Media Asing di Papua Harus Kedepankan Jurnalisme Damai
pada tanggal
Friday, 29 May 2015
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi 1 DPR RI Ahmad Hanafi Rais mengajak media internasional yang akan melakukan peliputan tentang Papua agar mengedepankan prinsip jurnalisme damai (peace-journalism) daripada jurnalisme perang. Menurut dia, hal itu memberikan dampak positif bagi perkembangan Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Keputusan Presiden Jokowi memang sudah matang dan akan positif bagi citra Indonesia di mata internasional, dan kemajuan masyarakat Papua dengan pendekatan baru itu," Ahmad Hanafi Rais dihubungi di Jakarta, Kamis (28/5).
Ia mengatakan soal kebebasan pers yang diizinkan oleh pemerintah Indonesia, sopan santun yang akan berlaku adalah sekali dibebaskan maka pantang dihalang-halangi apalagi dicabut. Sedangkan kekhawatiran biasnya pemberitaan tentang Papua oleh jurnalis asing, pemerintah Indonesia mestinya tidak perlu terkejut. Karena dalam industri industri media di manapun berlaku hukum "bad news is good news".
"Berharap jurnalis asing akan meliput tentang Papua yang isinya positif saja pasti itu mustahil," kata dia.
Bagi mereka, ujar Hanafi, sudut liputan yang diangkat pasti bernada kritis. Sehingga yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia adalah memastikan saja bahwa subtansi jurnalisme asing betul-betul menegakkan prinsip "cover both-side."
Sebelumnya, Ketua Kaukus Parlemen Papua Paskalis Kossay mengatakan keterbukaan Papua bagi jurnalis asing merupakan harapan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat.
"Kami puluhan tahun tidak merasakan kebebasan karena terisolasi dari informasi akibat pantauan jurnalis terhadap Papua tidak maksimal," kata Paskalis Kossay dalam Seminar Nasional Keterbukaan Papua Bagi Jurnalis Asing yang diadakan LKBN Antara di Jakarta, Selasa (26/5).
Kossay meyakini dengan keterbukaan terhadap jurnalis akan tercipta suasana baru di Papua dari sebelumnya identik dengan konflik dan ketakutan berubah menjadi lebih baik. Isu kekerasan dan pelanggaran yang sebelumnya banyak terjadi akan dapat diminimalkan.
"Dengan keterbukaan ini, pejabat dan aparat di Papua juga akan lebih hati-hati. Ini peluang sekaligus tantangan bagi masyarakat Papua," tuturnya. [Antara]
"Keputusan Presiden Jokowi memang sudah matang dan akan positif bagi citra Indonesia di mata internasional, dan kemajuan masyarakat Papua dengan pendekatan baru itu," Ahmad Hanafi Rais dihubungi di Jakarta, Kamis (28/5).
Ia mengatakan soal kebebasan pers yang diizinkan oleh pemerintah Indonesia, sopan santun yang akan berlaku adalah sekali dibebaskan maka pantang dihalang-halangi apalagi dicabut. Sedangkan kekhawatiran biasnya pemberitaan tentang Papua oleh jurnalis asing, pemerintah Indonesia mestinya tidak perlu terkejut. Karena dalam industri industri media di manapun berlaku hukum "bad news is good news".
"Berharap jurnalis asing akan meliput tentang Papua yang isinya positif saja pasti itu mustahil," kata dia.
Bagi mereka, ujar Hanafi, sudut liputan yang diangkat pasti bernada kritis. Sehingga yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia adalah memastikan saja bahwa subtansi jurnalisme asing betul-betul menegakkan prinsip "cover both-side."
Sebelumnya, Ketua Kaukus Parlemen Papua Paskalis Kossay mengatakan keterbukaan Papua bagi jurnalis asing merupakan harapan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat.
"Kami puluhan tahun tidak merasakan kebebasan karena terisolasi dari informasi akibat pantauan jurnalis terhadap Papua tidak maksimal," kata Paskalis Kossay dalam Seminar Nasional Keterbukaan Papua Bagi Jurnalis Asing yang diadakan LKBN Antara di Jakarta, Selasa (26/5).
Kossay meyakini dengan keterbukaan terhadap jurnalis akan tercipta suasana baru di Papua dari sebelumnya identik dengan konflik dan ketakutan berubah menjadi lebih baik. Isu kekerasan dan pelanggaran yang sebelumnya banyak terjadi akan dapat diminimalkan.
"Dengan keterbukaan ini, pejabat dan aparat di Papua juga akan lebih hati-hati. Ini peluang sekaligus tantangan bagi masyarakat Papua," tuturnya. [Antara]