Latifah Anum Siregar Apresiasi Grasi Presiden Jokowi kepada 5 Tapol
pada tanggal
Sunday, 10 May 2015
ABEPURA (KOTA JAYAPURA) - Kuasa hukum lima tahanan politik atau narapidana politik Papua, Latifah Anum Siregar mengapresiasi grasi yang akan diberikan oleh Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Abepura di Kota Jayapura, Sabtu.
"Kami menyampaikan terima kasih dan mengapresiasi keputusan presiden dalam konteks membangun kehidupan berdemokrasi yang lebih baik di Indonesia," kata Latifah Anum Siregar di Kota Jayapura, Papua, Sabtu.
Ia mengatakan, pada hari ini Presiden Joko Widodo akan memberikan grasi kepada narapidana Politik dari peristiwa 3 April 2003 di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
"Grasi yang diberikan menunjukkan langkah maju suatu pemerintahan yang menjunjung tinggi kehidupan demokrasi oleh karena itu kami berharap langkah maju ini hendaknya diikuti dengan langkah maju berikutnya," katanya.
Terkait masalah itu, Anum menjelaskan awal mula proses hukum mereka dari Pengadilan Negeri Wamena yang memvonis Yafrai Murib dan Numbungga Telenggen dan Kanius Murib hukuman dengan hukuman seumur hidup.
Kemudian Linus Hiluka, Apotnaholik Lokobal, Kimanus Wenda dan Mikael Heselo dengan hukuman 20 tahun penjara.
Pada Desember 2004, Yafrai Murib (seumur hidup) Numbungga Telenggen (seumur hidup), Linus Hiluka (20 tahun), Apotnaholik Lokobal (20 tahun), Kimanus Wenda (20 tahun) dan Mikael Heselo (20 tahun) dipindahkan ke Lapas Gunung Sari Makasar, Sulawesi Selatan.
"Hanya Kanius Murib yang tidak dipindahkan dengan pertimbangan usia yang sudah tua. Pemindahan paksa itu telah melahirkan advokasi yang panjang untuk memperjuangkan mereka dikembalikan ke Papua," katanya.
Sementara hukuman untuk Kanius Murib sempat dialihkan atau diubah dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman penjara 20 tahun.
Pada Agustus 2007, Mikael Haselo meninggal dunia di rumah sakit Bayangkara Makasar, setelah sakit sekitar satu bulan.
"Jenasah Mikael Haselo dijemput dan dibawa oleh Komisi F DPR Papua ke kampungnya di Anjelma, Distrik Kurima, Kabupaten Yahukimo," katanya.
Lalu, pada Januari 2008 permohonan pemindahan Yafrai Murib dan kawan-kawan dikabulkan oleh Dirjen PAS Kementrian hukum dan HAM RI tapi tidak ke Wamena.
"Linus Hiluka dan Kimanus Wenda di Lapas Nabire sedangkan Yafrai Murib, Numbungga Telenggen dan Apotnaholik Lokobal di Lapas Biak," katanya.
Pada, 10 Desember 2011, Kanius Murib meninggal dunia setelah beberapa bulan sebelumnya pihak Lapas Wamena telah menyerahkan Kanius kepada keluarganya untuk dirawat atas permintaan keluarga.
Setahun kemudian, atau pada 2012 Kimanus Wenda mengalami tumor kecil dan harus dioperasi. Kimanus dititip sementara di Lapas Abepura, dan menjalani operasi dan berobat di RS Dian Harapan.
"Kimanus kembali di Jayapura sekitar tiga bulan, (Februari - Mei 2012) kemudian dipulangkan kembali ke Lapas Nabire. Di tahun yang sama Yafrai Murib mengalami stroke dan dizinkan berobat sekaligus dipindahkan ke Lapas Abepura," katanya.
Yafrai Murib menjalani pengobatan dan fisioterapi rutin setiap minggu di RS Dian Harapan dan kemudian pindah ke RSUD Jayapura hingga hari pembebasannya.
Maka Linus Hiluka dan Kimanus Wenda di Lapas Nabire. Numbungga Telenggen dan Apotnakolik Lokobal di Lapas Biak dan Yafrai Murib di Lapas Abepura.
"Mereka berlima adalah narapidana politik terlama atau tertua yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan dengan hukuman pidana yang sangat tinggi," ujarnya.
Selain itu, mereka juga dipindahkan dari satu lapas ke lain lapas, yang mengingatkan kita ketika jaman Belanda dimana tahanan atau narapidana dipindahkan dari Batavia ke Holandia dan di jaman kini ada tradisi dari Holandia ke Batavia atau ke tempat lainnya di luar Papua.
"Hari ini, 9 Mei 2015 mereka akan diberikan Grasi oleh presiden RI Ir H Joko Widodo mereka keluar dari penjara kecil ke penjara besar. Mereka mengalami begitu banyak tantangan. Berbagai langkah hukum dan kemanusiaan telah mereka tempuh, mereka berharap akan menjadi lebih bermanfaat jika mereka di luar penjara," lanjutnya.
Anum menyampaikan bahwa pemerintah telah menjunjung tinggi kehidupan demokrasi, menciptakan demokrasi dan menjadi contoh bagi demokrasi terbaik di dunia dengan membuka ruang kebebasan berekspresi, mengembangkan tradisi dialog tanpa kekerasan dan membebaskan tahanan politik dan narapidana politik lainnya yang masih berada di berbagai lembaga pemasyarakatan.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada Presiden Republik Indonesia, terima kasih atas peran semua pihak terutama pihak Kementrian Hukum dan HAM hingga jajarannya di tingkat Kanwil dan Lembaga Pemasyarakatan. Kami berterima kasih kepada berbagai pihak di lokal, nasional dan internasional yang telah memberikan perhatian kepada mereka," katanya.
"Sekali lagi atas nama para narapidana dan tim Penasehat hukum serta koalisi yang mendampingi mereka, kami sampaikan terima kasih," tambahnya. [Antara]
"Kami menyampaikan terima kasih dan mengapresiasi keputusan presiden dalam konteks membangun kehidupan berdemokrasi yang lebih baik di Indonesia," kata Latifah Anum Siregar di Kota Jayapura, Papua, Sabtu.
Ia mengatakan, pada hari ini Presiden Joko Widodo akan memberikan grasi kepada narapidana Politik dari peristiwa 3 April 2003 di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
"Grasi yang diberikan menunjukkan langkah maju suatu pemerintahan yang menjunjung tinggi kehidupan demokrasi oleh karena itu kami berharap langkah maju ini hendaknya diikuti dengan langkah maju berikutnya," katanya.
Terkait masalah itu, Anum menjelaskan awal mula proses hukum mereka dari Pengadilan Negeri Wamena yang memvonis Yafrai Murib dan Numbungga Telenggen dan Kanius Murib hukuman dengan hukuman seumur hidup.
Kemudian Linus Hiluka, Apotnaholik Lokobal, Kimanus Wenda dan Mikael Heselo dengan hukuman 20 tahun penjara.
Pada Desember 2004, Yafrai Murib (seumur hidup) Numbungga Telenggen (seumur hidup), Linus Hiluka (20 tahun), Apotnaholik Lokobal (20 tahun), Kimanus Wenda (20 tahun) dan Mikael Heselo (20 tahun) dipindahkan ke Lapas Gunung Sari Makasar, Sulawesi Selatan.
"Hanya Kanius Murib yang tidak dipindahkan dengan pertimbangan usia yang sudah tua. Pemindahan paksa itu telah melahirkan advokasi yang panjang untuk memperjuangkan mereka dikembalikan ke Papua," katanya.
Sementara hukuman untuk Kanius Murib sempat dialihkan atau diubah dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman penjara 20 tahun.
Pada Agustus 2007, Mikael Haselo meninggal dunia di rumah sakit Bayangkara Makasar, setelah sakit sekitar satu bulan.
"Jenasah Mikael Haselo dijemput dan dibawa oleh Komisi F DPR Papua ke kampungnya di Anjelma, Distrik Kurima, Kabupaten Yahukimo," katanya.
Lalu, pada Januari 2008 permohonan pemindahan Yafrai Murib dan kawan-kawan dikabulkan oleh Dirjen PAS Kementrian hukum dan HAM RI tapi tidak ke Wamena.
"Linus Hiluka dan Kimanus Wenda di Lapas Nabire sedangkan Yafrai Murib, Numbungga Telenggen dan Apotnaholik Lokobal di Lapas Biak," katanya.
Pada, 10 Desember 2011, Kanius Murib meninggal dunia setelah beberapa bulan sebelumnya pihak Lapas Wamena telah menyerahkan Kanius kepada keluarganya untuk dirawat atas permintaan keluarga.
Setahun kemudian, atau pada 2012 Kimanus Wenda mengalami tumor kecil dan harus dioperasi. Kimanus dititip sementara di Lapas Abepura, dan menjalani operasi dan berobat di RS Dian Harapan.
"Kimanus kembali di Jayapura sekitar tiga bulan, (Februari - Mei 2012) kemudian dipulangkan kembali ke Lapas Nabire. Di tahun yang sama Yafrai Murib mengalami stroke dan dizinkan berobat sekaligus dipindahkan ke Lapas Abepura," katanya.
Yafrai Murib menjalani pengobatan dan fisioterapi rutin setiap minggu di RS Dian Harapan dan kemudian pindah ke RSUD Jayapura hingga hari pembebasannya.
Maka Linus Hiluka dan Kimanus Wenda di Lapas Nabire. Numbungga Telenggen dan Apotnakolik Lokobal di Lapas Biak dan Yafrai Murib di Lapas Abepura.
"Mereka berlima adalah narapidana politik terlama atau tertua yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan dengan hukuman pidana yang sangat tinggi," ujarnya.
Selain itu, mereka juga dipindahkan dari satu lapas ke lain lapas, yang mengingatkan kita ketika jaman Belanda dimana tahanan atau narapidana dipindahkan dari Batavia ke Holandia dan di jaman kini ada tradisi dari Holandia ke Batavia atau ke tempat lainnya di luar Papua.
"Hari ini, 9 Mei 2015 mereka akan diberikan Grasi oleh presiden RI Ir H Joko Widodo mereka keluar dari penjara kecil ke penjara besar. Mereka mengalami begitu banyak tantangan. Berbagai langkah hukum dan kemanusiaan telah mereka tempuh, mereka berharap akan menjadi lebih bermanfaat jika mereka di luar penjara," lanjutnya.
Anum menyampaikan bahwa pemerintah telah menjunjung tinggi kehidupan demokrasi, menciptakan demokrasi dan menjadi contoh bagi demokrasi terbaik di dunia dengan membuka ruang kebebasan berekspresi, mengembangkan tradisi dialog tanpa kekerasan dan membebaskan tahanan politik dan narapidana politik lainnya yang masih berada di berbagai lembaga pemasyarakatan.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada Presiden Republik Indonesia, terima kasih atas peran semua pihak terutama pihak Kementrian Hukum dan HAM hingga jajarannya di tingkat Kanwil dan Lembaga Pemasyarakatan. Kami berterima kasih kepada berbagai pihak di lokal, nasional dan internasional yang telah memberikan perhatian kepada mereka," katanya.
"Sekali lagi atas nama para narapidana dan tim Penasehat hukum serta koalisi yang mendampingi mereka, kami sampaikan terima kasih," tambahnya. [Antara]