Polda Papua Sidik Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Mess DPRP
pada tanggal
Tuesday, 16 June 2015
KOTA JAYAPURA - Kepolisian Daerah (Polda) Papua mulai melakukan penyelidikan dugaan kasus korupsi pembangunan mess Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) yang terletak di Jalan Percetakan, Kota Jayapura.
Juru bicara Polda Papua, Kombes Pol Rudolf Patrige Renwarin mengatakan saat ini pihaknya mulai menyidik dengan meminta sejumlah dokumen proses pembangunan mess dari pihak ketiga yang melakukan pembangunan.
“Permintaan pengusutan kasus ini kan dimulai dari permintaan Pemrov Papua dan DPRP. Kami mulai mengumpulkan barang bukti terkait kasus tersebut,” ungkapnya di Jayapura, Senin (15/6).
Patrige menyebut permintaan sejumlah dokumen untuk mengusut kasus ini dimulai dengan beberapa pihak, diantaranya dokumen pengelola anggaran dan penyerahan anggaran tersebut, kemudian siapa dalam sekretariat DPRP yang melakukan penandatangan kontrak dan lain sebagainya.
“Ini harus dirunutkan, tidak bisa lengsung menuduh oknum DPRP A yang mengerjakan ini atau oknum B yang mengelola keuangan. Semua masih terus diselidiki,” ujarnya.
Sebelumnya berdasarkan temuan dari BPK RI tahun 2013, menduga adanya kerugian negara mencapai Rp 1 miliar lebih terkait denda keterlambatan pelaksanaan pelaksanaan pembangunan.
Anggota Komisi IV DPRP yang membidangi infrastruktur, Yan Mandenas mengatakan pembangunan mess tersebut sudah dimulai sejak 2006 silam, seharusnya mess itu dapat diselesaikan pada 2013. Namun hingga tahun ini pembangunannya belum juga selesai.
“Dana yang telah dikucurkan untuk pembangunan itu lebih dari Rp 23 miliar. BPK telah menemukan kerugian negara sekitar Rp 1 miliar lebih. Namun sayangnya tidak dituntaskan bahkan tidak ada niat baik untuk melakukan penyetoran kembali anggaran ke kas negara dari pelaksana,” ungkapnya.
Yan meminta penyidik terus menelusuri temuan dugaan korupsi tersebut atau penyelewengan dokumen kontrak dan penagihan pekerjaan. Misalnya saja atas nama orang lain, tapi yang tandatangan orang lain pula.
“Ini yang terindikasi ke arah korupsi dan kami minta penyidik bisa mengungkap hal ini. Kami juga minta Polda Papua untuk mengusut tuntas dan transparent terkait kasus tersebut. Kami tak menuding siapa saja yang bersalah, apakah itu pejabat penggunaan anggaran yang salah atau PPTK-nya yang salah atau kontraktornya yang salah, karena itu dibayarakan atas persetujuan dari dinas PU Provinsi melalui PT. Cipta Karya. Jadi ini tinggal ditelusuri saja,” jelasnya. [Gatra]
Juru bicara Polda Papua, Kombes Pol Rudolf Patrige Renwarin mengatakan saat ini pihaknya mulai menyidik dengan meminta sejumlah dokumen proses pembangunan mess dari pihak ketiga yang melakukan pembangunan.
“Permintaan pengusutan kasus ini kan dimulai dari permintaan Pemrov Papua dan DPRP. Kami mulai mengumpulkan barang bukti terkait kasus tersebut,” ungkapnya di Jayapura, Senin (15/6).
Patrige menyebut permintaan sejumlah dokumen untuk mengusut kasus ini dimulai dengan beberapa pihak, diantaranya dokumen pengelola anggaran dan penyerahan anggaran tersebut, kemudian siapa dalam sekretariat DPRP yang melakukan penandatangan kontrak dan lain sebagainya.
“Ini harus dirunutkan, tidak bisa lengsung menuduh oknum DPRP A yang mengerjakan ini atau oknum B yang mengelola keuangan. Semua masih terus diselidiki,” ujarnya.
Sebelumnya berdasarkan temuan dari BPK RI tahun 2013, menduga adanya kerugian negara mencapai Rp 1 miliar lebih terkait denda keterlambatan pelaksanaan pelaksanaan pembangunan.
Anggota Komisi IV DPRP yang membidangi infrastruktur, Yan Mandenas mengatakan pembangunan mess tersebut sudah dimulai sejak 2006 silam, seharusnya mess itu dapat diselesaikan pada 2013. Namun hingga tahun ini pembangunannya belum juga selesai.
“Dana yang telah dikucurkan untuk pembangunan itu lebih dari Rp 23 miliar. BPK telah menemukan kerugian negara sekitar Rp 1 miliar lebih. Namun sayangnya tidak dituntaskan bahkan tidak ada niat baik untuk melakukan penyetoran kembali anggaran ke kas negara dari pelaksana,” ungkapnya.
Yan meminta penyidik terus menelusuri temuan dugaan korupsi tersebut atau penyelewengan dokumen kontrak dan penagihan pekerjaan. Misalnya saja atas nama orang lain, tapi yang tandatangan orang lain pula.
“Ini yang terindikasi ke arah korupsi dan kami minta penyidik bisa mengungkap hal ini. Kami juga minta Polda Papua untuk mengusut tuntas dan transparent terkait kasus tersebut. Kami tak menuding siapa saja yang bersalah, apakah itu pejabat penggunaan anggaran yang salah atau PPTK-nya yang salah atau kontraktornya yang salah, karena itu dibayarakan atas persetujuan dari dinas PU Provinsi melalui PT. Cipta Karya. Jadi ini tinggal ditelusuri saja,” jelasnya. [Gatra]