DPR RI Sambut baik Perubahan Kontrak Usaha PT Freeport Indonesia
pada tanggal
Friday, 12 June 2015
JAKARTA - Anggota Komisi VII Kurtubi menyambut baik keputusan pemerintah mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang dimiliki oleh PT Freeport Indonesia.
"Tanggapan saya itu langkah bagus, langkah maju sekalipun masih banyak kelemahan," kata dia di Jakarta, Kamis (11/6).
Sebab jika sistem kontrak lama dipertahankan, lanjut dia, negara akan dirugikan karena pemerintah tak punya kontrol terhadap Freeport. Pemerintah tak memiliki data pengeluaran perusahaan.
"Biaya yang dikeluarkan usaha tambang dengan menggunakan skema IUP dan KK, negara tidak tahu data itu. Jadi kalau ada biaya-biaya yang tidak wajar, pemerintah tidak tahu, padahal ini yang jadi unsur pengurang dari penerimaan negara," paparnya.
Maka, lanjut Kurtubi tak mengherankan jika selama ini pemasukan negara sangat minim akibat skema kerjasama menggunakan kontrak karya tersebut.
"Pajak dan PNBP baik di IUP atau KK amat sangat tidak sebanding dengan nilai produksi atau ekspor semua jenis tambang," ujarnya.
Sebelumnya Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana memastikan proses perubahan hubungan kerjasama tersebut tidak melanggar aturan. Pasalnya, diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral Batu Bara.
"Pasal 69 mengatur bahwa sejak diundangkan harus segera berubah dari kontrak karya jadi IUP. Pasal 169 ayat b tentang peralihan," katanya.
Dia menuturkan, dengan perubahan bentuk kerjasama kontrak mempercepat pemerintah memutuskan status perpanjangan kelanjutan izin operasi Freeport selama 20 tahun ke depan. Namun ia belum bisa menyebutkan waktu dimulainya perpanjangan tersebut.
"Ini adalah milestone penting di kita yang akan berikan jalan keluar bagi percepatan keputusan tentang kelanjutan operasi Freeport," tandas dia. [Liputan6]
"Tanggapan saya itu langkah bagus, langkah maju sekalipun masih banyak kelemahan," kata dia di Jakarta, Kamis (11/6).
Sebab jika sistem kontrak lama dipertahankan, lanjut dia, negara akan dirugikan karena pemerintah tak punya kontrol terhadap Freeport. Pemerintah tak memiliki data pengeluaran perusahaan.
"Biaya yang dikeluarkan usaha tambang dengan menggunakan skema IUP dan KK, negara tidak tahu data itu. Jadi kalau ada biaya-biaya yang tidak wajar, pemerintah tidak tahu, padahal ini yang jadi unsur pengurang dari penerimaan negara," paparnya.
Maka, lanjut Kurtubi tak mengherankan jika selama ini pemasukan negara sangat minim akibat skema kerjasama menggunakan kontrak karya tersebut.
"Pajak dan PNBP baik di IUP atau KK amat sangat tidak sebanding dengan nilai produksi atau ekspor semua jenis tambang," ujarnya.
Sebelumnya Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana memastikan proses perubahan hubungan kerjasama tersebut tidak melanggar aturan. Pasalnya, diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral Batu Bara.
"Pasal 69 mengatur bahwa sejak diundangkan harus segera berubah dari kontrak karya jadi IUP. Pasal 169 ayat b tentang peralihan," katanya.
Dia menuturkan, dengan perubahan bentuk kerjasama kontrak mempercepat pemerintah memutuskan status perpanjangan kelanjutan izin operasi Freeport selama 20 tahun ke depan. Namun ia belum bisa menyebutkan waktu dimulainya perpanjangan tersebut.
"Ini adalah milestone penting di kita yang akan berikan jalan keluar bagi percepatan keputusan tentang kelanjutan operasi Freeport," tandas dia. [Liputan6]