Pembangunan Pabrik Semen Dipalang, Pemilik Hak Ulayat Minta Pembicaraan Ulang
pada tanggal
Saturday, 30 May 2015
MARUNI (MANOKWARI) - Pembangunan pabrik semen di Maruni, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari tak henti-hentinya mendapat tantangan.
Mega proyek yang saat ini dalam tahap pembangunan konstruksi bangunan kembali dipermasalahkan pemilik hak ulayat. Puluhan warga, Jumat (1/5) melakukan aksi pemalangan di lokasi pembangunan pabrik semen.
Pintu masuk menuju gedung yang sedang dibangun dipalang menggunakan kayu balok dan bambu. Aktivitas pekerjaan pun terhenti. Para pekerja hanya berkumpul dan lalu-lalang di sekitar proyek.
Albert Mansinam, salah satu kelompok pemilik hak ulayat menyatakan, pihaknya meminta agar pembangunan pembangunan semen ini dihentikan sementara guna pembicaraan ulang.
Perusahaan PT SDIC CONCH Papua Cement Indonesia dituntut membicarakan ulang semua perjanjian kerjasama dengan pemilik hak ulayat yang belum disepakati.
“Ada perjanjian antara perusahaan dengan pemilik hak ulayat dan sudah disepakati. Namun setelah jalan, masih ada persoalan. Seperti gunung kapur yang sedang digusur untuk timbun jalan, itu sudah melanggar perjanjian kontrak antara pemilik hak ulayat dengan perusahaan,’’ tandasnya kepada wartawan.
Bahan galian C seperti batu dan pasir, menurut Albert Mansin belum bisa digunakan oleh perusahaan karena belum penyelesaian hak ulayat. Jadi keluarga melihat banyak hal yang tercantum dalam dokumen tidak dilaksanakan.
Menurut Albert Mansinam, hingga saat ini pemerintah Kabupaten Manokwari baru membayar uang ucapan terima kasih serta dari perusahaan PT SDIC uang permisi Rp 800 juta.
“Uang permisi dari perusahaan 800 juta untuk 8 kelompok. Jadi setiap kelompok dapat 100 juta,’’ katanya.
Setelah cukup lama menunggu, pihak perusahaan akhirnya menemui warga yang melakukan pemalangan. Pada kesempatan ini, warga menyampaikan tuntutan penghentian sementara aktivitas lapangan dan membicarakan kembali kesepatan keluarga dengan perusahaan.
Dalam tuntutannya, warga pemilik hak ulayat menuntut agar dapat dijadikan sebagai karyawan tetap sebagai sekuriti, dan tenaga jasa lainnya, pengangkatan perwakilan pemilik hak ulayat dalam posisi manajemen PT SDIC, keluarga besar Mansim, suku besar Arfak atau orang asli Pappua dapat dilibatkan dalam sub-kontraktor dan pengajuan penawaran pembangunan di areal pabrik semen.
Tuntutan lainnya, PT SDIC harus membayar kubikasi batu kapur/gamping yang telah digali untuk penghambaran dalam areal pabrik semen. Sebelum pembongkaran gunung kapur Maruni, perusahaan diwajibkan membayar semua tanaman yang berdiameter produktif. [RadarSorong]
Mega proyek yang saat ini dalam tahap pembangunan konstruksi bangunan kembali dipermasalahkan pemilik hak ulayat. Puluhan warga, Jumat (1/5) melakukan aksi pemalangan di lokasi pembangunan pabrik semen.
Pintu masuk menuju gedung yang sedang dibangun dipalang menggunakan kayu balok dan bambu. Aktivitas pekerjaan pun terhenti. Para pekerja hanya berkumpul dan lalu-lalang di sekitar proyek.
Albert Mansinam, salah satu kelompok pemilik hak ulayat menyatakan, pihaknya meminta agar pembangunan pembangunan semen ini dihentikan sementara guna pembicaraan ulang.
Perusahaan PT SDIC CONCH Papua Cement Indonesia dituntut membicarakan ulang semua perjanjian kerjasama dengan pemilik hak ulayat yang belum disepakati.
“Ada perjanjian antara perusahaan dengan pemilik hak ulayat dan sudah disepakati. Namun setelah jalan, masih ada persoalan. Seperti gunung kapur yang sedang digusur untuk timbun jalan, itu sudah melanggar perjanjian kontrak antara pemilik hak ulayat dengan perusahaan,’’ tandasnya kepada wartawan.
Bahan galian C seperti batu dan pasir, menurut Albert Mansin belum bisa digunakan oleh perusahaan karena belum penyelesaian hak ulayat. Jadi keluarga melihat banyak hal yang tercantum dalam dokumen tidak dilaksanakan.
Menurut Albert Mansinam, hingga saat ini pemerintah Kabupaten Manokwari baru membayar uang ucapan terima kasih serta dari perusahaan PT SDIC uang permisi Rp 800 juta.
“Uang permisi dari perusahaan 800 juta untuk 8 kelompok. Jadi setiap kelompok dapat 100 juta,’’ katanya.
Setelah cukup lama menunggu, pihak perusahaan akhirnya menemui warga yang melakukan pemalangan. Pada kesempatan ini, warga menyampaikan tuntutan penghentian sementara aktivitas lapangan dan membicarakan kembali kesepatan keluarga dengan perusahaan.
Dalam tuntutannya, warga pemilik hak ulayat menuntut agar dapat dijadikan sebagai karyawan tetap sebagai sekuriti, dan tenaga jasa lainnya, pengangkatan perwakilan pemilik hak ulayat dalam posisi manajemen PT SDIC, keluarga besar Mansim, suku besar Arfak atau orang asli Pappua dapat dilibatkan dalam sub-kontraktor dan pengajuan penawaran pembangunan di areal pabrik semen.
Tuntutan lainnya, PT SDIC harus membayar kubikasi batu kapur/gamping yang telah digali untuk penghambaran dalam areal pabrik semen. Sebelum pembongkaran gunung kapur Maruni, perusahaan diwajibkan membayar semua tanaman yang berdiameter produktif. [RadarSorong]