9 Organisasi Media Desak Pemerintah Indonesia Cabut Pembatasan Akses Wartawan Asing
pada tanggal
Wednesday, 10 June 2015
KOTA JAYAPURA – Sembilan organisasi media internasional mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut pembatasan hukum dan birokrasi pada wartawan asing untuk memasuki Papua Barat.
Salah satu dari sembilan organisasi tersebut, yakni Komite Perlindungan Jurnalis/Committee to Protect Journalists (CPJ) menegaskan pernyataan Presiden Indonesia, Joko Widodo untuk membuka akses jurnalis asing ke Papua hanya akan berarti jika pernyataan presiden ini secara universal diikuti oleh semua instansi pemerintah, termasuk aparat keamanan.
“Pengumuman datang hampir enam bulan setelah saya mewakili CPJ di Indonesia sebagai bagian dari misi bersama untuk kebebasan pers dan kebebasan berekspresi kelompok. Di antara rekomendasi misi, yang dirilis setelah kunjungan bulan Desember, adalah pemerintah Indonesia diminta membuka akses pada wartawan asing ke Papua,” tulis Sumit Galhotra, Peneliti untuk program Asia di CPJ dalam surat elektronik yang diterima redaksi Jubi, Selasa (9/6).
Galhotra menambahkan, seperti diberitakan oleh media di Indonesia, nampaknya pejabat keamanan Indonesia masih membuat pernyataan yang bertentangan dengan pengumuman presiden itu.
“Tampaknya menjadi bisnis yang biasa bagi pejabat pemerintah Indonesia yang berniat mempertahankan dekade panjang pembatasan akses media asing ke Papua dan Papua Barat,” ujar Galhotra.
CPJ, lanjut Galhotra sangat mendukung pernyataan presiden Joko Widodo.
“Namun perubahan akan terjadi, jika pengumuman Widodo secara universal diikuti oleh semua instansi pemerintah, termasuk aparat keamanan,” kata Galhotra.
Galhotra juga menambahkan bahwa tanggal 8 Juni kemarin, sebuah pernyataan bersama telah dikeluarkan oleh beberapa organisasi untuk mendorong Presiden Joko Widodo melakukan perubahan nyata dalam kebijakan yang akan memastikan wartawan dapat beroperasi secara bebas di seluruh wilayah Indonesia.
Salah satu isi pernyataan bersama tersebut adalah rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia untuk mencabut pembatasan hukum dan birokrasi pada wartawan asing untuk memasuki Papua Barat.
“Wartawan asing tidak boleh lagi menghadapi persyaratan visa khusus atau dipaksa untuk melakukan perjalanan dengan pemerintah dan pihak keamanan dan mereka harus memiliki akses ke semua bagian negara,” ungkap Galhotra.
Pernyataan bersama yang ditandatangani oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Article 19, Centre for Law and Democracy, Committee to Protect Journalists, Freedom House, International Federation of Journalists, International Media Support, Open Society Foundations dan South East Asia Press Alliance ini juga mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengakhiri setiap penahanan, penangkapan dan deportasi wartawan internasional untuk pekerjaan jurnalistik mereka di Indonesia.
Ketua AJI Papua, Victor Mambor, menyambut pernyataan bersama ini sebagai langkah maju dari organisasi jurnalis, media dan Hak Asasi Manusia Internasional untuk mewujudkan pernyataan Presiden Joko Widodo.
“Agar langkah presiden ini terwujud, presiden harus menerbitkan peraturan yang secara formal menterjemahkan pernyataannya itu. Jika tidak, pernyataan presiden Joko Widodo ini hanya dianggap sebagai sikap reaksional atas desakan masyarakat internasional, tidak lebih,” ujar Mambor.
Lanjut Mambor, penentangan oleh sebagian menteri dan otoritas keamanan Indonesia terhadap pernyataan Joko Widodo ini setidaknya menunjukkan aktor-aktor penghambat kebebasan pers di Indonesia.
“Setidaknya kita paham bahwa BIN, Militer dan Kementrian Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan adalah lembaga-lembaga penghambat kebebasan pers di Indonesia. Selain lembaga-lembaga itu, Kepolisian adalah institusi lainnya yang menghambat kebebasan pers ini. Merekalah ujung tombak dalam “proyek” pembatasan akses jurnalis asing di Papua,” tegas Mambor. [Jubi]
Salah satu dari sembilan organisasi tersebut, yakni Komite Perlindungan Jurnalis/Committee to Protect Journalists (CPJ) menegaskan pernyataan Presiden Indonesia, Joko Widodo untuk membuka akses jurnalis asing ke Papua hanya akan berarti jika pernyataan presiden ini secara universal diikuti oleh semua instansi pemerintah, termasuk aparat keamanan.
“Pengumuman datang hampir enam bulan setelah saya mewakili CPJ di Indonesia sebagai bagian dari misi bersama untuk kebebasan pers dan kebebasan berekspresi kelompok. Di antara rekomendasi misi, yang dirilis setelah kunjungan bulan Desember, adalah pemerintah Indonesia diminta membuka akses pada wartawan asing ke Papua,” tulis Sumit Galhotra, Peneliti untuk program Asia di CPJ dalam surat elektronik yang diterima redaksi Jubi, Selasa (9/6).
Galhotra menambahkan, seperti diberitakan oleh media di Indonesia, nampaknya pejabat keamanan Indonesia masih membuat pernyataan yang bertentangan dengan pengumuman presiden itu.
“Tampaknya menjadi bisnis yang biasa bagi pejabat pemerintah Indonesia yang berniat mempertahankan dekade panjang pembatasan akses media asing ke Papua dan Papua Barat,” ujar Galhotra.
CPJ, lanjut Galhotra sangat mendukung pernyataan presiden Joko Widodo.
“Namun perubahan akan terjadi, jika pengumuman Widodo secara universal diikuti oleh semua instansi pemerintah, termasuk aparat keamanan,” kata Galhotra.
Galhotra juga menambahkan bahwa tanggal 8 Juni kemarin, sebuah pernyataan bersama telah dikeluarkan oleh beberapa organisasi untuk mendorong Presiden Joko Widodo melakukan perubahan nyata dalam kebijakan yang akan memastikan wartawan dapat beroperasi secara bebas di seluruh wilayah Indonesia.
Salah satu isi pernyataan bersama tersebut adalah rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia untuk mencabut pembatasan hukum dan birokrasi pada wartawan asing untuk memasuki Papua Barat.
“Wartawan asing tidak boleh lagi menghadapi persyaratan visa khusus atau dipaksa untuk melakukan perjalanan dengan pemerintah dan pihak keamanan dan mereka harus memiliki akses ke semua bagian negara,” ungkap Galhotra.
Pernyataan bersama yang ditandatangani oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Article 19, Centre for Law and Democracy, Committee to Protect Journalists, Freedom House, International Federation of Journalists, International Media Support, Open Society Foundations dan South East Asia Press Alliance ini juga mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengakhiri setiap penahanan, penangkapan dan deportasi wartawan internasional untuk pekerjaan jurnalistik mereka di Indonesia.
Ketua AJI Papua, Victor Mambor, menyambut pernyataan bersama ini sebagai langkah maju dari organisasi jurnalis, media dan Hak Asasi Manusia Internasional untuk mewujudkan pernyataan Presiden Joko Widodo.
“Agar langkah presiden ini terwujud, presiden harus menerbitkan peraturan yang secara formal menterjemahkan pernyataannya itu. Jika tidak, pernyataan presiden Joko Widodo ini hanya dianggap sebagai sikap reaksional atas desakan masyarakat internasional, tidak lebih,” ujar Mambor.
Lanjut Mambor, penentangan oleh sebagian menteri dan otoritas keamanan Indonesia terhadap pernyataan Joko Widodo ini setidaknya menunjukkan aktor-aktor penghambat kebebasan pers di Indonesia.
“Setidaknya kita paham bahwa BIN, Militer dan Kementrian Kordinator Politik, Hukum dan Keamanan adalah lembaga-lembaga penghambat kebebasan pers di Indonesia. Selain lembaga-lembaga itu, Kepolisian adalah institusi lainnya yang menghambat kebebasan pers ini. Merekalah ujung tombak dalam “proyek” pembatasan akses jurnalis asing di Papua,” tegas Mambor. [Jubi]