Inovasi Benhur Tomi Mano Perkuat Budaya Kampung Port Numbay
pada tanggal
Thursday, 25 June 2015
KOTA JAYAPURA - Kekuatan pembangunan di Jayapura ada di kampung-kampung. Wali Kota Jayapura Benhur Tomi Mano pun berkomitmen memperkuat pemerintah kampung tersebut.
Sebagai putra asli Port Numbay, nama asli dari Kota Jayapura pertama yang menjadi wali kota Jayapura, Benhur Tomi Mano berusaha mempertahankan kearifan lokal. Visinya juga cukup jelas, yakni mewujudkan kota beriman, bersatu, mandiri, sejahtera, modern berbasis kearifan lokal.
Tomi pun melakukan sejumlah inovasi untuk mempertahankan kekayaan budaya masyarakat asli Port Numbay di 14 kampung. Yakni, Kampung Kayu Batu, Tahima Soroma, Tobati, Enggros, Waena, Yoka, Nafri, Koya Koso, Koya Tengah, Holtekamp, Mosso, Skouw Sae, Skouw Mabo, dan Skouw Yambe.
Salah satunya adalah memasukkan muatan lokal bahasa daerah Port Numbay ke sekolah-sekolah, khususnya tingkat SD. ’’Termasuk pengucapan salam di setiap sekolah menggunakan bahasa daerah dari kampung yang dekat dengan sekolah tersebut,” kata Tomi. Dia mencontohkan, sekolah di distrik Jayapura Utara menggunakan bahasa Kayu Pulo dan Tobati. Sedangkan sekolah di Jayapura Selatan dan Abepura menggunakan bahasa Tobati.
Selain bahasa daerah, Tomi berusaha melestarikan tarian khas, ukiran, serta kuliner dari setiap kampung dengan cara mengadakan berbagai event budaya serta menampilkan budaya Jayapura ke pentas nasional dan internasional. ”Kami juga bekerja sama dengan hotel-hotel untuk menyajikan kuliner khas Port Numbay,” jelasnya.
Pemkot Jayapura membuat peraturan daerah (perda) yang mengatur setiap bangunan perkantoran wajib menampilkan ukiran dan ornamen khas Port Numbay.
Tomi juga mendorong anak-anak asli Port Numbay melanjutkan studi hingga ke perguruan tinggi. Berbagai terobosan yang dilakukan, antara lain, melalui program beasiswa untuk anak asli Port Numbay yang berprestasi. ”Kami sediakan beasiswa untuk melanjutkan studi ke Universitas Satya Wacana Salatiga. Selain Salatiga, kami mengirim dua anak asli Port Numbay berkuliah di Boston, Amerika Serikat, dan beberapa anak ke sekolah internasional di Malaysia,” bebernya.
Program beasiswa itu, kata Tomi, tidak hanya diberikan kepada anak asli Port Numbay, tetapi juga non-Port Numbay serta non-Papua yang lahir dan besar di Kota Jayapura.
Untuk meningkatkan kemandirian, sejak memimpin Kota Jayapura bersama Wakil Wali Kota Nuralam pada 2011, Tomi mengalokasikan dana Rp 250 juta per tahun untuk dikelola setiap kampung. Dana itu juga diberikan kepada 25 kelurahan di Kota Jayapura untuk dikelola secara mandiri sesuai dengan potensi di masing-masing kelurahan dan kampung. ’’Jadi, setiap tahun kelurahan dan kampung di Kota Jayapura diberi DPA (dokumen pelaksanaan anggaran) yang dikelola secara mandiri sesuai dengan potensi mereka,” tamdasnya.
Layanan Buka 24 Jam
Untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan dasar di Kota Jayapura, Pemkot Jayapura mengalokasikan Rp 250 juta untuk 12 puskesmas. Dana yang dikucurkan setiap tahun tersebut dikelola secara mandiri oleh masing-masing puskesmas.
”Jadi, sekarang setiap puskesmas sudah mempunyai DPA sendiri,” kata Tomi. Dana yang dikucurkan ke setiap puskesmas diharapkan bisa dimanfaatkan untuk menunjang pelayanan. Misalnya, membantu pengadaan obat serta memberikan insentif kepada petugas, khususnya yang berada di wilayah perbatasan Indonesia-Papua Nugini.
Dengan adanya alokasi dana itu, kata Tomi, sudah ada sembilan puskesmas di Kota Jayapura yang telah memberikan pelayanan selama 24 jam. ”Masyarakat di pinggir kota tidak harus ke rumah sakit untuk berobat. Peralatan di puskesmas juga sudah sangat memadai,” tuturnya.
Untuk pelayanan kesehatan, khususnya penanggulangan HIV/AIDS, Pemkot Jayapura telah membuka Pusat Kesehatan Reproduksi Kota Jayapura. Di sana, masyarakat bisa memeriksakan kesehatan reproduksi secara gratis. ’’Seluruh pekerja bar dan panti pijat wajib memeriksakan kesehatan reproduksinya secara rutin di sini,” jelas pria kelahiran Kotaraja, 30 April 1965, itu. [Jawapos]
Sebagai putra asli Port Numbay, nama asli dari Kota Jayapura pertama yang menjadi wali kota Jayapura, Benhur Tomi Mano berusaha mempertahankan kearifan lokal. Visinya juga cukup jelas, yakni mewujudkan kota beriman, bersatu, mandiri, sejahtera, modern berbasis kearifan lokal.
Tomi pun melakukan sejumlah inovasi untuk mempertahankan kekayaan budaya masyarakat asli Port Numbay di 14 kampung. Yakni, Kampung Kayu Batu, Tahima Soroma, Tobati, Enggros, Waena, Yoka, Nafri, Koya Koso, Koya Tengah, Holtekamp, Mosso, Skouw Sae, Skouw Mabo, dan Skouw Yambe.
Salah satunya adalah memasukkan muatan lokal bahasa daerah Port Numbay ke sekolah-sekolah, khususnya tingkat SD. ’’Termasuk pengucapan salam di setiap sekolah menggunakan bahasa daerah dari kampung yang dekat dengan sekolah tersebut,” kata Tomi. Dia mencontohkan, sekolah di distrik Jayapura Utara menggunakan bahasa Kayu Pulo dan Tobati. Sedangkan sekolah di Jayapura Selatan dan Abepura menggunakan bahasa Tobati.
Selain bahasa daerah, Tomi berusaha melestarikan tarian khas, ukiran, serta kuliner dari setiap kampung dengan cara mengadakan berbagai event budaya serta menampilkan budaya Jayapura ke pentas nasional dan internasional. ”Kami juga bekerja sama dengan hotel-hotel untuk menyajikan kuliner khas Port Numbay,” jelasnya.
Pemkot Jayapura membuat peraturan daerah (perda) yang mengatur setiap bangunan perkantoran wajib menampilkan ukiran dan ornamen khas Port Numbay.
Tomi juga mendorong anak-anak asli Port Numbay melanjutkan studi hingga ke perguruan tinggi. Berbagai terobosan yang dilakukan, antara lain, melalui program beasiswa untuk anak asli Port Numbay yang berprestasi. ”Kami sediakan beasiswa untuk melanjutkan studi ke Universitas Satya Wacana Salatiga. Selain Salatiga, kami mengirim dua anak asli Port Numbay berkuliah di Boston, Amerika Serikat, dan beberapa anak ke sekolah internasional di Malaysia,” bebernya.
Program beasiswa itu, kata Tomi, tidak hanya diberikan kepada anak asli Port Numbay, tetapi juga non-Port Numbay serta non-Papua yang lahir dan besar di Kota Jayapura.
Untuk meningkatkan kemandirian, sejak memimpin Kota Jayapura bersama Wakil Wali Kota Nuralam pada 2011, Tomi mengalokasikan dana Rp 250 juta per tahun untuk dikelola setiap kampung. Dana itu juga diberikan kepada 25 kelurahan di Kota Jayapura untuk dikelola secara mandiri sesuai dengan potensi di masing-masing kelurahan dan kampung. ’’Jadi, setiap tahun kelurahan dan kampung di Kota Jayapura diberi DPA (dokumen pelaksanaan anggaran) yang dikelola secara mandiri sesuai dengan potensi mereka,” tamdasnya.
Layanan Buka 24 Jam
Untuk memaksimalkan pelayanan kesehatan dasar di Kota Jayapura, Pemkot Jayapura mengalokasikan Rp 250 juta untuk 12 puskesmas. Dana yang dikucurkan setiap tahun tersebut dikelola secara mandiri oleh masing-masing puskesmas.
”Jadi, sekarang setiap puskesmas sudah mempunyai DPA sendiri,” kata Tomi. Dana yang dikucurkan ke setiap puskesmas diharapkan bisa dimanfaatkan untuk menunjang pelayanan. Misalnya, membantu pengadaan obat serta memberikan insentif kepada petugas, khususnya yang berada di wilayah perbatasan Indonesia-Papua Nugini.
Dengan adanya alokasi dana itu, kata Tomi, sudah ada sembilan puskesmas di Kota Jayapura yang telah memberikan pelayanan selama 24 jam. ”Masyarakat di pinggir kota tidak harus ke rumah sakit untuk berobat. Peralatan di puskesmas juga sudah sangat memadai,” tuturnya.
Untuk pelayanan kesehatan, khususnya penanggulangan HIV/AIDS, Pemkot Jayapura telah membuka Pusat Kesehatan Reproduksi Kota Jayapura. Di sana, masyarakat bisa memeriksakan kesehatan reproduksi secara gratis. ’’Seluruh pekerja bar dan panti pijat wajib memeriksakan kesehatan reproduksinya secara rutin di sini,” jelas pria kelahiran Kotaraja, 30 April 1965, itu. [Jawapos]