Natalius Pigai Nilai Presiden Jokowi Butuh Grand Design untuk Papua
pada tanggal
Saturday, 23 May 2015
JAKARTA - Komisioner Komnas HAM asal Papua Natalius Pigai menilai, Presiden Jokowi perlu sebuah grand design terkait perdamaian di Papua dari pada sekadar pemberian grasi ke para tahanan politik (tapol) Papua. Selama ini, lanjut Pigai, dirinya belum pernah mengetahui adanya grand design Papua oleh Jokowi.
“Perlu grand design, jangan hanya seremonial pemberian grasi ke tapol. Grasi itu kan hal yang wajar saja dikeluarkan oleh presiden,” ujar Pigai saat berbincang dengan CNN Indonesia, Minggu (10/5).
Sebagaimana dikutip dari laman detik.com, kemarin Jokowi memberikan grasi kepada lima tapol Papua di Lapas Klas IIA Abepura Jayapura. Kelima tapol yang dibebaskan adalah Linus Hiluka, Numbungga, Apotnagolik, Kimanus Wenda dan Yaprai Murib. "Pemberian grasi ini agar dilihat dalam rangka bingkai rekonsiliasi untuk terwujudnya Papua damai,” kata Jokowi.
"Ini adalah upaya sepenuh hati pemerintah dalam rangka untuk menghentikan stigma konflik yang ada di Papua. Kita ingin menciptakan Papua sebagai negeri yang damai," kata Presiden Jokowi.
Menurut Pigai, pemberian grasi tapol ini adalah sebuah seremonial belaka. Bahkan, Pigai menyebut bahwa ini adalah sebuah cara pemerintah pusat untuk pencitraan di mata internasional bahwa pemerintah pusat memperhatikan papua, atau telah berupaya sungguh-sungguh untuk menciptakan perdamaian di Papua.
Pigai menyebut, jika memang benar-benar ingin menciptakan Papua yang damai, Jokowi harus melakukan dialog dengan semua unsur penting di masyarakat Papua. Dalam dialog itu, Jokowi kemudian menawarkan grand design bagaimana menciptakan Papua damai.
“Dari dialog itu, nanti akan didapatkan poin-poin apa yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat agar Papua damai. Jangan hanya seremonial, belaka,” katanya.
Pigai mengungkapkan, warga Papua merasakan bahwa mereka belum benar-benar merdeka. Pembangunan masih tertinggal, kemudian pelanggaran HAM dan kekerasan masih sering dilakukan oleh aparat pemerintah.
“Warga Papua itu ingin merasakan bahwa pemerintah benar-benar hadir dan memperhatikan kehidupan warga di sana. Jangan semata Papua dijadikan alat kampanye saja di dunia internasional,” tuturnya.
Sementara itu, menurut Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhi Purdijatno, mengatakan, selain kelima tapol yang diberi grasi tersebut, sejumlah tahanan lain yang mendapatkan amnesti. Menteri Tedjo memastikan, pemberian pengampunan diberikan juga kepada tahanan politik.
"Rencana akan dilanjutkan dengan pemberian amnesti secara menyeluruh kepada tapol," katanya.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyebut keputusan Presiden sudah dikaji matang. "Semua ada pertimbangannya, itu sudah melalui pertimbangan matang," ujarnya. Dia menyebut pembebasan ini sudah dibahas dalam sidang kabinet. [CNN]
“Perlu grand design, jangan hanya seremonial pemberian grasi ke tapol. Grasi itu kan hal yang wajar saja dikeluarkan oleh presiden,” ujar Pigai saat berbincang dengan CNN Indonesia, Minggu (10/5).
Sebagaimana dikutip dari laman detik.com, kemarin Jokowi memberikan grasi kepada lima tapol Papua di Lapas Klas IIA Abepura Jayapura. Kelima tapol yang dibebaskan adalah Linus Hiluka, Numbungga, Apotnagolik, Kimanus Wenda dan Yaprai Murib. "Pemberian grasi ini agar dilihat dalam rangka bingkai rekonsiliasi untuk terwujudnya Papua damai,” kata Jokowi.
"Ini adalah upaya sepenuh hati pemerintah dalam rangka untuk menghentikan stigma konflik yang ada di Papua. Kita ingin menciptakan Papua sebagai negeri yang damai," kata Presiden Jokowi.
Menurut Pigai, pemberian grasi tapol ini adalah sebuah seremonial belaka. Bahkan, Pigai menyebut bahwa ini adalah sebuah cara pemerintah pusat untuk pencitraan di mata internasional bahwa pemerintah pusat memperhatikan papua, atau telah berupaya sungguh-sungguh untuk menciptakan perdamaian di Papua.
Pigai menyebut, jika memang benar-benar ingin menciptakan Papua yang damai, Jokowi harus melakukan dialog dengan semua unsur penting di masyarakat Papua. Dalam dialog itu, Jokowi kemudian menawarkan grand design bagaimana menciptakan Papua damai.
“Dari dialog itu, nanti akan didapatkan poin-poin apa yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat agar Papua damai. Jangan hanya seremonial, belaka,” katanya.
Pigai mengungkapkan, warga Papua merasakan bahwa mereka belum benar-benar merdeka. Pembangunan masih tertinggal, kemudian pelanggaran HAM dan kekerasan masih sering dilakukan oleh aparat pemerintah.
“Warga Papua itu ingin merasakan bahwa pemerintah benar-benar hadir dan memperhatikan kehidupan warga di sana. Jangan semata Papua dijadikan alat kampanye saja di dunia internasional,” tuturnya.
Sementara itu, menurut Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhi Purdijatno, mengatakan, selain kelima tapol yang diberi grasi tersebut, sejumlah tahanan lain yang mendapatkan amnesti. Menteri Tedjo memastikan, pemberian pengampunan diberikan juga kepada tahanan politik.
"Rencana akan dilanjutkan dengan pemberian amnesti secara menyeluruh kepada tapol," katanya.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyebut keputusan Presiden sudah dikaji matang. "Semua ada pertimbangannya, itu sudah melalui pertimbangan matang," ujarnya. Dia menyebut pembebasan ini sudah dibahas dalam sidang kabinet. [CNN]