Mimika Barat Lebih Pilih Pemekaran DOB Daripada Pembangunan Smelter
pada tanggal
Sunday, 14 June 2015
TIMIKA (MIMIKA) - Ketua Tim Pemekaran Kabupaten Mimika Barat, Philipus Monaweyau mengatakan, Mimika Barat lebih memilih pengesahan sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) ketimbang menjadi lokasi pembangunan smelter.
“Ketika terbentuknya kabupaten baru tentu demi pelayanan kepada masyarakat lebih khusus di bagian pedalaman yang selama ini belum merasakan pelayanan maksimal dari pemerintah. Tidak mungkin pemerintah ada di Kota Timika ini, bisa lihat masyarakat sampai di Potowayburu sana, Aindua, Ararau dan sebagainya,” papar Philipus pada Kamis (11/6).
Terlebih, katanya, smelter yang justru menjadi rencana pemerintah tidak akan memberi kontribusi apapun bagi masyarakat di wilayah pesisir. Bahkan, pabrik pemurnian hasil tambang yang direncanakan dibangun diatas puluhan ribu meter itu malah akan mengancam kehidupan masyarakat Kamoro.
Philipus mengatakan, setelah Kabupaten Mimika berumur 15 tahun, masyarakat di daerah pedalaman sesungguhnya belum merasakan manisnya pembangunan dari pemerintah daerah. Pasalnya, daerah-daerah pedalaman cukup jauh dari jangakauan pemerintah sehingga menjadi hambatan pelayanan.
“Masyarakat di pedalama Mimika Barat sana tidak pernah buat proposal untuk pemerintah. Yang ada justru masyarakat yang ada di sekitar kota. Padahal, masyarakat di sana juga merupakan masyarakat pemerintah,” ujarnya.
Menurutnya, beruntung selama ini ada program pemerintah pusat dengan dukungan dana Rencana Strategis Pembangunan Kampung (Respek). Meskipun program tersebut tak sepenuhnya dirasakan masyarakat, namun terlihat ada beberapa yang dinikmati masyarakat seperti pembangunan beberapa unit rumah.
“Masyarakat di sekitar Kota Timika sampai di Satuan Pemukiman (SP) dapat dukungan pembangunan begitu luar biasa dari pemerintah. Tapi masyarakat di pedalaman Mimika Barat sana dapat apa?” tanya Philipus.
Karena itu, dirinya bersama tim pemekaran terus berjuang untuk segera menjawab kehadiran kabupaten baru di wilayah itu. Sebab ada sekitar 18 ribu penduduk di 5 distrik di wilayah Mimika Barat hingga kini menunggu kehadiran pelayanan kabupaten baru itu.
“Mimika Barat harus segera ada. Kami tidak butuh smelter,” ujarnya.
Jika saja ada penawaran pemekaran Kabupaten Mimika Barat namun diwajibkan menjadi lokasi smelter, Philipus mengatakan hal itu akan dibicarakan. Namun yang jelas, pemerintah harus terlebih dulu memekarkan Kabupaten Mimika Barat, kemudian melakukan dialog soal smelter.
“Kita bisa bicara, yang penting pemekaran Kabupaten dulu,” tegasnya. [RadarTimika]
“Ketika terbentuknya kabupaten baru tentu demi pelayanan kepada masyarakat lebih khusus di bagian pedalaman yang selama ini belum merasakan pelayanan maksimal dari pemerintah. Tidak mungkin pemerintah ada di Kota Timika ini, bisa lihat masyarakat sampai di Potowayburu sana, Aindua, Ararau dan sebagainya,” papar Philipus pada Kamis (11/6).
Terlebih, katanya, smelter yang justru menjadi rencana pemerintah tidak akan memberi kontribusi apapun bagi masyarakat di wilayah pesisir. Bahkan, pabrik pemurnian hasil tambang yang direncanakan dibangun diatas puluhan ribu meter itu malah akan mengancam kehidupan masyarakat Kamoro.
Philipus mengatakan, setelah Kabupaten Mimika berumur 15 tahun, masyarakat di daerah pedalaman sesungguhnya belum merasakan manisnya pembangunan dari pemerintah daerah. Pasalnya, daerah-daerah pedalaman cukup jauh dari jangakauan pemerintah sehingga menjadi hambatan pelayanan.
“Masyarakat di pedalama Mimika Barat sana tidak pernah buat proposal untuk pemerintah. Yang ada justru masyarakat yang ada di sekitar kota. Padahal, masyarakat di sana juga merupakan masyarakat pemerintah,” ujarnya.
Menurutnya, beruntung selama ini ada program pemerintah pusat dengan dukungan dana Rencana Strategis Pembangunan Kampung (Respek). Meskipun program tersebut tak sepenuhnya dirasakan masyarakat, namun terlihat ada beberapa yang dinikmati masyarakat seperti pembangunan beberapa unit rumah.
“Masyarakat di sekitar Kota Timika sampai di Satuan Pemukiman (SP) dapat dukungan pembangunan begitu luar biasa dari pemerintah. Tapi masyarakat di pedalaman Mimika Barat sana dapat apa?” tanya Philipus.
Karena itu, dirinya bersama tim pemekaran terus berjuang untuk segera menjawab kehadiran kabupaten baru di wilayah itu. Sebab ada sekitar 18 ribu penduduk di 5 distrik di wilayah Mimika Barat hingga kini menunggu kehadiran pelayanan kabupaten baru itu.
“Mimika Barat harus segera ada. Kami tidak butuh smelter,” ujarnya.
Jika saja ada penawaran pemekaran Kabupaten Mimika Barat namun diwajibkan menjadi lokasi smelter, Philipus mengatakan hal itu akan dibicarakan. Namun yang jelas, pemerintah harus terlebih dulu memekarkan Kabupaten Mimika Barat, kemudian melakukan dialog soal smelter.
“Kita bisa bicara, yang penting pemekaran Kabupaten dulu,” tegasnya. [RadarTimika]