Pengacara Gunarni Gunawan Tegaskan Wandermind yang Bertanggung Jawab
pada tanggal
Monday, 1 June 2015
JAKARTA - Pengusaha ternama Gunarni Gunawan menjadi tersangka kasus dugaan investasi bodong berskema ponzi. Pengacara Gunarni, yang minta disebut sebagai Sam, menegaskan kliennya tak bersalah dan hanya bertanggung jawab sebagai pemilik perusahaan, Wandermind.
"Gini, tolong diluruskan kasusnya, bahwa kerugian timbul bukan berasal dari Wandermind, tapi karena ada leader-leader di daerah dengan cara membuka cek. Wandermind tidak pernah menjanjikan pengembalian uang dengan jumlah yang besar," kata Sam saat dihubungi, Jumat (15/5).
Sam mengatakan Wandermind bukan jenis investasi yang investor diminta menanam sejumlah dana, lalu dana itu akan beranak pinak sendirinya. Dia menjelaskan, setelah bergabung, member Wandermind harus bekerja merekrut orang lain untuk mendapatkan bonus.
"Jadi bukan Anda menyetor lalu nanti makin lama akan mendapat uang dalam jumlah besar. Tidak pernah ada janji seperti itu," ulasnya.
Dia membenarkan bahwa member Wandermind pada awalnya harus menyetorkan dana Rp 3.750.000. Sam mengatakan setoran itu wajar sebagai modal awal.
"Benar, tentu saja hal itu benar. Sekarang produk MLM mana yang tidak pakai uang muka? Setoran itu kan mendapat produk berupa voucher hotel yang bisa digunakan," paparnya.
"Selama ini juga tidak pernah ada complaint soal voucher itu. Jadi kasus ini memang karena ada leader-leader di daerah yang tidak ikut aturan main," imbuh Sam.
Sebelumnya, Kasubdit Industri Perdagangan Polda Papua Kompol Juliarman EP Pasaribu menerangkan modus investasi yang ditawarkan oleh perusahaan Gunarni. Jadi, setiap investor diwajibkan membeli sebuah akun dengan harga Rp 3.750.000 per satu akun. Khusus di Papua, minimal pembelian akun 8 buah dengan nilai Rp 30 juta.
Nah, setiap investor yang sudah mendapat akun bisa menjadi agen penjualan tiket pesawat dan hotel, yang belakangan tidak pernah ada. Selain itu, investor juga mendapatkan satu tiket kamar hotel seharga Rp 750.000 per akun. Ada selisih antara pembayaran akun dan biaya kamar hotel sebesar Rp 3.000.000 dari masing-masing akun.
"Selisih Rp 3 juta itu yang jadi bonus untuk ke yang atas-atasnya," cerita Arman.
Bonus yang dijanjikan pada para investor adalah setiap mendapat 14 investor baru, maka sang investor lama mendapat bonus Rp 100 juta.
"Ini sebenarnya uangnya diputar-putar saja. Tapi dibungkus dengan penjualan agen tiket pesawat dan hotel. Keuntungannya diambil dari anggota baru," jelasnya.
Menurut Arman, ini adalah kasus pertama skema ponzi yang dijerat dengan pasal tersebut. Dia menduga, perusahaan GG sudah 'bermain' di seluruh wilayah Indonesia. Korbannya pun bisa saja bertambah. Keuntungan sementara dari akun-akun tersebut berkisar di angka US$ 2,5 juta selama setahun. [Detik]
"Gini, tolong diluruskan kasusnya, bahwa kerugian timbul bukan berasal dari Wandermind, tapi karena ada leader-leader di daerah dengan cara membuka cek. Wandermind tidak pernah menjanjikan pengembalian uang dengan jumlah yang besar," kata Sam saat dihubungi, Jumat (15/5).
Sam mengatakan Wandermind bukan jenis investasi yang investor diminta menanam sejumlah dana, lalu dana itu akan beranak pinak sendirinya. Dia menjelaskan, setelah bergabung, member Wandermind harus bekerja merekrut orang lain untuk mendapatkan bonus.
"Jadi bukan Anda menyetor lalu nanti makin lama akan mendapat uang dalam jumlah besar. Tidak pernah ada janji seperti itu," ulasnya.
Dia membenarkan bahwa member Wandermind pada awalnya harus menyetorkan dana Rp 3.750.000. Sam mengatakan setoran itu wajar sebagai modal awal.
"Benar, tentu saja hal itu benar. Sekarang produk MLM mana yang tidak pakai uang muka? Setoran itu kan mendapat produk berupa voucher hotel yang bisa digunakan," paparnya.
"Selama ini juga tidak pernah ada complaint soal voucher itu. Jadi kasus ini memang karena ada leader-leader di daerah yang tidak ikut aturan main," imbuh Sam.
Sebelumnya, Kasubdit Industri Perdagangan Polda Papua Kompol Juliarman EP Pasaribu menerangkan modus investasi yang ditawarkan oleh perusahaan Gunarni. Jadi, setiap investor diwajibkan membeli sebuah akun dengan harga Rp 3.750.000 per satu akun. Khusus di Papua, minimal pembelian akun 8 buah dengan nilai Rp 30 juta.
Nah, setiap investor yang sudah mendapat akun bisa menjadi agen penjualan tiket pesawat dan hotel, yang belakangan tidak pernah ada. Selain itu, investor juga mendapatkan satu tiket kamar hotel seharga Rp 750.000 per akun. Ada selisih antara pembayaran akun dan biaya kamar hotel sebesar Rp 3.000.000 dari masing-masing akun.
"Selisih Rp 3 juta itu yang jadi bonus untuk ke yang atas-atasnya," cerita Arman.
Bonus yang dijanjikan pada para investor adalah setiap mendapat 14 investor baru, maka sang investor lama mendapat bonus Rp 100 juta.
"Ini sebenarnya uangnya diputar-putar saja. Tapi dibungkus dengan penjualan agen tiket pesawat dan hotel. Keuntungannya diambil dari anggota baru," jelasnya.
Menurut Arman, ini adalah kasus pertama skema ponzi yang dijerat dengan pasal tersebut. Dia menduga, perusahaan GG sudah 'bermain' di seluruh wilayah Indonesia. Korbannya pun bisa saja bertambah. Keuntungan sementara dari akun-akun tersebut berkisar di angka US$ 2,5 juta selama setahun. [Detik]