Pemprov Papua Akan Tuntas Bangun Smelter di Poumako Industrial Park pada 2019
pada tanggal
Friday 29 May 2015
KOTA JAYAPURA - Pemerintah Provinsi Papua menargetkan akan melakukan pembangunan pabrik pemurnian mineral atau smelter di Papua secepatnya. Pembangunan itu akan tuntas pada tahun 2019 dan akan dibangun di Poumako Industrial Park di Timika, Kabupaten Mimika.
Smelter yang akan dibangun di daerah Poumako Industrial Park di Timika akan menggunakan teknologi dari Kanada. Pembangkit listrik yang akan digunakan untuk operasional smelter ini juga dari berasal dari gas alam.
Ketua Pembangunan Smelter Papua, Bangun Manurung mengatakan smelter akan dibangun dari lokasi pelabuhan Timika yang jaraknya 3 kilometer dan akan dibangun diatas lahan 650 hektar area. Nantinya dari pelabuhan itu, konsentrat bisa disalurkan melalui pipa.
"Infrastruktur pelabuhan sudah tersedia dan ada keleluasaan lahan untuk industri yang lain. Pabrik smelter ini akan menggunakan teknologi dari Kanada yang dikembangkan oleh ENFI, salah satu perusahaan dari Non Ferrous China Company (NFC). NFC ini juga yang telah membangung pabrik smelter dibeberapa negara," kata Manurung yang ditemui di Kantor Gubernur Papua.
Pemprov setempat mengklaim pendanaan smelter Papua akan disupport penuh oleh Bank Investasi dari Amerika Serikat. pelaksaan pembangunan Pabrik Smelter dan Refinery olrh Non Ferrous China Company yang didanai oleh Bank of China dan setelah pabrik tersebut selesai pembangunannya, maka Bank Investasi dari Amerika Serikat akan melakukan take over pabrik.
Dijelaskannya, daerah Pomako, Mimika layak untuk bangun Smelter. Pasalnya kawasan ini sudah ada perencanaan tata ruang, pabrik semen, amdal serta pelabuhan.
"Daripada mencari lokasi baru harus membuat perencanaanya lagi, justru bisa saja akan membatalkan projek ini, karena pemerintah Pusat melihat kesiapan Papua untuk waktu sekarang ini, karena menurut mereka di Gresik sudah siap, padahal lahannya belum ada (masih laut) dan harus ditimbun," jelasnya.
Langkah berikutnya, ujar Manurung akan dilakukan rapat untuk menentukan strategi smelter smelter yang ada di Indonesia.
"Jadi akan dihitung produk konsentrat di seluruh Indonesia itu untuk jangka menengah dan panjang berapa juta ton. Misalnya di Papua 900 ribu ton, Gresik berapa dan tempat lain berapa, nanti strateginya seperti itu dengan penambang penambang yang sudah ada. Nanti ada penambang baru lagi dari Gorontalo," ucapnya.
Lanjutnya, pada minggu depan akan ada rapat di Menko Perekonomian untuk membicarakan soal kawasan industri di Timika.
"Jadi pusat merespon ini dengan sangat cepat, untuk itu Rabu depan Gubernur akan mempresentasikan kawasan indsutri Timika, yang jelas smelter ini adalah sebagai pemicu kawasan industri berikutnya," katanya.
Untuk daerah, kata Manurung karena lokasi sudah ada, maka yang harus dibuat adalah Peraturan Daerah (Perda) tata ruang.
"Ini adalah langkah pertama yang harus dipersiapkan. Kemudian ada ijin ijin yang bersifat lokal baik di tingkat kabupaten, provinsi maupun pusat karea kedepan akan menjadi kawasan industri. Untuk itu harus ada aturan aturan soal kawasan industri," kata Manurung.
Sedangkan keterkaitan dengan PT Freeport Indonesia, mengingat pusat hanya memberikan ijin ekspor selama enam bulan kedepan dan akan dievaluasi kembali, maka harus sudah ada MoU.
"Jadi nanti yang dinilai adalah kesiapan mereka untuk menyalurkan konsentrat ke smelter yang dibangun. Ini mungkin salah satu syarat yang akan diminta pemerintah sebagai kesiapan untuk membangun smelter, karena bukan lagi Freeport yang melakukan pembangunan tetapi pihak ketiga," katanya.
Mengenai pihak ketiga, yang selama ini sudah berkordinasi dengan Gubernur adalah pihak Non Ferrous China (NFC) dengan teknologi dari Kanada (SKS). "Nanti mereka yang akan membangun dan didanai oleh NFC," ucapnya. [Papuapos]
Smelter yang akan dibangun di daerah Poumako Industrial Park di Timika akan menggunakan teknologi dari Kanada. Pembangkit listrik yang akan digunakan untuk operasional smelter ini juga dari berasal dari gas alam.
Ketua Pembangunan Smelter Papua, Bangun Manurung mengatakan smelter akan dibangun dari lokasi pelabuhan Timika yang jaraknya 3 kilometer dan akan dibangun diatas lahan 650 hektar area. Nantinya dari pelabuhan itu, konsentrat bisa disalurkan melalui pipa.
"Infrastruktur pelabuhan sudah tersedia dan ada keleluasaan lahan untuk industri yang lain. Pabrik smelter ini akan menggunakan teknologi dari Kanada yang dikembangkan oleh ENFI, salah satu perusahaan dari Non Ferrous China Company (NFC). NFC ini juga yang telah membangung pabrik smelter dibeberapa negara," kata Manurung yang ditemui di Kantor Gubernur Papua.
Pemprov setempat mengklaim pendanaan smelter Papua akan disupport penuh oleh Bank Investasi dari Amerika Serikat. pelaksaan pembangunan Pabrik Smelter dan Refinery olrh Non Ferrous China Company yang didanai oleh Bank of China dan setelah pabrik tersebut selesai pembangunannya, maka Bank Investasi dari Amerika Serikat akan melakukan take over pabrik.
Dijelaskannya, daerah Pomako, Mimika layak untuk bangun Smelter. Pasalnya kawasan ini sudah ada perencanaan tata ruang, pabrik semen, amdal serta pelabuhan.
"Daripada mencari lokasi baru harus membuat perencanaanya lagi, justru bisa saja akan membatalkan projek ini, karena pemerintah Pusat melihat kesiapan Papua untuk waktu sekarang ini, karena menurut mereka di Gresik sudah siap, padahal lahannya belum ada (masih laut) dan harus ditimbun," jelasnya.
Langkah berikutnya, ujar Manurung akan dilakukan rapat untuk menentukan strategi smelter smelter yang ada di Indonesia.
"Jadi akan dihitung produk konsentrat di seluruh Indonesia itu untuk jangka menengah dan panjang berapa juta ton. Misalnya di Papua 900 ribu ton, Gresik berapa dan tempat lain berapa, nanti strateginya seperti itu dengan penambang penambang yang sudah ada. Nanti ada penambang baru lagi dari Gorontalo," ucapnya.
Lanjutnya, pada minggu depan akan ada rapat di Menko Perekonomian untuk membicarakan soal kawasan industri di Timika.
"Jadi pusat merespon ini dengan sangat cepat, untuk itu Rabu depan Gubernur akan mempresentasikan kawasan indsutri Timika, yang jelas smelter ini adalah sebagai pemicu kawasan industri berikutnya," katanya.
Untuk daerah, kata Manurung karena lokasi sudah ada, maka yang harus dibuat adalah Peraturan Daerah (Perda) tata ruang.
"Ini adalah langkah pertama yang harus dipersiapkan. Kemudian ada ijin ijin yang bersifat lokal baik di tingkat kabupaten, provinsi maupun pusat karea kedepan akan menjadi kawasan industri. Untuk itu harus ada aturan aturan soal kawasan industri," kata Manurung.
Sedangkan keterkaitan dengan PT Freeport Indonesia, mengingat pusat hanya memberikan ijin ekspor selama enam bulan kedepan dan akan dievaluasi kembali, maka harus sudah ada MoU.
"Jadi nanti yang dinilai adalah kesiapan mereka untuk menyalurkan konsentrat ke smelter yang dibangun. Ini mungkin salah satu syarat yang akan diminta pemerintah sebagai kesiapan untuk membangun smelter, karena bukan lagi Freeport yang melakukan pembangunan tetapi pihak ketiga," katanya.
Mengenai pihak ketiga, yang selama ini sudah berkordinasi dengan Gubernur adalah pihak Non Ferrous China (NFC) dengan teknologi dari Kanada (SKS). "Nanti mereka yang akan membangun dan didanai oleh NFC," ucapnya. [Papuapos]