Aparat Keamanan Diminta Profesional Tangani Kasus BTN Organda
pada tanggal
Monday, 15 June 2015
KOTA JAYAPURA - Penanganan Kepolisian Resor Kota (Polresta) Jayapura yang dipimpin AKBP Jermias Rontini atas kasus penyerangan warga perumahan BTN Organda Padang Bulan, Kelurahan Hedam, Distrik Heram, Kota Jayapura pada Senin (8/6) lalu yang menewaskan 2 warga, dinilai tidak profesional.
Hal tersebut disampaikan Tokoh Pemuda Pegunungan Tengah Papua, Albertho Wanimbo. Sebab penangana aparat keamanan dinilai sepihak dan tidak melindungi masyarakat secara utuh. Ia dengan tegas mengatakan, jangan menjadikan kelompok masyarakat tertentu sebagai tertuduh dibalik kasus ini.
"Polisi tidak profesional dalam penanganan kasus ini. Kalau kita menjastifikasikan masalah ini kepada satu oknum atau satu pihak, segala macam masalah ini tidak akan pernah selesai. Juga akan meluas ke mana-mana dan itu akan menjadi bumerang buat kita semua," ujar Wanimbo pada Sabtu (13/6).
Ia mengajak agar Polresta Jayapura harus melihat hal ini secara profesional. Sebab banyak masyarakat pegunungan yang juga menjadi korban diskriminasi dari tuduhan oknum provokator yang memanasi masyarakat Maluku di Jayapura paska peristiwa ini, sehingga warga pegunungan dan mahasiswa yang tidak tahu persoalan menjadi korban.
"Pihak polisi harus mengusut kasus ini, karena kami semua korban. Korban secara fisik dan psikis. Karena secara psikologi, kami mau jalan juga tidak bisa, seperti yang terjadi di lingkaran Abepura, asrama Nabire di Kamkei dan lain-lain. Itu karena polisi tidak tepat mengambil sikap, makanya teman-teman dari Maluku yang merasa dikorbankan menyerang suku yang lain. Ini bahaya," ungkap dia.
Wanimbo juga mendesak secepatnya untuk diadakan pertemuan, antara tokoh pemuda, tokoh adat, tokoh Agama, baik dari Pegunungan Tengah Papua maupun dari Maluku untuk dapat duduk bersama dan menyelesaikan kasus Organda dengan baik secara kekeluargaan.
"Kami minta kepada pak Gubernur, kalau bisa Gubernur mau datang sebagai penengah untuk menyelesaikan masalah ini dengan memanggil orang-orang tua dari Maluku, orang-orang tua dari Pegunungan Tengah dan Tokoh-tokoh Adat, pemuda, dan Agama dari kedua belah pihak, hingga permasalahan segera terselesaikan," ujarnya.
Ia sangat mengharapkan agar masalah ini dapat terselesaikan, sebab masyarakat Papua tidak pernah ingin ada upaya adu domba kepada sesama warga di Papua, termasuk warga Maluku.
"Kami ingin hidup dengan damai dan aman sama-sama di sini. Jangan sampai oknum-oknum tertentu adu dombakan kita. Kami tidak ingin Papua menjadi seperti Ambon kedua, atau Sampit kedua. Kami sudah hidup damai berdampingan dan aman di Papua ini, jadi jangan kita diadudomba oleh oknum-oknum tertentu," tegasnya.
Hal senada disampaikan Tokoh Pemuda Maluku di Jayapura, Sehan Hanubun. Ia meminta kepada semua pemuda Maluku untuk menahan diri, dan menyerahkan penyelesaian kasus sepenuhnya kepada pihak kepolisian.
"Seperti yang telah disampaikan oleh Kepala Suku Ikatan Keluarga Maluku (Ikemal) Leo Loupaty, ia mengutuk keras perbuatan di komplek Organda, dan ketua Ikemal telah menyerahkan sepenuhnya pengungkapan kasus ini kepada kepolisian, sehingga kita jangan bertindak sendiri-sendiri, yang malah akan merugikan masyarakat luas di sini," jelas Sehan.
Sebelumnya, kasus penyerangan Perumahan BTN Organda oleh 50 an-warga pada Senin (8/6), mengakibatkan dua orang meninggal yakni Ketua RT 02/RW 04, Fredrik Lasamahu dan seorang warga bernama Simon Souhoka. Sedangkan dua warga yang dilaporkan luka-luka, adalah Christofer Maradona dan Chris Wandadaya.
Selanjutnya pada Selasa (9/6) warga yang melakukan arak-arakan saat memakamkan salah satu korban insiden dari komplek perumahan BTN Organda menuju Pemakanan Umum Tanah Hitam, Distrik Abepura, melakukan aksi balas dendam yang melukai dua orang warga sipil yang tidak berdosa. Dua korban itu atas nama Tonny Yelipele dan Hendrikus Iyai. Saat ini kedua korban penusukan sedang dirawat di rumah sakit. [MajalahSelangkah/Papuanesia]
Hal tersebut disampaikan Tokoh Pemuda Pegunungan Tengah Papua, Albertho Wanimbo. Sebab penangana aparat keamanan dinilai sepihak dan tidak melindungi masyarakat secara utuh. Ia dengan tegas mengatakan, jangan menjadikan kelompok masyarakat tertentu sebagai tertuduh dibalik kasus ini.
"Polisi tidak profesional dalam penanganan kasus ini. Kalau kita menjastifikasikan masalah ini kepada satu oknum atau satu pihak, segala macam masalah ini tidak akan pernah selesai. Juga akan meluas ke mana-mana dan itu akan menjadi bumerang buat kita semua," ujar Wanimbo pada Sabtu (13/6).
Ia mengajak agar Polresta Jayapura harus melihat hal ini secara profesional. Sebab banyak masyarakat pegunungan yang juga menjadi korban diskriminasi dari tuduhan oknum provokator yang memanasi masyarakat Maluku di Jayapura paska peristiwa ini, sehingga warga pegunungan dan mahasiswa yang tidak tahu persoalan menjadi korban.
"Pihak polisi harus mengusut kasus ini, karena kami semua korban. Korban secara fisik dan psikis. Karena secara psikologi, kami mau jalan juga tidak bisa, seperti yang terjadi di lingkaran Abepura, asrama Nabire di Kamkei dan lain-lain. Itu karena polisi tidak tepat mengambil sikap, makanya teman-teman dari Maluku yang merasa dikorbankan menyerang suku yang lain. Ini bahaya," ungkap dia.
Wanimbo juga mendesak secepatnya untuk diadakan pertemuan, antara tokoh pemuda, tokoh adat, tokoh Agama, baik dari Pegunungan Tengah Papua maupun dari Maluku untuk dapat duduk bersama dan menyelesaikan kasus Organda dengan baik secara kekeluargaan.
"Kami minta kepada pak Gubernur, kalau bisa Gubernur mau datang sebagai penengah untuk menyelesaikan masalah ini dengan memanggil orang-orang tua dari Maluku, orang-orang tua dari Pegunungan Tengah dan Tokoh-tokoh Adat, pemuda, dan Agama dari kedua belah pihak, hingga permasalahan segera terselesaikan," ujarnya.
Ia sangat mengharapkan agar masalah ini dapat terselesaikan, sebab masyarakat Papua tidak pernah ingin ada upaya adu domba kepada sesama warga di Papua, termasuk warga Maluku.
"Kami ingin hidup dengan damai dan aman sama-sama di sini. Jangan sampai oknum-oknum tertentu adu dombakan kita. Kami tidak ingin Papua menjadi seperti Ambon kedua, atau Sampit kedua. Kami sudah hidup damai berdampingan dan aman di Papua ini, jadi jangan kita diadudomba oleh oknum-oknum tertentu," tegasnya.
Hal senada disampaikan Tokoh Pemuda Maluku di Jayapura, Sehan Hanubun. Ia meminta kepada semua pemuda Maluku untuk menahan diri, dan menyerahkan penyelesaian kasus sepenuhnya kepada pihak kepolisian.
"Seperti yang telah disampaikan oleh Kepala Suku Ikatan Keluarga Maluku (Ikemal) Leo Loupaty, ia mengutuk keras perbuatan di komplek Organda, dan ketua Ikemal telah menyerahkan sepenuhnya pengungkapan kasus ini kepada kepolisian, sehingga kita jangan bertindak sendiri-sendiri, yang malah akan merugikan masyarakat luas di sini," jelas Sehan.
Sebelumnya, kasus penyerangan Perumahan BTN Organda oleh 50 an-warga pada Senin (8/6), mengakibatkan dua orang meninggal yakni Ketua RT 02/RW 04, Fredrik Lasamahu dan seorang warga bernama Simon Souhoka. Sedangkan dua warga yang dilaporkan luka-luka, adalah Christofer Maradona dan Chris Wandadaya.
Selanjutnya pada Selasa (9/6) warga yang melakukan arak-arakan saat memakamkan salah satu korban insiden dari komplek perumahan BTN Organda menuju Pemakanan Umum Tanah Hitam, Distrik Abepura, melakukan aksi balas dendam yang melukai dua orang warga sipil yang tidak berdosa. Dua korban itu atas nama Tonny Yelipele dan Hendrikus Iyai. Saat ini kedua korban penusukan sedang dirawat di rumah sakit. [MajalahSelangkah/Papuanesia]