Dewan Adat Paniai Minta Polisi Libatkan Komnas HAM dan LPSK
pada tanggal
Tuesday, 2 June 2015
KOTA JAYAPURA - Dewa Adat Paniai, menyarankan kepada tim gabungan Mabes Polri dan Polda Papua agar dalam pengambilan dan pengumpulan keterangan terkait kasus kekerasan di Paniai perlu melibatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Ada baiknya, tim tersebut melibatkan Komnas HAM dan LPSK, agar hasil di lapangan lebih akurat dan detil," kata Ketua DAD Paniai, Jhon NR Gobay saat berada di Kota Jayapura, Papua, Selasa (2/6).
Menurut dia, dengan pendampingan dari Komnas HAM dan LPSK dalam pengambilan serta pengumpulan data dari sejumlah saksi dan korban kekerasan kasus Paniai, maka bisa menghindarkan persepsi yang buruk di tengah masyarakat.
"Kalau ada Komnas HAM dan LPSK, dipastikan saksi yang melihat kejadian itu berani memberikan keterangan tanpa takut. Karena kasus kekerasan Paniai itu kan mereka menduga ada keterlibatan institusi negara," katanya.
Lebih lanjut Gobay mengklaim dan menyebutkan bahwa kasus kekerasan Pania menewaskan warga Yulianus Yeimo (17), Apinus Gobai (16), Simon Degei (17), dan Alpius You (18), dan seorang warga sipil lain di lapangan Karel Gobay, Kabupaten Paniai, Papua, pada 8 Desember 2014.
Serta melukai 18 orang korban yang sempat mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit setempat.
"Berdasarkan hasil investigas tim Solidaritas, juga Komnas HAM RI Pusat diduga pelaku penembakan adalah aparat negara dari sejumlah satuan yang bertugas di Paniai pada waktu kekerasan itu terjadi," katanya.
Lalu, dengan fakta yang ditemukan oleh tim solidaritas dan Komnas HAM pusat pada 6-8 Mei 2015, sehingga dalam paripurna telah membentuk Tim Ad Hoc Kasus Paniai, yang beranggotakan Komnas HAM, dan unsur masyarakat sipil, seperti diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (2) UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, untuk melakukan investigasi secara kompherensif, tuntas, dan menyeluruh.
"Nah, dalam seminggu belakangan ini, informasi yang didapatkan berdasarkan perintah Menteri Polhukam, Mabes Polri dan Polda Papua sedang berada di Enarotali, Pania dan hari ini melakukan sosialisasi dan telah meminta lagi keterangan dari saksi dari peristiwa 7-8 Desember 2014, tanpa berkoordinasi dan kehadiran LPSK dan Komnas HAM," katanya.
"Padahal semua saksi, saksi korban telah memberikan keterangan kepada Komnas HAM serta telah mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. Saya menduga dalam kasus ini terkesan tidak ada sikap saling menghormati dan menghargai antarmasing-masing institusi, tidak ada sikap kesatria, kejujuran dari institusi, sikap membela wibawa negara jauh lebih tinggi daripada nilai sebuah kebenaran dan kejujuran serta independensi," lanjutnya.
Untuk itu, Gobay mengatakan pihaknya meminta kepada Kapolri dan Panglima TNI dan jajaran di bawahnya untuk menghentikan proses pemeriksaan saksi dan korban sambil menunggu LPSK dan Komnas HAM. Perlu dikedepankan sikap kooperatif dalam mengusut tuntas peristiwa pembantaian di Paniai, dengan menghadirkan para pelaku dan saksi dari unsur militer untuk dimintai keterangan oleh tim ad hoc kasus paniai.
Pihaknya mendesak LSM KontraS, LBH, GKI Papua, GKIP, Koalisi Masyarakat Sipil Papua lembaga-lembaga HAM internasional, seperti Amnesty International, Human Rights Watch, dan PBB untuk segera meminta Kapolri dan Panglima TNI agar menghentikan upaya pemeriksaan saksi tanpa di damping LPSK. Ia juga telah menyurati Presiden Jokowi, agar peristiwa Paniai diselesaikan secara tuntas dan menyeluruh. [Antara]
"Ada baiknya, tim tersebut melibatkan Komnas HAM dan LPSK, agar hasil di lapangan lebih akurat dan detil," kata Ketua DAD Paniai, Jhon NR Gobay saat berada di Kota Jayapura, Papua, Selasa (2/6).
Menurut dia, dengan pendampingan dari Komnas HAM dan LPSK dalam pengambilan serta pengumpulan data dari sejumlah saksi dan korban kekerasan kasus Paniai, maka bisa menghindarkan persepsi yang buruk di tengah masyarakat.
"Kalau ada Komnas HAM dan LPSK, dipastikan saksi yang melihat kejadian itu berani memberikan keterangan tanpa takut. Karena kasus kekerasan Paniai itu kan mereka menduga ada keterlibatan institusi negara," katanya.
Lebih lanjut Gobay mengklaim dan menyebutkan bahwa kasus kekerasan Pania menewaskan warga Yulianus Yeimo (17), Apinus Gobai (16), Simon Degei (17), dan Alpius You (18), dan seorang warga sipil lain di lapangan Karel Gobay, Kabupaten Paniai, Papua, pada 8 Desember 2014.
Serta melukai 18 orang korban yang sempat mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit setempat.
"Berdasarkan hasil investigas tim Solidaritas, juga Komnas HAM RI Pusat diduga pelaku penembakan adalah aparat negara dari sejumlah satuan yang bertugas di Paniai pada waktu kekerasan itu terjadi," katanya.
Lalu, dengan fakta yang ditemukan oleh tim solidaritas dan Komnas HAM pusat pada 6-8 Mei 2015, sehingga dalam paripurna telah membentuk Tim Ad Hoc Kasus Paniai, yang beranggotakan Komnas HAM, dan unsur masyarakat sipil, seperti diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (2) UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, untuk melakukan investigasi secara kompherensif, tuntas, dan menyeluruh.
"Nah, dalam seminggu belakangan ini, informasi yang didapatkan berdasarkan perintah Menteri Polhukam, Mabes Polri dan Polda Papua sedang berada di Enarotali, Pania dan hari ini melakukan sosialisasi dan telah meminta lagi keterangan dari saksi dari peristiwa 7-8 Desember 2014, tanpa berkoordinasi dan kehadiran LPSK dan Komnas HAM," katanya.
"Padahal semua saksi, saksi korban telah memberikan keterangan kepada Komnas HAM serta telah mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. Saya menduga dalam kasus ini terkesan tidak ada sikap saling menghormati dan menghargai antarmasing-masing institusi, tidak ada sikap kesatria, kejujuran dari institusi, sikap membela wibawa negara jauh lebih tinggi daripada nilai sebuah kebenaran dan kejujuran serta independensi," lanjutnya.
Untuk itu, Gobay mengatakan pihaknya meminta kepada Kapolri dan Panglima TNI dan jajaran di bawahnya untuk menghentikan proses pemeriksaan saksi dan korban sambil menunggu LPSK dan Komnas HAM. Perlu dikedepankan sikap kooperatif dalam mengusut tuntas peristiwa pembantaian di Paniai, dengan menghadirkan para pelaku dan saksi dari unsur militer untuk dimintai keterangan oleh tim ad hoc kasus paniai.
Pihaknya mendesak LSM KontraS, LBH, GKI Papua, GKIP, Koalisi Masyarakat Sipil Papua lembaga-lembaga HAM internasional, seperti Amnesty International, Human Rights Watch, dan PBB untuk segera meminta Kapolri dan Panglima TNI agar menghentikan upaya pemeriksaan saksi tanpa di damping LPSK. Ia juga telah menyurati Presiden Jokowi, agar peristiwa Paniai diselesaikan secara tuntas dan menyeluruh. [Antara]