KNPB Akui Diperiksa Polisi Jayawijaya Dibawah Tekanan
pada tanggal
Thursday, 28 May 2015
KOTA JAYAPURA - Pengurus Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat mengatakan Kapolres Jayawijaya memerintahkan bawahannya untuk menahan dan memaksa anggota KNPB memberikan keterangan tentang agenda perjuangan KNPB hingga donatur perjuangan.
“Pada 26 Mei itu saya bersama lima anggota KNPB Balim membawa surat pemberitahuan aksi pada 28 Mei ke Polres Jayawijaya. Kapolres sendiri yang terima kami. Ia mengarahkan kami masuk ke ruang reserse. Kami diminta keterangan secara paksa di ruang terpisah,” kata Anggus Kossay, ketua I KNPB Pusat, Senin (1/6).
Menurut Kossay, dirinya sempat menolak memberikan keterangan namun, petugas yang menginterogasi dirinya menekan dirinya harus memberikan keterangan. Agust pun mengaku memberikan keterangan dibawah tekanan.
“Kami mau mendengar siapa? Ini perintah langsung dari atasan,” kata Kossay meniru ungkapan interogator yang beraksi.
Pihak Polres Jayawijaya memaksa mereka memberikan keterangan,menurut Kossay, atas tuduhan pasal 106 KUHP tentang penghasutan. Namun, polisi tidak pernah menjelaskan dalam kegiatan atau moment apa KNPB melakukan penghasutan.
“Kami antar surat saja dituduh melakukan penghasutan. Mungkin polisi merasa dihasut karena kami belum lakukan aksi. Belum saja sudah dituduh menghasut, apa lagi sudah ada aksi,” ujarnya.
Kata Kossay, pemeriksaan itu hendak menegakan hukum namun polisi sendiri melakukan pelanggaran hukum. Polisi mengabaikan konvenan Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk UU No 12 tahun 2005 dan deklarasi umum Hak Asasi Manusia.
“Polisi juga meminta keterangan tanpa menghadirkan penasehat hukum walaupun alasan pemeriksaan terhadap kami ada pelanggaran pasal pidana. Polisi berindak sewenang-wenang. Mereka tidak memperaktekan hukum tetapi ego dan arogansi mereka kepada kami,” kata Kossay.
Juru Bicara KNPB pusat, Bazoka Logo mengatakan kesewenang-wenangan itu membuktikan implementasi demokrasi Indonesia di Papua mandek. Orang Papua tidak bebas menyampaikan pendapatnya walaupun negara ini negara demokrasi.
“Tidak ada demokrasi di Papua,” tegasnya. [Jubi]
“Pada 26 Mei itu saya bersama lima anggota KNPB Balim membawa surat pemberitahuan aksi pada 28 Mei ke Polres Jayawijaya. Kapolres sendiri yang terima kami. Ia mengarahkan kami masuk ke ruang reserse. Kami diminta keterangan secara paksa di ruang terpisah,” kata Anggus Kossay, ketua I KNPB Pusat, Senin (1/6).
Menurut Kossay, dirinya sempat menolak memberikan keterangan namun, petugas yang menginterogasi dirinya menekan dirinya harus memberikan keterangan. Agust pun mengaku memberikan keterangan dibawah tekanan.
“Kami mau mendengar siapa? Ini perintah langsung dari atasan,” kata Kossay meniru ungkapan interogator yang beraksi.
Pihak Polres Jayawijaya memaksa mereka memberikan keterangan,menurut Kossay, atas tuduhan pasal 106 KUHP tentang penghasutan. Namun, polisi tidak pernah menjelaskan dalam kegiatan atau moment apa KNPB melakukan penghasutan.
“Kami antar surat saja dituduh melakukan penghasutan. Mungkin polisi merasa dihasut karena kami belum lakukan aksi. Belum saja sudah dituduh menghasut, apa lagi sudah ada aksi,” ujarnya.
Kata Kossay, pemeriksaan itu hendak menegakan hukum namun polisi sendiri melakukan pelanggaran hukum. Polisi mengabaikan konvenan Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk UU No 12 tahun 2005 dan deklarasi umum Hak Asasi Manusia.
“Polisi juga meminta keterangan tanpa menghadirkan penasehat hukum walaupun alasan pemeriksaan terhadap kami ada pelanggaran pasal pidana. Polisi berindak sewenang-wenang. Mereka tidak memperaktekan hukum tetapi ego dan arogansi mereka kepada kami,” kata Kossay.
Juru Bicara KNPB pusat, Bazoka Logo mengatakan kesewenang-wenangan itu membuktikan implementasi demokrasi Indonesia di Papua mandek. Orang Papua tidak bebas menyampaikan pendapatnya walaupun negara ini negara demokrasi.
“Tidak ada demokrasi di Papua,” tegasnya. [Jubi]