Inilah Modus Investasi Bodong Wandermind yang Dipimpin Gunardi Gunawan
pada tanggal
Monday, 1 June 2015
JAKARTA - Pengusaha ternama wanita berinisial Gunardi Gunawan, ditangkap Polda Papua karena diduga menjadi otak dari investasi bodong berskema piramida (ponzi). Kasubdit Indagsi Polda Papua Kompol Juliarman EP Pasaribu menjelaskan modusnya; awalnya investor baru akan diwajibkan sebuah akun dengan harga Rp 3.750.000. Khusus di Papua, minimal pembelian akun 8 buah dengan nilai Rp 30 juta.
Nah, setiap investor yang sudah mendapat akun bisa menjadi agen penjualan tiket pesawat dan hotel, yang belakangan tidak pernah ada. Selain itu, investor juga mendapatkan satu tiket kamar hotel seharga Rp 750.000 per akun. Ada selisih antara pembayaran akun dan biaya kamar hotel sebesar Rp 3.000.000 dari masing-masing akun.
"Selisih Rp 3 juta itu yang jadi bonus untuk ke yang atas-atasnya," cerita Arman.
Bonus yang dijanjikan pada para investor adalah setiap mendapat 14 investor baru, maka sang investor lama mendapat bonus Rp 100 juta. "Ini sebenarnya uangnya diputar-putar saja. Tapi dibungkus dengan penjualan agen tiket pesawat dan hotel. Keuntungannya diambil dari anggota baru," jelasnya.
Ina Rachman, pengacara dari salah satu korban memberika gambaran soal skema tersebut. Semua bermula dari level 1 (bawah). Setiap investor join dengan uang Rp 3.750.000 dan harus mensponsori dua orang untuk dapat maju ke level berikutnya (level 2).
Setelah kotak-kotak di atas penuh, maka barulah keluar bonus. Setelah bonus standard board terisi, maka selanjutnya akan masuk ke executive board. Begitu seterusnya
"Skema ponzi itu terletak pada kotak-kotak di level bawah yang memantu orang naik ke level berikutnya dan mendapatkan bonus. Yang bawah membiayai yang lain untuk mencapai level berikutnya. Nah, join yang di level bawah itulah yang membiayai bonus-bonus level atas," jelasnya.
"Jika sudah di executive board maka akan mendapatkan keuntungan 10 persen dari pemasukan grupnya," sambungnya.
Ina mengapresiasi Polda Papua yang berhasil mengungkap kasus ini. Dengan adanya pasal 105 UU no 7 tahun 2014 tentang perdagangan yang baru diundangkan pada 11 Maret 2014 lalu, maka pelaku GG bisa dijerat. Sebab dia juga mendistribusikan barang yakni agen tiket dan hotel.
"Sekarang dengan diberlakukannya UU no 7 tahun 2014, maka Polri dapat mempidanakan pelaku MTM (Multi Tipu Marketing) dan skema piramida ini tanpa perlu lagi menunggu laporan masyarakat," paparnya.
Salah seorang anggota tim kuasa hukum GG yang kontaknya diberikan polisi membenarkan soal kasus ini. GG dijerat karena diduga terlibat pidana pencucian uang. Dia juga mengakui memang ada bisnis berskema piramida yang dijalankan kliennya.
"Ini skema piramida benar adanya. Namun ada beberapa member-member yang tidak elakukan SOP yang tidak semestinya. GG tanggung jawab sebagai pemilik," jawab pengacara yang meminta namanya tidak disebutkan tersebut. [Detik]
Nah, setiap investor yang sudah mendapat akun bisa menjadi agen penjualan tiket pesawat dan hotel, yang belakangan tidak pernah ada. Selain itu, investor juga mendapatkan satu tiket kamar hotel seharga Rp 750.000 per akun. Ada selisih antara pembayaran akun dan biaya kamar hotel sebesar Rp 3.000.000 dari masing-masing akun.
"Selisih Rp 3 juta itu yang jadi bonus untuk ke yang atas-atasnya," cerita Arman.
Bonus yang dijanjikan pada para investor adalah setiap mendapat 14 investor baru, maka sang investor lama mendapat bonus Rp 100 juta. "Ini sebenarnya uangnya diputar-putar saja. Tapi dibungkus dengan penjualan agen tiket pesawat dan hotel. Keuntungannya diambil dari anggota baru," jelasnya.
Ina Rachman, pengacara dari salah satu korban memberika gambaran soal skema tersebut. Semua bermula dari level 1 (bawah). Setiap investor join dengan uang Rp 3.750.000 dan harus mensponsori dua orang untuk dapat maju ke level berikutnya (level 2).
Setelah kotak-kotak di atas penuh, maka barulah keluar bonus. Setelah bonus standard board terisi, maka selanjutnya akan masuk ke executive board. Begitu seterusnya
"Skema ponzi itu terletak pada kotak-kotak di level bawah yang memantu orang naik ke level berikutnya dan mendapatkan bonus. Yang bawah membiayai yang lain untuk mencapai level berikutnya. Nah, join yang di level bawah itulah yang membiayai bonus-bonus level atas," jelasnya.
"Jika sudah di executive board maka akan mendapatkan keuntungan 10 persen dari pemasukan grupnya," sambungnya.
Ina mengapresiasi Polda Papua yang berhasil mengungkap kasus ini. Dengan adanya pasal 105 UU no 7 tahun 2014 tentang perdagangan yang baru diundangkan pada 11 Maret 2014 lalu, maka pelaku GG bisa dijerat. Sebab dia juga mendistribusikan barang yakni agen tiket dan hotel.
"Sekarang dengan diberlakukannya UU no 7 tahun 2014, maka Polri dapat mempidanakan pelaku MTM (Multi Tipu Marketing) dan skema piramida ini tanpa perlu lagi menunggu laporan masyarakat," paparnya.
Salah seorang anggota tim kuasa hukum GG yang kontaknya diberikan polisi membenarkan soal kasus ini. GG dijerat karena diduga terlibat pidana pencucian uang. Dia juga mengakui memang ada bisnis berskema piramida yang dijalankan kliennya.
"Ini skema piramida benar adanya. Namun ada beberapa member-member yang tidak elakukan SOP yang tidak semestinya. GG tanggung jawab sebagai pemilik," jawab pengacara yang meminta namanya tidak disebutkan tersebut. [Detik]