Provinsi Papua Butuh Guru Kesenian
pada tanggal
Monday, 8 June 2015
ABEPURA (KOTA JAYAPURA) - Provinsi Papua saat ini sangat membutuhkan banyak guru mata pelajaran seni. Sebab hingga saat ini jumlah guru mata pelajaran ini sangat sedikit. Jika melihat setiap penerimaan pegawai negeri sipil (PNS), kuota guru mata pelajaran seni sangat sedikit, dan bukan merupakan prioritas oleh setiap kabupaten dan kota di Provinsi Papua.
Hal itu disampaikan oleh salah satu seniman Papua, Jefri Z. Nendissa pada acara Sastrawan Bicara Siswa Bertanya (SBSB), Kamis (4/6) lalu, di Auditorium Universitas Cenderawasih, Abepura, Papua.
“Kalau pemerintah sadar, seni akan ditempatkan sebagai program nomor satu, sebab seni membangun kreatifitas. Orang kreatif pasti berhasil, tetapi pintar belum tentu berhasil, apalagi kreatif,” katanya.
Padahal untuk memenangkan kompetisi dalam mendapatkan pekerjaan, sesorang harus percaya diri, kreatif dan menghibur.
“Siswa yang terlibat dengan seni sejak kecil, akan lebih percaya diri, kreatif dan entertaint. Hal itu bekal yang baik saat ia bekerja nanti,” kata pemilik sanggar Theater Honai.
Selama ini, untuk mengisi kekosongan guru mata pelajaran seni, sekolah sekolah di Papua memperkerjakan seniman dari sanggar, tetapi yang tersering sekolah meminta guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk mengajar pelajaran seni.
“Jika dihitung, jumlah tenaga guru mata pelajaran seni di Kota Jayapura mulai TK sampai SMA jumlahnya tidak sampai lima persen,” jelasnya.
Menurutnya, ini peluang yang baik untuk lulusan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Papua. “Secara profesional, mereka memiliki skill yang dapat digunakan di banyak tempat. Selain menghasilkan karya seni,lulusan ISBI dapat mengajar di sekolah-sekolah,” ujarnya.
Sayangnya, hingga kini fokus pendidikan di Papua masih berbicara soal prestasi di bidang matematika dan sain, sedangkan seni belum menjadi prioritas seluruh stakeholder pendidikan di Papua. [Jubi]
Hal itu disampaikan oleh salah satu seniman Papua, Jefri Z. Nendissa pada acara Sastrawan Bicara Siswa Bertanya (SBSB), Kamis (4/6) lalu, di Auditorium Universitas Cenderawasih, Abepura, Papua.
“Kalau pemerintah sadar, seni akan ditempatkan sebagai program nomor satu, sebab seni membangun kreatifitas. Orang kreatif pasti berhasil, tetapi pintar belum tentu berhasil, apalagi kreatif,” katanya.
Padahal untuk memenangkan kompetisi dalam mendapatkan pekerjaan, sesorang harus percaya diri, kreatif dan menghibur.
“Siswa yang terlibat dengan seni sejak kecil, akan lebih percaya diri, kreatif dan entertaint. Hal itu bekal yang baik saat ia bekerja nanti,” kata pemilik sanggar Theater Honai.
Selama ini, untuk mengisi kekosongan guru mata pelajaran seni, sekolah sekolah di Papua memperkerjakan seniman dari sanggar, tetapi yang tersering sekolah meminta guru mata pelajaran bahasa Indonesia untuk mengajar pelajaran seni.
“Jika dihitung, jumlah tenaga guru mata pelajaran seni di Kota Jayapura mulai TK sampai SMA jumlahnya tidak sampai lima persen,” jelasnya.
Menurutnya, ini peluang yang baik untuk lulusan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Papua. “Secara profesional, mereka memiliki skill yang dapat digunakan di banyak tempat. Selain menghasilkan karya seni,lulusan ISBI dapat mengajar di sekolah-sekolah,” ujarnya.
Sayangnya, hingga kini fokus pendidikan di Papua masih berbicara soal prestasi di bidang matematika dan sain, sedangkan seni belum menjadi prioritas seluruh stakeholder pendidikan di Papua. [Jubi]