Pembangunan Kawasan Perbatasan Masih Terhambat RTRW
pada tanggal
Monday, 1 June 2015
KOTA JAYAPURA - Kepala Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri (BPPKLN) Provisi Papua, Suzana Wanggai mengatakan, salah satu kendala dalam pembangunan kawasan perbatasan karena belum adanya Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) meski sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2015 tentang Tata Ruang Perbatasan Provinsi Papua.
“Jika berbicara mengenai perbatasan maka hubungannya dengan dua negara sehingga perlu mempertimbangkan investor yang hendak masuk ke wilayah Papua,” kata Suzana Wanggai kepada wartawan di Jayapura, Kamis (28/5).
Dikatakannya, RTRW berguna untuk memberikan pengawasan kepada para investor yang mau melakukan investasi di kawasan perbatasan Papua, namun karena tidak memiliki RTRW tidak mengetahui bahwa lokasi yang dijadikan lahan merupakan hutan lindung.
“Selain itu, pentingnya RTRW adalah untuk menangani permasalahan yang sering terjadi di kawasan perbatasan seperti smuggling atau penyelundupan ganja, Bahan Bakar Minyak (BBM), illegal fishing bahkan pelintas batas yang masuk secara ilegal,” ujarnya.
Suzana menjelaskan pengelolaan tata ruang perbatasan bukan berarti di darat saja, tetapi wilayah laut juga seperti di Kabupaten Supiori yang berbatasan dengan Republik Palau.
“Kesepakatan mengenai wilayah perbatasan antara Kabupaten Supiori dan Republik Palau masih dalam perundingan oleh Kementerian Luar Negeri di mana ini hal ini tengah diseriusi,” katanya lagi.
Dia menambahkan pengelolaan RTRW kawasan perbatasan sangat penting untuk menunjang pembangunan di suatu wilayah sehingga apa yang hendak dicapai dapat terwujud.
Selain itu, Suzana juga mengatakan ada 28 Distrik di Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini.
Namun dari puluhan Distrik tersebut hanya 4-5 Distrik saja yang sudah terbangun. Padahal kedepannya di era Pemerintahan Jokowi-JK menginginkan kawasan perbatasan Negara Indonesia adalah garda terdepan, masih jauh dari harapan.
Dijelaskan wanggai, dilihat dari Peraturan Presiden (Perpres) No.32 tahun 2015 tentang tata ruang di wilayah perbatasan. Kendalanya ada pada membangun perbatasan karena belum ada dasar/landasan hukum.
“Jangan sampai kita bangun kemudian di situ ada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kita berharap dengan adanya Perpres Tata Ruang saya yakin dan optimis bahwa akan berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Tetapi selama ini dari beberapa kabupaten di Papua yang berbatasan dengan Negara PNG juga sudah memikirkan bagaimana akses utama infrastruktur jalan itu sudah dimulai.
“Dari sisi masyarakat lokal memang selama ini mereka sangat mengharapkan adanya akses jalan yang menurut mereka sangat penting supaya Pemerintah bisa perhatikan hal ini. karena ini sangat mempengaruhi semuanya,”katanya. [Dharapos]
“Jika berbicara mengenai perbatasan maka hubungannya dengan dua negara sehingga perlu mempertimbangkan investor yang hendak masuk ke wilayah Papua,” kata Suzana Wanggai kepada wartawan di Jayapura, Kamis (28/5).
Dikatakannya, RTRW berguna untuk memberikan pengawasan kepada para investor yang mau melakukan investasi di kawasan perbatasan Papua, namun karena tidak memiliki RTRW tidak mengetahui bahwa lokasi yang dijadikan lahan merupakan hutan lindung.
“Selain itu, pentingnya RTRW adalah untuk menangani permasalahan yang sering terjadi di kawasan perbatasan seperti smuggling atau penyelundupan ganja, Bahan Bakar Minyak (BBM), illegal fishing bahkan pelintas batas yang masuk secara ilegal,” ujarnya.
Suzana menjelaskan pengelolaan tata ruang perbatasan bukan berarti di darat saja, tetapi wilayah laut juga seperti di Kabupaten Supiori yang berbatasan dengan Republik Palau.
“Kesepakatan mengenai wilayah perbatasan antara Kabupaten Supiori dan Republik Palau masih dalam perundingan oleh Kementerian Luar Negeri di mana ini hal ini tengah diseriusi,” katanya lagi.
Dia menambahkan pengelolaan RTRW kawasan perbatasan sangat penting untuk menunjang pembangunan di suatu wilayah sehingga apa yang hendak dicapai dapat terwujud.
Selain itu, Suzana juga mengatakan ada 28 Distrik di Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini.
Namun dari puluhan Distrik tersebut hanya 4-5 Distrik saja yang sudah terbangun. Padahal kedepannya di era Pemerintahan Jokowi-JK menginginkan kawasan perbatasan Negara Indonesia adalah garda terdepan, masih jauh dari harapan.
Dijelaskan wanggai, dilihat dari Peraturan Presiden (Perpres) No.32 tahun 2015 tentang tata ruang di wilayah perbatasan. Kendalanya ada pada membangun perbatasan karena belum ada dasar/landasan hukum.
“Jangan sampai kita bangun kemudian di situ ada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kita berharap dengan adanya Perpres Tata Ruang saya yakin dan optimis bahwa akan berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Tetapi selama ini dari beberapa kabupaten di Papua yang berbatasan dengan Negara PNG juga sudah memikirkan bagaimana akses utama infrastruktur jalan itu sudah dimulai.
“Dari sisi masyarakat lokal memang selama ini mereka sangat mengharapkan adanya akses jalan yang menurut mereka sangat penting supaya Pemerintah bisa perhatikan hal ini. karena ini sangat mempengaruhi semuanya,”katanya. [Dharapos]