Jimmy Affar Keluhkan Kurangnya Perhatian Pemprov atas Batik Papua
pada tanggal
Thursday, 25 June 2015
KOTA JAYAPURA - Salah satu pembatik Papua, Jimmy Affar menyatakan, selama ini tak pernah ada perhatian pemerintah provinsi dan kabupaten/kota terhadap para pengrajin batik Papua.
Katanya, sejak ia merintis usaha batik Papua pada 2007 lalu, tak pernah ada perhatian dari pemerintah. Jimmy dan pembatik Papua lainnya, harus berjuang mempertahankan hasil karyanya ditengah maraknya batik Papua pabrikan, yang didatangkan dari luar Papua.
“Pemerintah hanya menyelesaikan yang sudah ada, tapi kelanjutannya tak pernah ada. Kami hanya dimanfaatkan sebagai tameng saja. Dianggarkan, keluar di DPA sekian, kami diberikan ini, setelah itu pergi. Ini bukan cara pembinaan yang baik. Mereka hanya mengandalkan DPA nya. Setelah memberikan alat, dan tugas mereka selesai menjalankan DPA nya, kami ditinggalkan,” kata Jimmy Affar, Kamis (18/6).
Padahal menurutnya, pembatik Papua butuh bimbingan, dari dinas terkait hingga para pengrajin batik mapan. “Jadi hanya datang kasi alat dan suruh kami pakai. Kami cari jalan sendiri. Cari orang untuk mengoperasikannya dengan uang kami sendiri,” ucapnya.
Namun kata Jimmy, ia bersyukur, kini pihak Komisi II DPR Papua bidang ekonomi menyatakan akan mendorong pemerintah memperhatikan para pembatik Papua. Katanya, dalam waktu dekat ia dan beberapa pembatik Papua lainnya akan bersama Komisi II DPR Papua menghadap Dirjen Kementerian dan Keuangan, sekaligus melihat prosuksi batik di Solo dan Yogya.
“Semua itu akan ditarik kembali masuk satu pintu ke Papua. Jadi pasokannya harus dari pembatik Papua, dan mereka yang menjual batik, juga harus mencetak batik Papua di Papua, agar bisa merekrut tenaga kerja,” katanya.
Pembatik Papua lainnya, Blandina Ongge mengatakan, Komisi II DPR Papua menyatakan akan mendorong pembangunan gedung produski batik. Katanya, itu yang sangat kami butuhkan selama ini.
“Nantinya akan dilengkapi dengan peralatan batik berupa canting, cat dan printing. Jadi nanti akan ada tindak lanjut dari dinas terkait menyangkut hal-hal teknis terhadap masalah yang selama ini kami hadapi,” kata Ongge. [Jubi]
Katanya, sejak ia merintis usaha batik Papua pada 2007 lalu, tak pernah ada perhatian dari pemerintah. Jimmy dan pembatik Papua lainnya, harus berjuang mempertahankan hasil karyanya ditengah maraknya batik Papua pabrikan, yang didatangkan dari luar Papua.
“Pemerintah hanya menyelesaikan yang sudah ada, tapi kelanjutannya tak pernah ada. Kami hanya dimanfaatkan sebagai tameng saja. Dianggarkan, keluar di DPA sekian, kami diberikan ini, setelah itu pergi. Ini bukan cara pembinaan yang baik. Mereka hanya mengandalkan DPA nya. Setelah memberikan alat, dan tugas mereka selesai menjalankan DPA nya, kami ditinggalkan,” kata Jimmy Affar, Kamis (18/6).
Padahal menurutnya, pembatik Papua butuh bimbingan, dari dinas terkait hingga para pengrajin batik mapan. “Jadi hanya datang kasi alat dan suruh kami pakai. Kami cari jalan sendiri. Cari orang untuk mengoperasikannya dengan uang kami sendiri,” ucapnya.
Namun kata Jimmy, ia bersyukur, kini pihak Komisi II DPR Papua bidang ekonomi menyatakan akan mendorong pemerintah memperhatikan para pembatik Papua. Katanya, dalam waktu dekat ia dan beberapa pembatik Papua lainnya akan bersama Komisi II DPR Papua menghadap Dirjen Kementerian dan Keuangan, sekaligus melihat prosuksi batik di Solo dan Yogya.
“Semua itu akan ditarik kembali masuk satu pintu ke Papua. Jadi pasokannya harus dari pembatik Papua, dan mereka yang menjual batik, juga harus mencetak batik Papua di Papua, agar bisa merekrut tenaga kerja,” katanya.
Pembatik Papua lainnya, Blandina Ongge mengatakan, Komisi II DPR Papua menyatakan akan mendorong pembangunan gedung produski batik. Katanya, itu yang sangat kami butuhkan selama ini.
“Nantinya akan dilengkapi dengan peralatan batik berupa canting, cat dan printing. Jadi nanti akan ada tindak lanjut dari dinas terkait menyangkut hal-hal teknis terhadap masalah yang selama ini kami hadapi,” kata Ongge. [Jubi]