-->

TNI, BIN dan DPR-RI gelar Rapat Tertutup Bahas Amnesti Tahanan Politik

JAKARTA - Pemerintah dan Komisi I DPR menggelar rapat tertutup, Senin (22/6), terkait rencana pemberian amnesti kepada sejumlah tahanan politik di Papua. Pemerintah dalam rapat ini diwakili oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman.

Wakil Ketua Komisi I Tantowi Yahya mengatakan DPR menerima surat Presiden Jokowi tentang pengajuan pemberian amnesti dan abolisi atas tahanan politik Papua pada 7 Mei. Dua hari sesudahnya, 9 Mei, surat Jokowi tersebut langsung dibahas oleh Badan Musyawarah DPR.

“Rapat Bamus memutuskan (rencana pemberian amnesti kepada) napi tapol Papua diserahkan ke Komisi III, tapi lebih dulu dirapatkan Komisi I, Komisi III, dan Menkopolhukam," ujar Tantowi di Gedung DPR RI, Jakarta.

Berbeda dengan grasi yang hanya perlu persetujuan Presiden, amnesti yang merupakan pengampunan atau penghapusan hukuman oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, juga butuh pertimbangan DPR.

Sebelum memutuskan memberikan amnesti kepada tahanan politik Papua, Panglima TNI Moeldoko akan lebih dulu mengevaluasi pemberian grasi kepada lima tapol Papua awal Mei.

“Kami evaluasi yang lima itu. Kami lihat sejauh ini tidak ada hal yang negatif," kata Moeldoko.

Pemberian amnesti oleh Presiden diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi. Pasal empat beleid itu menyatakan, pemberian amnesti dapat menghapus seluruh hukum pidana narapidana.

Menurut Moeldoko, jumlah tahanan politik Papua saat ini masih tersisa sekitar 31 orang.  Keterangan Moeldoko itu berbeda dengan Kementerian Hukum dan HAM yang menyatakan hanya tersisa 17 tahanan makar di Papua.

Pembebasan seluruh tahanan politik menjadi salah satu kebijakan utama Presiden Jokowi untuk Papua. Awal Mei (9/5), Jokowi memberikan grasi atau pengampunan kepada lima narapidana politik di Papua, dan kini pemerintah mendorong seluruh tahanan politik Papua yang tersisa untuk mengajukan grasi agar pembebasan mereka dapat segera diproses.

Kementerian Hukum dan HAM menyatakan pemerintah selama ini sesungguhnya tak mengenal istilah tahanan politik, melainkan tahanan kasus makar.

“Saat ini tersisa 17 tahanan kasus makar di Papua. Sebelumnya ada 22, lalu dikurangi lima orang yang telah mendapat grasi dari Bapak Presiden, tinggal 17 tahanan,” kata Kepala Subbagian Humas Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Kemkumham Akbar Hadi Prabowo pada Rabu (27/5).

Dari 17 tahanan kasus makar atau tahanan politik itu, 10 berada di Papua dan 7 lainnya di Papua Barat. Sementara lima tahanan yang telah mendapat grasi ialah Linus Hiluka, Numbungga, Apotnagolik, Kimanus Wenda, dan Yaprai Murib.

Jumlah itu jauh lebih kecil dari yang sebelumnya dikemukakan oleh Natalius Pigai, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia asal Paniai.

Angka berbeda dikemukakan oleh Koordinator Jaringan Damai Papua, Romo Peter Neles Tebay. Menurut laporan yang ia terima dari lembaga sywadaya masyarakat Papuans Behind Bars, masih tersisa 28 orang tahanan politik Papua.

Sementara situs Papuans Behind Bars di papuansbehindbars.org, memampang informasi ada 32 tahanan politik Papua. Untuk diketahui, Papuans Behind Bars merupakan situs khusus tentang para tahanan politik Papua yang diluncurkan pada April 2013 dengan tujuan agar tak ada para tapol yang terlupakan.

Neles sendiri menyatakan rakyat Papua menyambut baik sejumlah kebijakan Jokowi untuk mewujudkan damai di Bumi Cendrawasih.

“Komitmen itu disambut gembira masyarakat Papua. Tinggalkan pendekatan keamanan dan kedepankan pendekatan kesejahteraan demi damai Papua,” ujarnya.

Jaringan Damai Papua, menurut Neles, siap memfasilitasi dialog damai antara pemerintah Jokowi dengan masyarakat Papua.

“Jaringan Damai Papua berharap pemerintah pusat menyambut ajakan dialog ini,” kata dia. [CNN]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah