DPRP Nilai Papua Berhak Masuk Melanesia Spearhead Group (MSG)
pada tanggal
Sunday, 21 June 2015
KOTA JAYAPURA - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Ruben Magay, mengatakan Papua berhak masuk dan menjadi anggota forum internasional persaudaraan rumpun Melanesia atau Melanesia Spearhead Group (MSG).
“Siapapun tidak bisa membatasi orang Papua masuk MSG. Ya, karena orang Papua ras Melanesia,” ungkap Magay dalam Seminar sehari sorotan tema “Apakah Orang Papua Benar Melanesia” di Aula Kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), Distrik Heram, Kota Jayapura, Sabtu (20/06).
Dengan tegas, Magay menjelaskan orang Papua masuk MSG bukan untuk bicara ekonomi Indonesia tapi membicarakan tentang hak-hak orang Papua sebagai satu rumpun Melanesia.
“Kami di legislatif ada beberapa hal yang kami lakukan diantaranya menyetujui perjanjian internasional; kerja sama hubungan internasional di bidang-bidang seperti kemanusiaan, kebudayaan, pendidikan, perdagangan, olahraga,” ungkapnya.
Tambah Magay, Pasal 317 ayat 1 huruf g Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MRP), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sementara itu, Mathea Mamayeao, Sekertaris Komisi I DPRP Papua, menjelaskan eksistensi Perempuan Papua dan Budaya Melanesia.
Perempuan Papua masa lalu adalah menganyam cawat, membuat payung adat, mengayam tapisan sagu, taori, gelang tangan dan tikar daun. Semua anyaman ini mempunyai arti. Seluruh bahan untuk keperluan pembuatan semua hal tersedia di alam Papua.
“Bedah dengan perempuan masa kini, eksistensi mulai pudar dan menurun. Dulu, perempuan sangat dihargai di dalam tatanan adat. Tetapi sekarang mulai menurun perlahan-lahan,” kata Mamayao dalam kegiatan yang diikuti oleh ratusan peserta ini digelar BEM USJJ.
Lanjut Mamayao, perempuan Papua sekarang tidak tahu anyam noken, meluruskan rambut dan berbagai macam hal lainnya. Ini membuktikan, eksistensi perempuan Papua sudah luntur dan hilang.
Sebelumnya posisi Indonesia dan Papua sebagai dua bangsa yang berbeda akan menjadi materi utama yang akan dibahas pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) MSG pekan depan.
Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal MSG, Peter Forau pada pra-KTT MSG di Honiara, Kepulauan Solomon, Kamis (18/6) dengan menegaskan bahwa Sekretariat MSG telah menerima permohonan resmi bergabung dari pemerintah Indonesia yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan kenegaraan, menemui Perdana Menteri Papua Niugini, Peter O'Neill pada Mei 2015 lalu di Port Moresby.
Selanjutnya Forau juga menegaskan bahwa, pengajuan Papua Barat sebagai anggota MSG mewakili gerakan independen dari masyarakat Papua telah dikantongi dan akan dipertimbangkan.
Dua negara anggota MSG, Papua Niugini dan Fiji secara terbuka telah mendukung rencana keanggotaan Indonesia dan Papua Barat secara terpisah di forum tersebut.
Selain Papua Niugini dan Fiji, Kepulauan Salomon melalui Perdana Menteri, Manasseh Sogavare, menyatakan pihaknya akan mendukung keberadaan Papua Barat melalui United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) dengan status sebagai pengamat.
Namun pengakuan tersebut menuntut empat syarat penting. diantaranya; Pertama, status Papua Barat sebagai pengamat MSG hanya diberikan kepada satu kelompok perwakilan saja. Kedua, Keanggotaan penuh dari kelompok perwakilan tersebut harus disetujui oleh Pemerintah Indonesia seperti yang disepakati pada KTT MSG tahun 2013 dan 2014.
Ketiga, Indonesia akan didukung untuk menjadi anggota asosiasi MSG dan Keempat, Pemerintahan Solomon akan terlibat dengan semua pemangku kepentingan dalam membahas keanggotaan Indonesia dan Papua Barat.
"Masalah geopolitik dan perdagangan internasional akan dikesampingkan guna mencapai resolusi yang berdasar pada prinsip-prinsip Kristen yang telah membentuk landasan konstitusi negara kita. Mereka (negara-negara rumpun Melanesia) juga menyadari kebutuhan untuk menciptakan ruang internasional untuk mencari hak dan kebebasan asasi dan berusaha untuk mencapai melalui kedamaian dalam kebersamaan," tandas Sogavare melalui rilis media pada Jumat (19/6). [TapaNews/Papuanesia]
“Siapapun tidak bisa membatasi orang Papua masuk MSG. Ya, karena orang Papua ras Melanesia,” ungkap Magay dalam Seminar sehari sorotan tema “Apakah Orang Papua Benar Melanesia” di Aula Kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), Distrik Heram, Kota Jayapura, Sabtu (20/06).
Dengan tegas, Magay menjelaskan orang Papua masuk MSG bukan untuk bicara ekonomi Indonesia tapi membicarakan tentang hak-hak orang Papua sebagai satu rumpun Melanesia.
“Kami di legislatif ada beberapa hal yang kami lakukan diantaranya menyetujui perjanjian internasional; kerja sama hubungan internasional di bidang-bidang seperti kemanusiaan, kebudayaan, pendidikan, perdagangan, olahraga,” ungkapnya.
Tambah Magay, Pasal 317 ayat 1 huruf g Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MRP), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sementara itu, Mathea Mamayeao, Sekertaris Komisi I DPRP Papua, menjelaskan eksistensi Perempuan Papua dan Budaya Melanesia.
Perempuan Papua masa lalu adalah menganyam cawat, membuat payung adat, mengayam tapisan sagu, taori, gelang tangan dan tikar daun. Semua anyaman ini mempunyai arti. Seluruh bahan untuk keperluan pembuatan semua hal tersedia di alam Papua.
“Bedah dengan perempuan masa kini, eksistensi mulai pudar dan menurun. Dulu, perempuan sangat dihargai di dalam tatanan adat. Tetapi sekarang mulai menurun perlahan-lahan,” kata Mamayao dalam kegiatan yang diikuti oleh ratusan peserta ini digelar BEM USJJ.
Lanjut Mamayao, perempuan Papua sekarang tidak tahu anyam noken, meluruskan rambut dan berbagai macam hal lainnya. Ini membuktikan, eksistensi perempuan Papua sudah luntur dan hilang.
Sebelumnya posisi Indonesia dan Papua sebagai dua bangsa yang berbeda akan menjadi materi utama yang akan dibahas pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) MSG pekan depan.
Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal MSG, Peter Forau pada pra-KTT MSG di Honiara, Kepulauan Solomon, Kamis (18/6) dengan menegaskan bahwa Sekretariat MSG telah menerima permohonan resmi bergabung dari pemerintah Indonesia yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan kenegaraan, menemui Perdana Menteri Papua Niugini, Peter O'Neill pada Mei 2015 lalu di Port Moresby.
Selanjutnya Forau juga menegaskan bahwa, pengajuan Papua Barat sebagai anggota MSG mewakili gerakan independen dari masyarakat Papua telah dikantongi dan akan dipertimbangkan.
Dua negara anggota MSG, Papua Niugini dan Fiji secara terbuka telah mendukung rencana keanggotaan Indonesia dan Papua Barat secara terpisah di forum tersebut.
Selain Papua Niugini dan Fiji, Kepulauan Salomon melalui Perdana Menteri, Manasseh Sogavare, menyatakan pihaknya akan mendukung keberadaan Papua Barat melalui United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) dengan status sebagai pengamat.
Namun pengakuan tersebut menuntut empat syarat penting. diantaranya; Pertama, status Papua Barat sebagai pengamat MSG hanya diberikan kepada satu kelompok perwakilan saja. Kedua, Keanggotaan penuh dari kelompok perwakilan tersebut harus disetujui oleh Pemerintah Indonesia seperti yang disepakati pada KTT MSG tahun 2013 dan 2014.
Ketiga, Indonesia akan didukung untuk menjadi anggota asosiasi MSG dan Keempat, Pemerintahan Solomon akan terlibat dengan semua pemangku kepentingan dalam membahas keanggotaan Indonesia dan Papua Barat.
"Masalah geopolitik dan perdagangan internasional akan dikesampingkan guna mencapai resolusi yang berdasar pada prinsip-prinsip Kristen yang telah membentuk landasan konstitusi negara kita. Mereka (negara-negara rumpun Melanesia) juga menyadari kebutuhan untuk menciptakan ruang internasional untuk mencari hak dan kebebasan asasi dan berusaha untuk mencapai melalui kedamaian dalam kebersamaan," tandas Sogavare melalui rilis media pada Jumat (19/6). [TapaNews/Papuanesia]