PT Freeport Indonesia Belum Ketahui Lokasi Pasti Smelter di Papua
pada tanggal
Friday, 29 May 2015
JAKARTA - Freeport Indonesia belum bisa memastikan lokasi pembangunan smelter di Papua sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Sebelumnya Presiden Jokowi menginkan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu membangun smelter di wilayah Indonesia Timur.
Direktur Utama Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin mengatakan Freeport masih mempertimbangkan kesediaan infrastruktur pendukung pembangunan smelter, sehingga hasil olahan tambang di smelter bisa memiliki nilai ekonomis dan tidak menjadi limbah.
"Di Papua belum ada. Lokasinya belum bisa kita pastikan dalam kurun waktu yang ditentukan pemerintah. Sehingga dengan pertimbangan infrastruktur, pertimbangan teknis dan bisnis, kami memutuskan untuk dibangun di Gresik," ujar Maroef dalam diskusi acara Investment and Trade Indonesia Timur yang diselenggarakan Kadin di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (25/5)
Maroef mengatakan, Freeport akan tetap membangun smelter senilai US$ 2,3 miliar di atas lahan PT Petrokimia Gresik.
"Kami sudah memutuskan berdasarkan pertimbangan teknis dan bisnis, dan dukungan infrastruktur, akan dibangun di Gresik, di sana terdukung. Listrik ada, pelabuhan ada, air ada, kalau mau bangun smelter itu yang perlu diperhatikan adalah industri lanjutan," katanya.
Pertimbangan tersebut, lanjutnya, menyangkut dengan pengolahan limbah smelter yang dinilai akan bermanfaat bagi kebutuhan pabrik pupuk di Gresik. Ia menilai limbah padat dari smelter tersebut bisa dimanfaatkan untuk industri hilir, terutama untuk pabrik semen.
"Karena di masa akan datang yang menghasilkan konsentrat itu tak hanya Freeport, ada Newmont. Besaran konsentrat tak akan bisa ditampung oleh smelter yang sudah eksis saat ini. Freeport sudah bangun smelter dari tahun 99 ada di Gresik. Hanya saja baru 40 persen di konsentrat yang diproduksi. Kami akan membangun tempat pengembangan," katanya. [CNN]
Direktur Utama Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin mengatakan Freeport masih mempertimbangkan kesediaan infrastruktur pendukung pembangunan smelter, sehingga hasil olahan tambang di smelter bisa memiliki nilai ekonomis dan tidak menjadi limbah.
"Di Papua belum ada. Lokasinya belum bisa kita pastikan dalam kurun waktu yang ditentukan pemerintah. Sehingga dengan pertimbangan infrastruktur, pertimbangan teknis dan bisnis, kami memutuskan untuk dibangun di Gresik," ujar Maroef dalam diskusi acara Investment and Trade Indonesia Timur yang diselenggarakan Kadin di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (25/5)
Maroef mengatakan, Freeport akan tetap membangun smelter senilai US$ 2,3 miliar di atas lahan PT Petrokimia Gresik.
"Kami sudah memutuskan berdasarkan pertimbangan teknis dan bisnis, dan dukungan infrastruktur, akan dibangun di Gresik, di sana terdukung. Listrik ada, pelabuhan ada, air ada, kalau mau bangun smelter itu yang perlu diperhatikan adalah industri lanjutan," katanya.
Pertimbangan tersebut, lanjutnya, menyangkut dengan pengolahan limbah smelter yang dinilai akan bermanfaat bagi kebutuhan pabrik pupuk di Gresik. Ia menilai limbah padat dari smelter tersebut bisa dimanfaatkan untuk industri hilir, terutama untuk pabrik semen.
"Karena di masa akan datang yang menghasilkan konsentrat itu tak hanya Freeport, ada Newmont. Besaran konsentrat tak akan bisa ditampung oleh smelter yang sudah eksis saat ini. Freeport sudah bangun smelter dari tahun 99 ada di Gresik. Hanya saja baru 40 persen di konsentrat yang diproduksi. Kami akan membangun tempat pengembangan," katanya. [CNN]