Fransen Siahaan Nilai Warga Merauke dan Boven Digoel Butuh Perhatian Khusus
pada tanggal
Saturday, 27 June 2015
MERAUKE - Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Fransen G Siahaan mengatakan, warga di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digul yang tinggal di perbatasan RI-PNG butuh perhatian khusus diantaranya kemudahan mendapatkan dokumen kependudukan.
"Warga disana belum memiliki E-KTP, atau belum jelas status kependudukannya," kata Mayjen Fransen G Siahaan dari Merauke, Kamis (25/6).
Pernyataan Pangdam Cenderawasih itu disampaikan setelah mengunjungi sejumlah kampung di perbatasan Kabupaten Merauke dan Boven Digul yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua Nugini (PNG).
"Pak Menkopolhukkam beberapa waktu lalu mendapat laporan dari Komandan Korem 174/PVT bahwa ada sejumlah kampung yang baru saja ditemukan di Kabupaten Merauke dan Boven Digul, dimana kampung itu berbatasan langsung dengan negara tetangga PNG," katanya.
Berdasarkan laporan itu, lanjut Fransen, Menkopolhukam memerintahkan Deputi VI Bidang Pertahanan Negara Polhukam, Laksda TNI Halomoan Sapuhutar dan didampingi Danrem 174/ATW Brigjen TNI Supartodi dan Badan Perbatasan dan Kerja Sama Luar Negeri Provinsi Papua untuk melihat dan meninjau langsung beberapa kampung tersebut.
"Saya juga ikut mendampingi bersama rombongan itu, meninjau dan melihat langsung tujuh kampung baru ditemukan itu," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, dari hasil kunjungan ke tujuh kampung itu diketahui bahwa ada persoalan tentang status kependudukan dari masyarakat setempat.
Di kampung-kampung itu juga belum ada pos pos keamanan, pos imigrasi, pos kesehatan atau fasilitas umum lainnya untuk pelayanan publik.
"Dari kunjungan itu diharapkan bisa mencari solusi pemecahan persoalan-persoalan ke depan. Warga disini juga belum memiliki E-KTP, belum jelas status kependudukannya," katanya lagi.
Lalu, saat tim berkunjung ke salah satu kampung itu, yakni Kampung Naga, tim menemukan "spead boad" dari PNG yang merapat dan penumpangnya turun belanja bahan kebutuhan.
"Orang PNG datang pakai `spead boad` bagus, mereka berbelanja barang barang yang dibutuhkan kemudian kembali ke negaranya, dan tidak ada pengawasan dari kita," katanya.
Dijelaskan pula bahwa kampung-kampung yang ada disekitar perbatasan dan baru ditemukan itu ternyata memiliki sumber daya alam yang luar biasa.
Oleh karena itu perlu dikelola secara baik untuk kemajuan ekonomi masyarakat dan mendatangkan pendapatan hasil daerah.
"Saya lihat ikan mujairnya besar-besar. Tapi karena animo masyarakat kurang, maka ikannya dibiarkan begitu saja," ujar Fransen memberi contoh.
Fransen menjelaskan, ketujuh kampung itu antara lain, Kampung Yakyu, Desa Rawa Biru, Distrik Sota, Kabupaten Merauke dimana terdapat 17 kepala keluarga dengan 74 jiwa, yang mengaku WNI tapi belum memiliki KTP.
Kampung Detto, Distrik Waropko terdapat 11 kepala keluarga dengan 50 jiwa, mengaku WNI tapi belum memiliki dokumen kependudukan seperti KTP.
Selanjutnya, Kampung Diggo, Distrik Waropko terdapat 11 kepala keluarga dengan 31 jiwa, Kampung Naga dengan 14 kepala keluarga, Kampung Bestop dan kampung Kugo dimana penduduknya tidak memiliki dokumen kependudukan.
Sementara, Kampung Benkin, Distrik Waropko terdapat 11 Kepala keluarga dengan 46 jiwa, dimana penduduknya memiliki dokumen kependudukan sebagai warga PNG namun berdiam di wilayah Indonesia.
"Hingga kini, kami bersama Deputy dari Kemenkopolhukam, Badan Perbatasan dan kepala daerah setempat masih melakukan pembahasan tentang apa saja yang harus segera dilakukan menyangkut penanganan masyarakat di perbatasan dengan tujuh kampung yang baru saja ditemukan itu," katanya. [Antara]
"Warga disana belum memiliki E-KTP, atau belum jelas status kependudukannya," kata Mayjen Fransen G Siahaan dari Merauke, Kamis (25/6).
Pernyataan Pangdam Cenderawasih itu disampaikan setelah mengunjungi sejumlah kampung di perbatasan Kabupaten Merauke dan Boven Digul yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua Nugini (PNG).
"Pak Menkopolhukkam beberapa waktu lalu mendapat laporan dari Komandan Korem 174/PVT bahwa ada sejumlah kampung yang baru saja ditemukan di Kabupaten Merauke dan Boven Digul, dimana kampung itu berbatasan langsung dengan negara tetangga PNG," katanya.
Berdasarkan laporan itu, lanjut Fransen, Menkopolhukam memerintahkan Deputi VI Bidang Pertahanan Negara Polhukam, Laksda TNI Halomoan Sapuhutar dan didampingi Danrem 174/ATW Brigjen TNI Supartodi dan Badan Perbatasan dan Kerja Sama Luar Negeri Provinsi Papua untuk melihat dan meninjau langsung beberapa kampung tersebut.
"Saya juga ikut mendampingi bersama rombongan itu, meninjau dan melihat langsung tujuh kampung baru ditemukan itu," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, dari hasil kunjungan ke tujuh kampung itu diketahui bahwa ada persoalan tentang status kependudukan dari masyarakat setempat.
Di kampung-kampung itu juga belum ada pos pos keamanan, pos imigrasi, pos kesehatan atau fasilitas umum lainnya untuk pelayanan publik.
"Dari kunjungan itu diharapkan bisa mencari solusi pemecahan persoalan-persoalan ke depan. Warga disini juga belum memiliki E-KTP, belum jelas status kependudukannya," katanya lagi.
Lalu, saat tim berkunjung ke salah satu kampung itu, yakni Kampung Naga, tim menemukan "spead boad" dari PNG yang merapat dan penumpangnya turun belanja bahan kebutuhan.
"Orang PNG datang pakai `spead boad` bagus, mereka berbelanja barang barang yang dibutuhkan kemudian kembali ke negaranya, dan tidak ada pengawasan dari kita," katanya.
Dijelaskan pula bahwa kampung-kampung yang ada disekitar perbatasan dan baru ditemukan itu ternyata memiliki sumber daya alam yang luar biasa.
Oleh karena itu perlu dikelola secara baik untuk kemajuan ekonomi masyarakat dan mendatangkan pendapatan hasil daerah.
"Saya lihat ikan mujairnya besar-besar. Tapi karena animo masyarakat kurang, maka ikannya dibiarkan begitu saja," ujar Fransen memberi contoh.
Fransen menjelaskan, ketujuh kampung itu antara lain, Kampung Yakyu, Desa Rawa Biru, Distrik Sota, Kabupaten Merauke dimana terdapat 17 kepala keluarga dengan 74 jiwa, yang mengaku WNI tapi belum memiliki KTP.
Kampung Detto, Distrik Waropko terdapat 11 kepala keluarga dengan 50 jiwa, mengaku WNI tapi belum memiliki dokumen kependudukan seperti KTP.
Selanjutnya, Kampung Diggo, Distrik Waropko terdapat 11 kepala keluarga dengan 31 jiwa, Kampung Naga dengan 14 kepala keluarga, Kampung Bestop dan kampung Kugo dimana penduduknya tidak memiliki dokumen kependudukan.
Sementara, Kampung Benkin, Distrik Waropko terdapat 11 Kepala keluarga dengan 46 jiwa, dimana penduduknya memiliki dokumen kependudukan sebagai warga PNG namun berdiam di wilayah Indonesia.
"Hingga kini, kami bersama Deputy dari Kemenkopolhukam, Badan Perbatasan dan kepala daerah setempat masih melakukan pembahasan tentang apa saja yang harus segera dilakukan menyangkut penanganan masyarakat di perbatasan dengan tujuh kampung yang baru saja ditemukan itu," katanya. [Antara]