Forum Independen Mahasiswa (FIM) Nilai Pemerintah Pusat Tidak Serius Tuntaskan Penembakan di Paniai
pada tanggal
Tuesday, 30 June 2015
KOTA JAYAPURA - Forum Independen Mahasiswa (FIM) menyatakan pemerintah Indonesia bersama aparat keamanan dalam hal ini kepolisian Papua tidak serius menangani masalah penembakan yang menewaskan 4 orang pelajar di Paniai 8 Desember tahun lalu.
Pernyataan ini disampaikan forum tersebut saat jumpa pers di Kantor Kontras, Padang Bulan, Distrik Heram pada Kamis (25/6). Forum Independen Mahasiswa (FIM) antara lain Teko Kogoya (ketua), Melianus Duwitau (sekjen), Dani Yogi (Ketua), Kokay Munik (Anggota), Ndoringga Yari (anggota), dan Oka Ikinia ( anggota).
Teko Kogoya mengatakan tragedi Paniai berdarah yang menewaskan 4 orang dan belasan luka-luka sampai saat ini belum diselesaikan oleh negara, padahal kasus Paniai ini merupakan termasuk dalam pelanggaran berat.
"Hal ini dilihat dari telah terbentuknya pengadilan HaM ad Hock sesuai dengan UU nomor 26 tahun 2000, tentang pengadilan pelanggaran HaM," ujarnya.
Teko sangat menyayangkan hingga hari ini pelaku masih bebas berkeliaran.
Lanjutnya, negara tidak bisa membedakan mana pelanggaran HAM mana pelanggaran pidana, dan setiap pelanggaran HAM negara harus bertanggung jawab.
"Selama ini kami telah menyampaikan aspirasi kepada DPRP, dan Komnas HAM namun menjadi pembiaran negara hingga memakan waktu setengah tahun lamanya (6 bulan), dan kasus ini dianggap biasa oleh Jokowi , padahal sepulang dari Papua pada kunjungan ke duanya , Ia memerintahkan kepada Kapolri untuk menyelesaikan kasus Paniai selama 2 hari," ujarnya.
Teko mengatakan, Polda Papua dala kerjanya hanya membujuk masyarakat untuk menggali kubur korban yang bertentangan dengan adat masyarakat Paniai.
Jokowi juga membiarkan Komnas HAM telah membentuk KPP HAM dan telah membentuk KPP HAM /Ad Hock pada 7 Mei 2015 untuk menyelesaikan kasus Paniai, namun sampai saat ini tidak ada reaksi dari tim AD Hock , karena kekurangan dana.
"Padahal bupati Hengky Kayame dengan nada keras meminta jika kasus ini tidak selesai maka dirinya siap buka Garuda , dan juga para legislatif yang telah membentuk Pansus HAM untuk penyelesaian kasus Paniai" ujar Teko.
Sementara itu, Melianus Duwita mengatakan karena tim AD Hock tidak ada dana, maka kami melakukan penggalangan dana pada 22 Juni 2015 untuk membiayai tim AD Hock Komnas HAM.
Kami meminta bupati Paniai agar tidak hanya bicara di media, namun juga harus ada tindakan kongkrit misalnya membantu memfasilitasi tim AD Hock yang hingga saat ini tidak ada dana.
Kepada Komnas HAM RI jangan hanya diam saja karena tidak ada dana, sebagai tanggung jawab membela HAM kami harap untuk segera bertindak sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
Kepada DPRP agar aspirasi masyarakat untuk mendapatkan keadilan korban harus di seriusi melalui Pansus HAM yang dibentuk.
"Kami FIM berterimakasih kepada seluruh masyarakat yang sudah menyumbangkan demi kemanusiaan, meskipun aksi kami tanggal 22 kemarin hanya setengah jam dan dibubarkan polisi," ujar Melianus.
Melianus menegaskan, jangan ada perspektif, FIM mengatasnamakan Komnas HAM dan mahasiswa untuk mencari makan, karena FIM disini berinisiatif untuk membantu Komnas HAM dalam penyelesaian kasus Paniai.
"Dana sejumlah 608.000 dan akan dikirimkan ke Komnas HAM RI, melalui Komnas HAM Papua pada hari Jumat (26/6)," ujar Melianus. [PasifikPos]
Pernyataan ini disampaikan forum tersebut saat jumpa pers di Kantor Kontras, Padang Bulan, Distrik Heram pada Kamis (25/6). Forum Independen Mahasiswa (FIM) antara lain Teko Kogoya (ketua), Melianus Duwitau (sekjen), Dani Yogi (Ketua), Kokay Munik (Anggota), Ndoringga Yari (anggota), dan Oka Ikinia ( anggota).
Teko Kogoya mengatakan tragedi Paniai berdarah yang menewaskan 4 orang dan belasan luka-luka sampai saat ini belum diselesaikan oleh negara, padahal kasus Paniai ini merupakan termasuk dalam pelanggaran berat.
"Hal ini dilihat dari telah terbentuknya pengadilan HaM ad Hock sesuai dengan UU nomor 26 tahun 2000, tentang pengadilan pelanggaran HaM," ujarnya.
Teko sangat menyayangkan hingga hari ini pelaku masih bebas berkeliaran.
Lanjutnya, negara tidak bisa membedakan mana pelanggaran HAM mana pelanggaran pidana, dan setiap pelanggaran HAM negara harus bertanggung jawab.
"Selama ini kami telah menyampaikan aspirasi kepada DPRP, dan Komnas HAM namun menjadi pembiaran negara hingga memakan waktu setengah tahun lamanya (6 bulan), dan kasus ini dianggap biasa oleh Jokowi , padahal sepulang dari Papua pada kunjungan ke duanya , Ia memerintahkan kepada Kapolri untuk menyelesaikan kasus Paniai selama 2 hari," ujarnya.
Teko mengatakan, Polda Papua dala kerjanya hanya membujuk masyarakat untuk menggali kubur korban yang bertentangan dengan adat masyarakat Paniai.
Jokowi juga membiarkan Komnas HAM telah membentuk KPP HAM dan telah membentuk KPP HAM /Ad Hock pada 7 Mei 2015 untuk menyelesaikan kasus Paniai, namun sampai saat ini tidak ada reaksi dari tim AD Hock , karena kekurangan dana.
"Padahal bupati Hengky Kayame dengan nada keras meminta jika kasus ini tidak selesai maka dirinya siap buka Garuda , dan juga para legislatif yang telah membentuk Pansus HAM untuk penyelesaian kasus Paniai" ujar Teko.
Sementara itu, Melianus Duwita mengatakan karena tim AD Hock tidak ada dana, maka kami melakukan penggalangan dana pada 22 Juni 2015 untuk membiayai tim AD Hock Komnas HAM.
Kami meminta bupati Paniai agar tidak hanya bicara di media, namun juga harus ada tindakan kongkrit misalnya membantu memfasilitasi tim AD Hock yang hingga saat ini tidak ada dana.
Kepada Komnas HAM RI jangan hanya diam saja karena tidak ada dana, sebagai tanggung jawab membela HAM kami harap untuk segera bertindak sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
Kepada DPRP agar aspirasi masyarakat untuk mendapatkan keadilan korban harus di seriusi melalui Pansus HAM yang dibentuk.
"Kami FIM berterimakasih kepada seluruh masyarakat yang sudah menyumbangkan demi kemanusiaan, meskipun aksi kami tanggal 22 kemarin hanya setengah jam dan dibubarkan polisi," ujar Melianus.
Melianus menegaskan, jangan ada perspektif, FIM mengatasnamakan Komnas HAM dan mahasiswa untuk mencari makan, karena FIM disini berinisiatif untuk membantu Komnas HAM dalam penyelesaian kasus Paniai.
"Dana sejumlah 608.000 dan akan dikirimkan ke Komnas HAM RI, melalui Komnas HAM Papua pada hari Jumat (26/6)," ujar Melianus. [PasifikPos]