaan materi ternyata tidak mampu menyentuh kebahagiaan dan kedamaian yang sesungguhnya. Sikapnya tidak mampu menuntun kehidupan materi dan kehidupan duniawi yang dihiasi dengan berbagai macam materi dan tidak menuntun manusia menuju kebahagiaan duniawi dan tidak mendapatkan sebuah ketenangan bathin jika materi fokus dari segala hidup.
Karena belas kasihnya kepada semua umat manusia, kata Gabriel, mendorong Pangeran Sidharta menjadi seorang pertapa untuk mendapatkan sebuah formula yang tepat untuk mencapai kebahagiaan abadi.
‘’Dia merenungkan dan membutuhkan waktu serta mengasingkan diri dari suasana dunia dengan menciptakan suatu keheningan dan pertapaan untuk menemukan inti dirinya yang sesungguhnya sebagai sebuah pemulihan diri dan pemulihan bathin,’’ katanya.
Selama enam tahun, Pageran Sidharta menjadi petapa di tengah rimba belantara Pengunungan Himalaya sehingga di suatu bulan purnama di bulan Waisak, Sidharta Gautama mencapai tujuan dan cita-citanya yakni kesempurnaan menjadi seorang manusia Budha sebagai gelar kesucian bagi manusia yang bathinnya terbebas dari segala kekotoran.
‘’Sang Budha kemudian membeberkan ajarannya yang disebut Dharma agar manusia terbebas dari segala macam bentuk penderitaan dan permasalahan-permasalahan hidupnya,’’ jelasnya.
Menurut Gabriel, Sidharta Gautama yang menjadi Budha tersebut telah menjadi guru Agung bagi manusia dan para dewa sehingga pantas untuk diteladani. ‘’Santg Budha memang sudah lama tidak ada, tapi ajarannya menjadi warisan semesta alam dan warisan semua mahluk dan kita semua adalah bagian dair warisan Sang Budha tanpa mengenal latar belakang suku, agama dan budaya. Cara hidup Sang Budha menjadi teladan bagi kita semua,’’ katanya.
Pada peringatan Hari Tri Suci Waisak tersebut, Umat Budha Merauke tidak hanya melakukan sembahyang di Vihara tersebut tapi juga membagikan paket sembako kepada warga kurang mampu yang ada di sekitar Vihara. Tidak kurang dari 280 paket sembako dibagikan.
Pemandangan lainnya pada peringatan Tri Hari Suci Waisak tersebut adalah untuk pertama kalinya, Umat Budha Merauke mengundang tokoh agama lainnya yang tergabung dalam Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Merauke dan dari pihak Departemen Agama Merauke menggelar ramah tama dan silahturahmi.
‘’Saya merasa bahagia ketika hari ini bisa duduk bersama dengan komunitas Umat Budha. Ini harus menjadi awal yang baik untuk kita memikirkan secara bersama bahwa sudah waktunya kita tidak berjalan sendiri dan merobohkan semua dinding-dinding yang membatasi kita untuk melangkah bergabung dengan komunitas lain. Karena dalam kehidupan Sang Budha sudah sangat jelas mau membuka diri untuk manusia lain dengan meninggalkan ajarannya kepada manusia, meninggalkan keteladanan hidupnya kepada mereka supaya bisa belajar bagaimana menyatu dengan alam dan manusia,’’ kata Gabriel.
Sembahyang Tri Hari Suci Waisak di Vihara tersebut dimulai pukul 08.00 WIT, dilanjutkan dengan rama tamah. [InfoPublik]