Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Sosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan ke Wartawan Jayapura
pada tanggal
Friday, 22 May 2015
KOTA JAYAPURA - Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI asal Papua Komarudin Watubun mensosialisasikan empat pilar kebangsaan di lingkungan wartawan di Kota Jayapura dan sekitarnya.
Sosialisasi itu berlangsung di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Papua di Kelapa Dua Entrop, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Sabtu siang, didampingi ketua Abdul Munib dan moderator Hans Bisay.
"Ideologi yang bagus harus dikerjakan oleh pemimpin yang baik dan akan hasilkan yang baik, tapi jika sebaliknya pasti hasilnya jelek," kata Komarudin Watubun di hadapan puluhan wartawan.
Sebagai bangsa, itu sama seperti membuat rumah yang besar dengan pondasi yang kuat. "Bagi Indonesia, Pancasila adalah pondasi yang tepat dan baik. Karena telah melewati berbagai macam ujian dari waktu ke waktu dan tetap eksis dalam rangka mempertahankan keutuhan bangsa kita. Makanya Pancasila tetap `survive` sampai saat ini," katanya.
Mengenai masih adanya suara minor, ide atau gagasan, suara minta merdeka, kata politisi dari partai berlambang kepala banteng itu, seharusnya menjadi bahan acuan dan introspeksi, sejauh mana kebijakan pemerintah terhadap persoalan dan pembangunan di Papua.
"Itu jadi bahan introspeksi bagi pejabat dan pemerintah Indonesia. Kenapa harus begitu? Itu ada pertanyaan yang harus dijawab. Kan setelah rakyat lihat, kok ini Pancasila bagus, latihan lain, main lain. Ini masalah. Menurut saya itu tidak perlu dipersoalkan atau diperdebatkan kalau ada yang beda pendapat atau berseberangan," katanya.
"Karena tugas negara adalah menyadarkan, ini loh. Ini harus kita sebagai bangsa melaksanakan Pancasila, UUD 1945, kemudian tadi NKRI dan Bhineka Tunggal Ika itu dengan baik. Tapi sekali lagi, selama pemimpin tidak melaksanakan dengan baik, rakyat mempertanyakan itu, bahkan menuntut untuk keluar dari NKRI. Itu bagian dari protes yang harus dijawab dengan menyadarkan rakyat dan pemimpin itu sadar, bukan dengan senjata. Itu tidak laku," tambah Komarudin Watubun.
Sementara itu, Ketua PWI Papua Adbul Munib mengatakan mantan ketua umum PDIP Papua itu memberikan sosialisasi sebagai anggota DPR dan sekaligus anggota MPR RI. "Tadi Pak Komar datang sebagai anggota DPR dan sekaligus MPR. MPR itu adalah DPR sekaligus perwakilan daerah. Jadi ada program mensosialisasikan empat pilar kebangsaan, kebetulan saya sendiri diminta jadi pemateri oleh beliau," katanya.
"Beliau mengungkapkan bahwa perubahan ketatanegaraan yang terjadi di era reformasi ini belum diketahui oleh masyarakat tingkat bawah sehinggah lewat paket empat buku yang dibagikan itu, dijelaskan tentang perubahan UUD 1945. Dari mulai perubahan pertama sampai perubahan ke empat itu perubahan yang sifatnya adendum, jadi tidak kemudian dihapus semua, jadi perubahan naskah itu disimpan semua, ada semua," lanjutnya.
Dalam sosialisasi itu, lanjut Munib, ada kaitannya juga dengan Tap MPR dari mulai MPRS sampai MPR di masa Orba, itu kemudian diganti dengan Tap MPR nomor 1 tahun 2003. "Dimana Tap MPR yang jumlahnya sekitar 163 itu, ada yang sudah selesai, ada yang masih aktif, ada yang sudah tidak diberlakukan itu, status dari pada MPR dimasa lalu itu ditentukan dalam Tap MPR yang terbaru," katanya.
Kenapa masyarakat perlu untuk mengetahui dasar-dasar konstitusi? Munib menjelaskan karena demokrasi yang benar itu hanya akan terjadi kepada tujuannya yang baik apa bila terjadi pada masyarakat yang pintar, masyarakat yang menyadari mengetahui, memahami, melaksanakan ketentuan-ketentuan konstitusi itu sendiri.
"Jadi demokrasi berlandaskan masyarakat yang masih belum tahu, buta, itu juga hasilnya akan paling-paling berujung pada `money politik,` itu yang membuat biaya politik membengkak dan menimbulkan korupsi rentetannya. Untuk itu, Pencerahaan kepada rakyat dalam memahami secara simpel aturan negara itu, mutlak harus ini digerakkan terutama empat pilar itu tadi, harus terus-menurus dilakukan oleh masyarakat, karena tidak bisa diproyekkan," katanya. [Antara]
Sosialisasi itu berlangsung di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Papua di Kelapa Dua Entrop, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Sabtu siang, didampingi ketua Abdul Munib dan moderator Hans Bisay.
"Ideologi yang bagus harus dikerjakan oleh pemimpin yang baik dan akan hasilkan yang baik, tapi jika sebaliknya pasti hasilnya jelek," kata Komarudin Watubun di hadapan puluhan wartawan.
Sebagai bangsa, itu sama seperti membuat rumah yang besar dengan pondasi yang kuat. "Bagi Indonesia, Pancasila adalah pondasi yang tepat dan baik. Karena telah melewati berbagai macam ujian dari waktu ke waktu dan tetap eksis dalam rangka mempertahankan keutuhan bangsa kita. Makanya Pancasila tetap `survive` sampai saat ini," katanya.
Mengenai masih adanya suara minor, ide atau gagasan, suara minta merdeka, kata politisi dari partai berlambang kepala banteng itu, seharusnya menjadi bahan acuan dan introspeksi, sejauh mana kebijakan pemerintah terhadap persoalan dan pembangunan di Papua.
"Itu jadi bahan introspeksi bagi pejabat dan pemerintah Indonesia. Kenapa harus begitu? Itu ada pertanyaan yang harus dijawab. Kan setelah rakyat lihat, kok ini Pancasila bagus, latihan lain, main lain. Ini masalah. Menurut saya itu tidak perlu dipersoalkan atau diperdebatkan kalau ada yang beda pendapat atau berseberangan," katanya.
"Karena tugas negara adalah menyadarkan, ini loh. Ini harus kita sebagai bangsa melaksanakan Pancasila, UUD 1945, kemudian tadi NKRI dan Bhineka Tunggal Ika itu dengan baik. Tapi sekali lagi, selama pemimpin tidak melaksanakan dengan baik, rakyat mempertanyakan itu, bahkan menuntut untuk keluar dari NKRI. Itu bagian dari protes yang harus dijawab dengan menyadarkan rakyat dan pemimpin itu sadar, bukan dengan senjata. Itu tidak laku," tambah Komarudin Watubun.
Sementara itu, Ketua PWI Papua Adbul Munib mengatakan mantan ketua umum PDIP Papua itu memberikan sosialisasi sebagai anggota DPR dan sekaligus anggota MPR RI. "Tadi Pak Komar datang sebagai anggota DPR dan sekaligus MPR. MPR itu adalah DPR sekaligus perwakilan daerah. Jadi ada program mensosialisasikan empat pilar kebangsaan, kebetulan saya sendiri diminta jadi pemateri oleh beliau," katanya.
"Beliau mengungkapkan bahwa perubahan ketatanegaraan yang terjadi di era reformasi ini belum diketahui oleh masyarakat tingkat bawah sehinggah lewat paket empat buku yang dibagikan itu, dijelaskan tentang perubahan UUD 1945. Dari mulai perubahan pertama sampai perubahan ke empat itu perubahan yang sifatnya adendum, jadi tidak kemudian dihapus semua, jadi perubahan naskah itu disimpan semua, ada semua," lanjutnya.
Dalam sosialisasi itu, lanjut Munib, ada kaitannya juga dengan Tap MPR dari mulai MPRS sampai MPR di masa Orba, itu kemudian diganti dengan Tap MPR nomor 1 tahun 2003. "Dimana Tap MPR yang jumlahnya sekitar 163 itu, ada yang sudah selesai, ada yang masih aktif, ada yang sudah tidak diberlakukan itu, status dari pada MPR dimasa lalu itu ditentukan dalam Tap MPR yang terbaru," katanya.
Kenapa masyarakat perlu untuk mengetahui dasar-dasar konstitusi? Munib menjelaskan karena demokrasi yang benar itu hanya akan terjadi kepada tujuannya yang baik apa bila terjadi pada masyarakat yang pintar, masyarakat yang menyadari mengetahui, memahami, melaksanakan ketentuan-ketentuan konstitusi itu sendiri.
"Jadi demokrasi berlandaskan masyarakat yang masih belum tahu, buta, itu juga hasilnya akan paling-paling berujung pada `money politik,` itu yang membuat biaya politik membengkak dan menimbulkan korupsi rentetannya. Untuk itu, Pencerahaan kepada rakyat dalam memahami secara simpel aturan negara itu, mutlak harus ini digerakkan terutama empat pilar itu tadi, harus terus-menurus dilakukan oleh masyarakat, karena tidak bisa diproyekkan," katanya. [Antara]