-->

Tolak Pembangunan Smelter di Pomako, John Nakiaya Lapor Konsorsium Pembaharuan Agraria dan Walhi

JAKARTA - Masyarakat adat Kamoro menolak rencana pembangunan fasilitas pengolahan hasil tambang tembaga atau smelter yang diproduksi PT Freeport Indonesia. Smelter tersebut rencananya akan dibangun di wilayah adat suku Kamoro yang terletak di pesisir Mimika, Papua.

Salah satu perwakilan dari Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko), John Nakiaya mengatakan pemerintah dan pihak perusahaan tidak pernah sekalipun melakukan sosialisasi terkait rencana tersebut. Karenanya, masyarakat adat Kamoro merasa tidak dilibatkan dan disingkirkan.

John mengatakan masyarakat adat Kamoro masih merasakan trauma akibat kerusakan lingkungan yang timbul akibat tailing (limbah tambang) PT Freeport selama puluhan tahun.

Wilayah adat Kamoro adalah lahan hutan bakau. Akibat tailing PT Freeport, sekarang hutan bakau kami rusak. Akibatnya, ikan pun jauh berkurang," kata John saat ditemui di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jakarta Pusat, Sabtu (6/6).

John menjelaskan banyak warga adat Kamoro yang sakit-sakitan akibat terpapar limbah tambang selama puluhan tahun. "Jumlah ibu hamil yang keguguran meningkat. Begitu juga dengan jumlah bayi yang lahir dengan kecacatan fisik," katanya.

Karena alasan itu juga, kata John, masyarakat adat Kamoro menolak rencana pembangunan smelter. John mengatakan pihaknya akan terus melakukan penolakan apabila pembangunan tersebut sampai terealisasi.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin berpendapat pemerintah sebaiknya mencari lokasi lain untuk membangun smelter.

"Pemerintah hanya berpikir pembangunan smelter bisa membuka lapangan kerja baru. Namun mereka tidak pernah berpikir dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari pembangunan smelter," kata Iwan.

Berdasarkan keterangan Iwan, bukan hanya smelter yang renananya akan dibangun di Papua, tetapi juga kawasan industri besar seperti pabrik semen, pupuk, pembangkit, pelabuhan, dan industri perikanan.

Pernyataan senada juga dilontarkan oleh Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Edo Rakhman. Menurutnya, wilayah pesisir bukanlah kawasan yang tepat untuk membangun smelter.

"Seharusnya wilayah pesisir bebas dari aktivitas pertambangan. Karena kerusakan lingkungannya akan sangat besar," kata Edo.

Apalagi, kata Edo, lokasi yang direncanakan sebagai tempat membangun smelter tersebut dihuni masyarakat adat.

"Kami minta PT Freeport melakukan uji lingkungan terlebih dahulu. Selain itu, pemerintah juga harus membuat kesepakatan terlebih dulu dengan warga adat," katanya. [CNN]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah